Jakarta (ANTARA) - Bunda Pendidikan Usia Dini (PAUD) Morowali Utara (Morut) Febriyanthi Hongkiriwang mendukung transisi PAUD ke Sekolah Dasar yang menyenangkan.
Masa transisi PAUD ke SD merupakan tahun-tahun emas anak-anak, sehingga perlu perlakuan istimewa. Sayangnya, selama ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi saat masuk SD seperti kemampuan Calistung (baca, tulis dan berhitung).
“Masa transisi ini penting, dan harus menyenangkan, kalau dipaksakan anak harus bisa Calistung itu bisa membuat mereka stress, jadi malah takut ke sekolah,” kata Bunda PAUD Morut, setelah mengikuti kolaborasi Kemendikbudristek dengan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM) dan Bunda PAUD se-Indonesia untuk mendukung Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan. Dukungan ini ditandai dengan pernyataan komitmen bersama yang dilakukan di Jakarta, Rabu (7/6).
Menurut Febriyanthi Hongkiriwang langkah ini harus diterapkan demi menyelamatkan masa depan anak-anak dan bangsa. Meski hal tersebut bukan hal yang mudah, karena selama ini banyak sekolah dan orang tua beranggapan masuk SD harus mampu Calistung.
“Ini pandangan yang keliru, harus kita luruskan, karena anak PAUD itu tidak wajib bisa Calistung, konsep belajar mereka itu bermain, bukan memaksa harus bisa,” kata Ibu dari tiga orang anak ini.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nadiem Makarim dalam sambutannya mengatakan, adanya tes Calistung saat masuk SD buruk bagi anak-anak. Namun, bukan berarti tidak boleh diajarkan di usia dini.
“Penerimaan ada tes Calistung itu keterlaluan, berarti SD lepas tangan ke PAUD, padahal itu kewajiban mereka, bukan berarti juga tidak boleh diajarkan Calistung, namun harus dengan cara menyenangkan,” kata Nadiem Makarim.
Dirjen PAUD Iwan Syahril menjelaskan, ada tiga yang menjadi perhatian dalam gerakan transisi ini. Hal yang pertama adalah mengahapuskan tes Calistung saat masuk SD, kemudian masa perkenalan selama 2 minggu, dan terakhir pembelajaran holistik fokus pada 6 pondasi anak.
Keenam pondasi anak tersebut yaitu agama dan budi pekerti, kematangan emosional, keterampilan sosial, memaknai belajar, keterampilan motorik dan kematangan kognitif. “Ini harus kita dorong ke semua SD untuk menyelesaikan masalah fundamental pendidik anak-anak,” kata Iwan Syahril.
Pernyataan Komitmen Bersama Gerakan Transisi PAUD yang Menyenangkan diikuti oleh 650 orang peserta yang terdiri dari OASE-KIM, Bunda PAUD tingkat provinsi dan kabupaten/ kota se-Indonesia, kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia, pejabat terkait dari Kementerian/ Lembaga, serta perwakilan mitra strategis pemerintah bidang pendidikan dan kebudayaan.
Masa transisi PAUD ke SD merupakan tahun-tahun emas anak-anak, sehingga perlu perlakuan istimewa. Sayangnya, selama ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi saat masuk SD seperti kemampuan Calistung (baca, tulis dan berhitung).
“Masa transisi ini penting, dan harus menyenangkan, kalau dipaksakan anak harus bisa Calistung itu bisa membuat mereka stress, jadi malah takut ke sekolah,” kata Bunda PAUD Morut, setelah mengikuti kolaborasi Kemendikbudristek dengan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM) dan Bunda PAUD se-Indonesia untuk mendukung Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan. Dukungan ini ditandai dengan pernyataan komitmen bersama yang dilakukan di Jakarta, Rabu (7/6).
Menurut Febriyanthi Hongkiriwang langkah ini harus diterapkan demi menyelamatkan masa depan anak-anak dan bangsa. Meski hal tersebut bukan hal yang mudah, karena selama ini banyak sekolah dan orang tua beranggapan masuk SD harus mampu Calistung.
“Ini pandangan yang keliru, harus kita luruskan, karena anak PAUD itu tidak wajib bisa Calistung, konsep belajar mereka itu bermain, bukan memaksa harus bisa,” kata Ibu dari tiga orang anak ini.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nadiem Makarim dalam sambutannya mengatakan, adanya tes Calistung saat masuk SD buruk bagi anak-anak. Namun, bukan berarti tidak boleh diajarkan di usia dini.
“Penerimaan ada tes Calistung itu keterlaluan, berarti SD lepas tangan ke PAUD, padahal itu kewajiban mereka, bukan berarti juga tidak boleh diajarkan Calistung, namun harus dengan cara menyenangkan,” kata Nadiem Makarim.
Dirjen PAUD Iwan Syahril menjelaskan, ada tiga yang menjadi perhatian dalam gerakan transisi ini. Hal yang pertama adalah mengahapuskan tes Calistung saat masuk SD, kemudian masa perkenalan selama 2 minggu, dan terakhir pembelajaran holistik fokus pada 6 pondasi anak.
Keenam pondasi anak tersebut yaitu agama dan budi pekerti, kematangan emosional, keterampilan sosial, memaknai belajar, keterampilan motorik dan kematangan kognitif. “Ini harus kita dorong ke semua SD untuk menyelesaikan masalah fundamental pendidik anak-anak,” kata Iwan Syahril.
Pernyataan Komitmen Bersama Gerakan Transisi PAUD yang Menyenangkan diikuti oleh 650 orang peserta yang terdiri dari OASE-KIM, Bunda PAUD tingkat provinsi dan kabupaten/ kota se-Indonesia, kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia, pejabat terkait dari Kementerian/ Lembaga, serta perwakilan mitra strategis pemerintah bidang pendidikan dan kebudayaan.