STIK Widya Nusantara Palu Wisuda Sarjana

id wisuda

STIK Widya Nusantara Palu Wisuda Sarjana

Ketua Yayasan STIK Widya Nusantara Pesta Cory, Dipl.Mw.MKes (kedua kanan), Ketua PPNI Sulteng Fajrillah, S.Kep.MM.Kes, (kanan), pakar Kebidanan Unhas Dr Werni Nontji, S.Kep.M.Kep (kiri) dan wisudawati Doris Tandumay, S.Kep. (antarasulteng.com/rolex malaha)

Jangan sampai ada perguruan tinggi hanya bisa kasi ijazah tanpa melalui proses pendidikan dan pembejalaran yang berkualitas."
Palu (antarasulteng.com) - Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Widya Nusantara Palu, menggelar wisuda sarjana angkatan II meliputi 120 wisudawan program sarjana keperawatan dan ahli madya kebidanan di Hotel Swissbell Palu, Senin.

Wisuda sarjana ini mendapat apresiasi dari Sekretaris Kopertis IX DR H. Ibrahim yang menyebutkan bahwa dengan usia tujuh tahun (STIK Widya Nusantara beroperasi mulai 2008), perguruan tinggi ini sudah dua kali melakukan wisuda dengan jumlah alumni saat ini 400 orang lebih.

Hadir pada acara tersebut Kepala Dinas Kesehatan Sulteng dr. Anshayari, Ketua PPNI Sulteng Fajrillah Malonada S.Kep.Ns,MKep, dan Pakar Kebidanan dari Universitas Hasanuddin Makassar Dr Dra Werni Nontji, S.Kep, MKep sekaligus memberikan orasi ilmiah berjudul peran bidan dan perawat dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.

Sekretaris Kopertis Wilayah IX Sulawesi Dr H. Ibrahim meminta seluruh perguruan tinggi bidang kesehatan di wilayahnya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi mahasiswa karena sangat penting dalam menghadapi berlakunya Asean Economic Community (AEC) pada 2015.

"Jangan sampai ada perguruan tinggi hanya bisa kasi ijazah tanpa melalui proses pendidikan dan pembejalaran yang berkualitas, karena kalau begitu, kita pasti kalah bersaing dalam AEC nanti," katanya pada wisuda yang dipimpin Ketua STIK Widya Nusantara Dr Tigor Situmorang, MH.MKes itu.

Menurut dia, saat AEC diberlakukan pada 2015, Indonesia dipastikan akan dibanjiri tenaga-tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi tinggi dari negara tetangga Asean.

Seharusnya, ujar Ibrahim, Indonesia juga harus bisa memasuki negara-negara tetangga itu dengan para bidan dan perawat yang berkompeten.

Namun, katanya, dewasa ini tersiar khabar bahwa ada sekitar 800 perawat dan bidan asal Indonesia di Arab Saudi yang akan dikembalikan karena tidak memenuhi persyaratan untuk bekerja di negara itu.

"Ini memprihatinkan kita. Perguruan tinggi ilmu kesehatan harus meningkatkan mutunya agar hal seperti ini tidak terulang lagi," katanya.

Menurut Ibrahim, perguruan tinggi di berbagai negara di Asean dewasa ini sudah mewajibkan mahasiswanya untuk belajar bahasa Indonesia agar bisa memasuki pasar kerja Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan penduduk terbesar di ASEAN.

"Ini tantangan bagi pergurun tinggi ilmu kesehatan untuk meningkatkan kualitas akademiknya dan juga para mahasiswa untuk meningkatkan kompetensinya," ujarya.

Kepala Dinas Kesehatan Sulteng dr Anshayari mengemukakan bahwa para lulusan Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan (STIK) reguler bidang keperawatan belum bisa melaksanakan tugas profesi keperawatan sebelum memiliki surat tanda resgister (STR).

"Untuk memperoleh STR ini, para sarjana keperawatan harus melanjutkan pendidikan pada program pendidikan ners," ujarnya.

Sementara pakar kebidanan dari Universitas Hasanuddin Makassar Dr. Dra Werna Nontji, S.Kp.M.Kes dalam orasi ilmiahnya menegaskan bahwa sekolah tinggi ilmu kesehatan bersama para lulusannya memiliki tanggung jawab moral dan profesi untuk membantu Indonesia mencapai program-program millenium development goals (MDGs) pada 2015, terutama dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Saat ini, katanya angka kematian ibu melahirkan masih mencapai 118 per 100.000 kelahiran hidup dan harus diturunkan menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015, sedangkan angka kematian bayi harus turun dari 24 menjadi 23/1000 kelahiran hidup. (I006)