Parigi (antarasulteng.com) - Senja yang tak biasa selama hiruk pikuk menjalanani aktifitas keseharian, akhirnya bisa kami nikmati. 

Sekalipun Sabtu kemarin (26/8) itu adalah akhir pekan dimana lazimnya para 'budak negara' berakhir pekan bersama keluarga, tapi tidak bagi kami. 
Kesempatan usai menjalani tugas di desa berpenduduk sekitar 1.110 jiwa itu tak kami sia siakan. 

Saya dan beberapa teman kantor berkesempatan menikmati pemandangan pantai dari atas jembatan terpanjang di desa itu. Kami menunggu senja di Bajo. 

Ya, Bajo adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

 Di desa yang 96 persen warganya berprofesi sebagai nelayan itu, kami bercengkerama bersama anak anak nelayan. Tanpa diajak mereka tampaknya terbiasa membangun kearaban dengan setiap pengunjung. 

"Ayo om foto sama kami," celetuk salah seorang anak. 


Keceriaan dan kepolosan mereka sedikit mengobati rasa rindu kami kepada keluarga.

"Hampir delapan hari perjalanan ini le," kata salah satu teman yang mulai rindu anaknya. 

Tak hanya kami, jembatan yang bakal dijadikan salah satu destinasi wisata di Desa Bajo ini ramai didatangi warga untuk berselfie dan bergroupfie ria atau hanya sekedar menghabiskan waktu menikmati udara pantai. 

Desa Bajo termasuk salah satu desa yang tertinggal di Kabupaten Parigi Moutong. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan menjadikan desa ini dicanangkan sebagai salah satu kampung keluarga berencana di Kabupaten Parigi Moutong.  

Pelaksana tugas Kades Bajo, Sodik Hamzah mengatakan, desa Bajo masih membutuhkan banyak perhatian dari Pemerintah Daerah. Warga menginginkan akses jalan sepanjang 3 kilometer menuju ke desa itu dapat diperbaiki.

"Warga juga membutuhkan pembangunan abrasi pantai di dusun 3 sepanjang 800 meter, termasuk penimbunan dan pengerasan jalan di dusun 1 dan 2," kata Sodik pada acara pencanangan kampung KB di Desa Bajo, Sabtu (26/8).

Aset terbesar yang dimiliki desa itu adalah ikan cakalang. Warga berharap melalui dinas terkait dapat melatih dan mengembangkan industri rumah tangga ikan cakalang agar ada penghasilan tambahan bagi ibu ibu nelayan sambil menunggu suami mereka melaut. 


"Ikan cakalang menjadi aset terbesar desa ini, jadi kami mohon dinas terkait dapat melatih sekaligus memberikan modal usaha bagi ibu ibu nelayan di desa ini mengembangkan ikan cakalang menjadi home industri," ujar Sodik. 

Desa Bajo berada di sebelah selatan Kecamatan Bolano Lambunu, sekitar 2 km dari arah jalan Trans Sulawesi. Kehidupan Suku Bajo terbilang unik. Mereka kebanyakan membangun rumah panggung diatas laut. Karena keunikan itu menjadikan suku bajo dijuluki sebagai manusia perahu.

"Dari dulu sudah seperti inilah kehidupan kami,"ujar salah seorang bapak yang sore itu sedang mengawasi anaknya bermain di atas jembatan.   

Sumber sejarah menyebutkan, orang-orang suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di wilayah Filipina Selatan yang hidup nomaden di lautan lepas. 

Bahasa yang mereka gunakan hampir mirip dengan bahasa Tagalog di Filipina. Perjalanan di laut lepas membawa mereka masuk ke wilayah Indonesia, salah satunya di sekitar Pulau Sulawesi selama ratusan tahun lalu.

Tak terasa jam yang melingkar ditangan saya sudah menunjukan pukul 17.50 wita. Waktu kami melepas penat hampir usai. 

Beberapa anak terlihat terus bermain. Mereka meloncat  ke laut dari atas jembatan. Di salah satu rumah panggung ada ibu sedang memarut kelapa. Beberapa orang tua memakai peci bersiap hendak Masjid.


Senja di Bajo sungguh mengesankan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan umur panjang, kelak bisa kembali ke tempat ini.  *) Kepala Sub Bagian Dokumentasi dan Pelayanan Pers, Bagian Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Parigi Moutong. 

Pewarta : Jeprin S. Paudy *)
Editor : Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2024