Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah Rahmat Saleh mengemukakan Pemkab Sigi harus berupaya untuk melindungi produk-produk ekonomi kreatif yang dihasilkan oleh masyarakat yang berbasis atau berbahan baku dari hasil hutan bukan kayu (HHBK).
"Ada banyak hasil hutan bukan kayu yang telah diolah oleh masyarakat di sekitar hutan, untuk menjadi suatu barang yang bernilai ekonomi. Nah, produk-produk ini perlu dilindungi," sebut Rahmat Saleh, di Sigi, Senin.
Kabupaten Sigi menjadi satu daerah di Sulawesi Tengah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu potensi yang dimiliki oleh kabupaten tersebut yakni hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu yang berasal dari Kabupaten Sigi antara lain, kopi, kelor, gula aren, rotan, kakao.
HHBK itu, kata Rahmat Saleh, telah diolah oleh masyarakat di sekitar hutan menjadi barang yang siap pakai. Seperti rotan yang telah diolah menjadi kursi, meja dan hasil anyaman lainnya oleh para pengrajin rotan.
Kemudian kopi yang diolah sehingga melahirkan beberapa varian kopi . Begitu juga dengan kelor, yang diolah oleh masyarakat menjadi keripik, teh dan kopi kelor.
"Namun, produk-produk yang dihasilkan dengan bahan baku hasil hutan bukan kayu tersebut, belum mendapatkan perlindungan dari sisi hukum," ujarnya.
Untuk mendapatkan perlindungan dari sisi hukum, kata dia, maka Pemkab Sigi perlu membangun kerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam hal membantu pengurusan dan pendaftaran hak kekayaan intelektual (HKI) di Kemenkum-HAM.
Hak kekayaan intelektual di antaranya meliputi merek, desain industri, paten, hak cipta bagi seluruh produk pelaku usaha.
"Produk yang dihasilkan oleh masyarakat, merupakan hak kekayaan intelektual yang harus mendapat perlindungan," ujarnya.
Hal itu, sebut dia, perlu diawali oleh Pemkab Sigi dengan menginventarisir seluruh produk menyangkut ekonomi kreatif, yang selanjutnya ditindaklanjuti untuk didaftarkan demi mendapatkan HKI.
"Nah, Pemkab Sigi harus memiliki prinsip untuk melindungi seluruh produk-produk yang menyangkut ekonomi kreatif. Perlindungan terhadap jenis usaha dan produk yang dihasilkan, merupakan upaya untuk membantu pengembangan ekonomi kreatif daerah," sebutnya.
Dirinya menyebut masyarakat tidak akan mampu mengurusi pendaftaran HKI tersebut, apalagi biaya yang dibutuhkan dalam pengurusan dan pendaftaran HKI tidak sedikit.
"Olehnya ini harus diintervensi oleh Pemkab Sigi secara langsung," sebutnya.
"Ada banyak hasil hutan bukan kayu yang telah diolah oleh masyarakat di sekitar hutan, untuk menjadi suatu barang yang bernilai ekonomi. Nah, produk-produk ini perlu dilindungi," sebut Rahmat Saleh, di Sigi, Senin.
Kabupaten Sigi menjadi satu daerah di Sulawesi Tengah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu potensi yang dimiliki oleh kabupaten tersebut yakni hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu yang berasal dari Kabupaten Sigi antara lain, kopi, kelor, gula aren, rotan, kakao.
HHBK itu, kata Rahmat Saleh, telah diolah oleh masyarakat di sekitar hutan menjadi barang yang siap pakai. Seperti rotan yang telah diolah menjadi kursi, meja dan hasil anyaman lainnya oleh para pengrajin rotan.
Kemudian kopi yang diolah sehingga melahirkan beberapa varian kopi . Begitu juga dengan kelor, yang diolah oleh masyarakat menjadi keripik, teh dan kopi kelor.
"Namun, produk-produk yang dihasilkan dengan bahan baku hasil hutan bukan kayu tersebut, belum mendapatkan perlindungan dari sisi hukum," ujarnya.
Untuk mendapatkan perlindungan dari sisi hukum, kata dia, maka Pemkab Sigi perlu membangun kerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam hal membantu pengurusan dan pendaftaran hak kekayaan intelektual (HKI) di Kemenkum-HAM.
Hak kekayaan intelektual di antaranya meliputi merek, desain industri, paten, hak cipta bagi seluruh produk pelaku usaha.
"Produk yang dihasilkan oleh masyarakat, merupakan hak kekayaan intelektual yang harus mendapat perlindungan," ujarnya.
Hal itu, sebut dia, perlu diawali oleh Pemkab Sigi dengan menginventarisir seluruh produk menyangkut ekonomi kreatif, yang selanjutnya ditindaklanjuti untuk didaftarkan demi mendapatkan HKI.
"Nah, Pemkab Sigi harus memiliki prinsip untuk melindungi seluruh produk-produk yang menyangkut ekonomi kreatif. Perlindungan terhadap jenis usaha dan produk yang dihasilkan, merupakan upaya untuk membantu pengembangan ekonomi kreatif daerah," sebutnya.
Dirinya menyebut masyarakat tidak akan mampu mengurusi pendaftaran HKI tersebut, apalagi biaya yang dibutuhkan dalam pengurusan dan pendaftaran HKI tidak sedikit.
"Olehnya ini harus diintervensi oleh Pemkab Sigi secara langsung," sebutnya.