Anas Bantah Pernyataan Nazaruddin

id anas

Anas Bantah Pernyataan Nazaruddin

Anas Urbaningrum (antaranews)

Saya tidak pernah tahu, tidak pernah meminta, tidak pernah menerima uang Hambalang

Jakarta, (antarasulteng.com) - Mantan Ketua Umum Partai Demorkat Anas Urbaningrum membantah pernyataan mantan bendahara umum partai tersebut Muhammad Nazaruddin terkait proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang
"Saya tidak pernah dan tidak tahu mengenai pengurusan izin tanah Hambalang melalui Ignatius Mulyono," kata Anas Urbaningrum dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

Anas menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar.

Sebelumnya, Nazaruddin berulang kali mengatakan bahwa Anas selaku ketua fraksi Partai Demokrat saat itu memerintahkan Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II DPR dari fraksi Demokrat yang mitra kerjanya Badan Pertanahan Nasional untuk mengurus pengurusan hak pakai tanah untuk pembangunan P3SON Hambalang.

"Saya ceritakan, kira-kira sekitar Desember atau November 2009 saudara Nazar menyampaikan ke saya bahwa Pak Ignatius Mulyono mau bertemu saya, saat itu saya sedang ngobrol-ngobrol ada Pak Saan (Mustofa), Almarhum Adji Massaid, staf saya Rahmat, kami ngobrol soal kasus Bank Century karena sebagai ketua fraksi saya punya tugas berat bagaimana mengantisipasi pansus Bank Century. Di tengah pembicaraan, saudara Nazaruddin masuk menyampaikan Pak Ignatius Mulyono mau bertemu," jelas Anas.

Anas selanjutnya menjelaskan sekitar 40 menit kemudian Ignatius datang bersama dengan Nazaruddin, namun Ignatius hanya menyampaikabn programnya sebagai ketua badan legislasi.

"Tetapi yang saya ingat, di tengah itu saudara Nazarudin mengatakan, saya agak lupa persisnya Pak Mulyono ada urusan Kemenpora di BPN tolong dibantu, itu adalah pembicaraan Nazaruddin kepada Pak Ignatius Mulyono, saya tidak tahu konteks persisnya karena tidak menyebut masalah sertifikat, atau tanah atau Hambalang sama sekali," tutur Anas. Selanjutnya, menurut Anas, Nazaruddin dan Ignatius pergi sehingga Anas tidak tahu pembicaraan keduanya.

"Saya juga tidak pernah menerima sertifikat tanah Hambalang karena tidak pernah memerintahkan untuk mengurus tanah Hambalang," tambah Anas, meski Ignatius dalam kesaksiannya mengatakan bahwa ia diperintahkan oleh Anas dan menyerahkan sertifikat tanah Hambalang kepada Anas.

Namun Anas mengakui pernah berada dalam satu tim kerja bersama dengan mantan Ketua BPN Joyo Winoto.

"Pernah saat 2008 di Istana Cipanas, diundang Pak SBY untuk persiapan 2009 untuk pemilu," ungkap Anas.

Anas juga membantah menerima uang Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonannya sebagai ketua umum dalam kongres Demokrat 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010 dari PT Adhi Karya.

"Saya tidak pernah tahu, tidak pernah meminta, tidak pernah menerima uang Hambalang," tegas Anas.

Ia bahkan mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Deddy Kusdinar selaku pejabat pembuat komitmen proyek Hambalang, padahal dalam surat dakwaan disebutkan bahwa direktur PT Dutasari Citralaras Mahfud Suroso yang merupakan mantan rekan kerja istri Anas, Attiyah Laila, bertemu dengan Anas dan Nazaruddin untuk meminta Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang karena sudah menjadi jatah PT Adhi Karya.

"Saya baru tahu belakangan dari pemberitaan kalau dia (Mahfud) diproses hukum KPK," tambah Anas yang sudah sekitar dua minggu menjadi tahanan KPK itu.

Dalam perkara ini, Deddy sebagai PPK disangkakan oleh KPK mendapatkan uang Rp1,4 miliar dari total anggaran Rp2,5 triliun. Uang juga mengalir ke pihak-pihak lain antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum mendapatkan Rp2,21 miliar.

Deddy Kusdinar didakwakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar.(skd)

Pewarta :
Editor : Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.