Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan bahwa pendidikan, keislaman, dan keindonesiaan merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan dan tidak dapat dipisahkan.
“Tidak ada sekat antara menjadi Muslim yang baik dengan menjadi politisi, pendidik, atau pejuang bangsa. Justru nilai-nilai Islam mendorong keterlibatan aktif dalam mencerdaskan dan memajukan bangsa,” kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat di Auditorium Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Jakarta. Acara ini merupakan kerja sama Perpustakaan MPR RI dan Fakultas Agama Islam UHAMKA.
HNW menekankan bahwa kegiatan ini menegaskan pentingnya kolaborasi dunia parlemen dengan kampus, dunia politik dengan agama. Apalagi dalam sejarah Islam maupun sejarah Indonesia, tidak pernah ada pemisahan antara keislaman, kebangsaan, politik, dan pendidikan.
Ia mencontohkan peran tokoh-tokoh intelektual, pemuda Muslim dan Muhammadiyah sejak masa pergerakan nasional, mulai dari keterlibatan pemuda Islam dalam Sumpah Pemuda 1928, peran Kahar Mudzakkir tokoh Muhammadiyah dalam perjuangan Palestina sejak 1931, hingga kontribusi Ki Bagus Hadikusumo dalam perumusan final Pancasila pada 18 Agustus 1945.
“Di situlah letak “syahadah”sejarah, bagaimana nilai Islam justru menyelamatkan bangsa, menghadirkan solusi kebangsaan, dan menguatkan persatuan Indonesia,” ujarnya.
Dalam paparannya, HNW menegaskan bahwa pendidikan merupakan perintah pertama dalam Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh wahyu pertama Iqra’.
Pendidikan, menurutnya, tidak hanya terbatas pada ritual keagamaan, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, politik, dan kepemimpinan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Islam membuka ruang ijtihad yang luas dalam bidang muamalah, termasuk pengembangan sistem pendidikan modern, pendirian perguruan tinggi, serta penguatan fakultas-fakultas strategis seperti ekonomi, kedokteran, hukum, dan ilmu sosial-politik.
“Justru yang tidak boleh diutak-atik adalah ibadah mahdhah. Sementara pendidikan, sosial, dan politik adalah ruang kreativitas dan ijtihad yang terbuka lebar untuk memajukan dan mensejahterakan umat,bangsa dan negara” kata HNW.
Maka HNW juga mendorong kalangan kampus, untuk aktif mengawal dan memberikan masukan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Ia menekankan pentingnya memasukkan peran perguruan tinggi, pesantren, dan pendidikan agama secara utuh dalam sistem pendidikan nasional.
“Ini momentum penting agar sistem pendidikan nasional ke depan tetap berpijak pd Konstitusi yang berlaku yakni UUD NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5, sehingga Pendidikan di Indonesia tidak menghilangkan ruh keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan, tetapi malah menguatkan dan memajukannya,” tuturnya.