Palu (ANTARA) - Pelaku usaha mikro kecil dan menengah berbasis pakaian batik lokal di Kota Palu mengaku mengalami penurunan omzet penjualan secara drastis di masa pandemi COVID-19.

"Kondisi pandemi COVID-19 ini, omzet berkurang sampai 70 persen per hari," kata pemilik usaha Batik Bomba, Adi Pitoyo, di Palu, Jumat.

Baca juga: Mereka yang beruntung dan merugi di tengah COVID-19

Batik Bomba merupakan batik khas lokal dengan motif tenun yang dirintis Adi Pitoyo hampir 10 tahun lalu.  

Dia mengatakan berkurangnya omzet dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai dampak pandemi COVID-19 seperti pembatalan pesanan dari instansi pemerintah. 

Kemudian, kata dia, karena pandemi COVID-19, tidak ada lagi tamu pemerintah yang berkunjung ke Kota Palu, sehingga Batik Bomba yang sering dijadikan cendramata ikut lesu.

"Biasanya tamu pemerintah dari luar daerah yang datang ke Palu atau ke Sulteng, membeli Batik Bomba. Karena pandemi, tamu tidak ada sehingga permintaan dan pembelian juga tidak ada," ungkap dia.

Baca juga: Tenun Bomba Patut Dikembangkan Sebagai Warisan Budaya

Faktor lain, sebut dia, tidak adanya kegiatan daerah seperti festival dan kegiatan-kegiatan besar lainnya di sektor pariwisata.

"Karena tidak ada acara itu, maka tidak ada tamu yang datang. Padahal biasanya ketika ada kegiatan atau acara kedaerahan, kami banyak menerima pesanan," ujarnya.

Kemudian, kata dia, berkurangnya wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung ke Kota Palu dan daerah-daerah lainnya di Sulawesi Tengah, juga berdampak pada menurunnya penjualan Batik Bomba.

"Ini masa sulit yang sedang kami hadapi," ungkap Adi Pitoyo.

Baca juga: Gaun Batik Bomba Pecahkan Rekor Dunia

Sebagai solusi agar Batik Bomba tetap bertahan di pandemi COVID-19 yakni memberikan diskon 30 hingga 40 persen.

"Kami juga melakukan penjualan secara online, agar bisa bertahan," kata dia.

Di masa pandemi COVID-19, urai dia, per hari pendapatan yang didapat dari penjualan hanya berkisar Rp200 ribu. Menurun jauh bila dibandingkan hasil penjualan sebelum COVID-19 yang mencapai  Rp4 juta hingga Rp8 juta per hari.

"Karena itu, sekrang tidak ada lagi karyawan. Usaha ini ditangani sendiri di rumah oleh keluarga. Saya juga tidak mendapat bantuan stimulus dari pemerintah," akunya.

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Adha Nadjemudin
Copyright © ANTARA 2024