Palu (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah kembali membuat terobosan baru dengan memulai sebuah program pemberdayaan ekonomi bagi para penyintas bencana alam 28 September 2018 dengan menyalurkan bantuan sarana budidaya ikan air tawar berupa kolam terpal dengan teknologi bioflok semi intensif.

"Ini hanya pemantik saja, kita baru mulai sebulan terakhir ini, dan diharapkan terus berkembang di masa depan secara mandiri," kata Kepala Dinas KP Sulteng Moh Arif Latjuba di sela peninjauan paket bantuan kolam semi intensif bagi penyintas bencana di Kelurahan Nunu, Kota Palu, Rabu (15/1).

DKP Sulteng membuat dua kolam bentuk silinder dengan konstruksi anyaman besi beton berlapis terpal dengan diameter dua meter dan tinggi 150 centimeter. Satu kolam diisi dengan bibit ikan lele 1.000 ekor dan satunya lagi ikan nilai sebanyak 1.500 ekor.

Kedua kolam ini dikelola oleh satu kelompok penyintas (korban bencana) yang tinggal di hunian sementara (huntara) Kelurahan Nunu, Kota Palu, bantuan Nahdatul Ulama (NU) yang diketuai Haris.

Selain fisik kolam, DKP Sulteng juga memberikan bantuan bibik dan pakan serta pendampingan dalam teknis budidaya hingga pelaksanaan panen.

"Kita berharap dalam tiga sampai empat bulan ke depan, ikan-ikan ini sudah bisa dipanen," ujarnya dan menambahkan, bila warga mengelolanya dengan baik, maka siklus budidaya bisa mencapai tiga kali panen setiap tahun. Kadis KP Moh Arif Latjuba (kiri) berbincang dengan korban bencana alam saat meninjau budidaya ikan air tawar bantuan DKP Sulteng di Kelurahan Nunu, Kota Palu, Rabu (15/1) (ANTARA/Rolex Malaha)
Mengenai produktivitas, Arif mengatakan, kolam ikan lele dengan bibit 1.000 ekor, bisa menghasilkan sedikitnya 300 kilogram. Dengan harga jual kepada pedagang pengumpul Rp20.000, maka pendapatan kelompok bisa mencapai Rp6 juta. Kalau panen dilakukan tiga kali setahun, penghasilan kotornya Rp18 juta setiap kolam.

"Kami akan terus mendorng agar warga bisa mengembangkannya secara mandiri, tak hanya satu kolam saja sebab biaya investasi kolam relatif rencah, hanya sekitar Rp1,3 juta dan biaya pakan sekitar Rp500.000 sehingga akan sangat baik untuk peningkatan ekonomi korban bencana," ujar Arif lagi.

Ia juga mendorong Pemkot Palu, Pemkab Sigi dan Donggala untuk mengembangkan budidaya ikan air tawar dengan kolam terpal berteknologi semi intensif ini untuk mempercepat pemulihan ekonomi korban bencana yang melanda daerah ini 28 September 2018.

Untuk kabupaten lain di luar Sigi, Donggala dan Kota Palu, kata Arif, teknologi budidaya semin intensif yang murah biaya investasi ini bisa diterapkan untuk mempercepat pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdaprov Sulteng Bunga Elim Somba mengapresiasi program terobosan yang dilakukan DKP Sulteng karena hal ini memiliki dampak yang luas, selain untuk pemulihan ekonomi para korban bencana alam.

"Hasil analisis kami dari segi ekonomi, pola budidaya ini sangat menguntungkan warga tidak hanya dari sisi penghasilan, tetapi juga dalam meningkatkan konsumsi ikan untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat," ujarnya.

Di sisi lain, berkembangnya produksi dan konsumsi ikan air tawar, akan membantu pengendalian inflasi di Sulteng yang sering melonjak karena harga ikan di pasaran yang tinggi.

"Kita masih terus meningkatkan sosialisasi agar masyarakat Sulteng, khususnya di Kota Palu ini, semakin suka mengonsumsi ikan air tawar, tidak bergantung pada ikan laut saja," ujarnya.
 


 

Pewarta : Rolex Malaha
Editor : Adha Nadjemudin
Copyright © ANTARA 2024