Sulteng Jadi Percontohan Tambak Udang Supra Intensif

id tambak, udang

Sulteng Jadi Percontohan Tambak Udang Supra Intensif

Hasanuddin Atjo berpose di depan tambaknya di Barru, Sulsel, Minggu (2/9) beberapa saat sebelum panen udang vanamei yang menghasilkan 10,4 ton pada areal 1000 meter persegi. (ANTARANews/Rolex Malaha)

Mulai 2014, kami akan membangun tambak udang vaname yang akan dikelola dengan sistem supra intensif yang mendapat dukungan pemerintah pusat
Palu, (antarasulteng.com) - Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan mandat kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah untuk menerapkan teknologi sistem budi daya supra intensif udang vaname sebagai percontohan nasional.

"Mulai 2014, kami akan membangun tambak udang vaname yang akan dikelola dengan sistem supra intensif yang mendapat dukungan pemerintah pusat," kata Kepala Dinas KP Sulawesi Tengah Hasanuddin Atjo di Palu, Minggu.

Mandat dan kepercayaan ini, kata Hasanuddin, diberikan terkait keberhasilan daerah ini yang secara mandiri mengembangkan sistem budidaya udang supra intensif instalasi air payau di UPTD Perbenihan desa Kampal, kabupaten Parigi Moutong pada 2013.

Ia menjelaskan, pada uji coba di kolam berdiameter 78,5 meter persegi di desa Kampal itu, berhasil dipanen di sebanyak 1.036 kg atau kalau dikonversi ke dalam satuan hektare menjadi 131 ton udang per ha dalam waktu budi daya kurang lebih 100 hari.

Menurut Hasanuddin, ujicoba ini dilakukan pada dua buah kolam silinder, masing masing berdiameter 10 meter dan mempunyai luasan 78,5 m2. Ketinggian konstruksi kolam sekitar 3 m, namun ketinggian air selama masa pemeliharaan sekitar 2,7 m.

Benih udang vaname yang ditebar pada masing-masing kolam sebanyak 114.000 ribu ekor. Jumlah penebaran ini cukup padat, berkisar 1.452 ekor/ m2 atau 538 ekor/m3.

Tambak ini menggunakan penyedot sedimen di tengah tambak (dentral drain) untuk mereduksi bahan organik dari pakan udang, sedangkan untuk menambah pasokan oksigen digunakan sebuah buah `root blower` berkapasitas 5 HP (horse power). Pasokan udara dari `root blower` sebagian digunakan untuk sistem aerasi dan sebagian digunakan untuk `air lift` yakni sebuah teknik penggunaan aerasi untuk menciptakan pusaran air.

"Suplai oksigen yang selalu cukup serta bahan organik yang terus diminimalkan menyebabkan udang dapat bertumbuh baik sekalipun dengan kepadatan tinggi," katanya menjelaskan.

Tambak ini juga menggunakan alat pendistribusi pakan otomatis (automatic feeder) dan menerapkan aplikasi probiotik.

Panen pun dilakukan secara aprsial sebanyak tiga kali. Panen parsial ke-1 dilakukan saat usia budidaya sekitar 73 hari. Saat itu dipanen udang sejumlah 650,4 kg size 132 (132 ekor per kg). Panen parsial ke-2 saat usia budidaya 88 hari, menghasilkan udang sebanyak 536,8 kg dan panen terakhir saat usia budidaya 108 hari dengan size 54 menghasilkan 879,1 kg.

"Total panen keseluruhan berjumlah 2.066,3 kg pada areal seluas 157 m2. Artinya, jika dihitung secara total, maka produktivitasnya sebesar 13,16 kg/m2. Ini melampaui hasil penelitian di Mexico yang hanya 11 kg/m2," ungkap Hasanuddin.

Ia berharap, dengan dukungan Ditjen Perikanan Budidaya KKP, sistem budidaya supra intensif ini akan lebih intensif lagi dilakukan mulai 2014.

Pada 2013 ini, Dinas KP Sulteng sedang membangun sebuah tambak percontohan baru di Desa Mamboro memanfaatkan dana APBD Sulteng yang diharapkan mulai memasuki tahap budidaya pada akhir 2013.

Hasanuddin Atjo yang juga Ketua Shrimp Club Indnesia (SCI) wilayah timur Indonesia itu mengakui bahwa Sulteng saat ini belum tercatat sebagai penghasil udang penting di Indonesia, namun daerah ini memiliki potensi yang sangat besar di sektor perudangan.

"Bila tercipta iklim yang kondusif untuk berinvestasi, maka ke depan Sulteng paling tidak bisa memproduksi udang sebanyak 200 ribu ton setahun dengan nilai 1,6 miliar dolar AS atau Rp16 triliun dan mampu menyerap tenaga kerja sampai 80 ribu jiwa," ujarnya.(SKD)