KPK panggil adik ipar mantan Sekretaris MA NHD

id NURHADI, RAHMAT SANTOSO, REZKY HERBIYONO, HIENDRA SOENJOTO, MAHKAMAH AGUNG

KPK panggil  adik ipar mantan Sekretaris MA NHD

Advokat Rahmat Santoso yang juga adik ipar mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4-3-2020). ANTARA/Benardy Ferdiansyah

Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, memanggil advokat Rahmat Santoso yang juga adik ipar mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada tahun 2011—2016.

"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Selain Rahmat, KPK juga memanggil enam saksi lainnya untuk Nurhadi, yakni Onggang selaku pengacara, Syamsul Maarif selaku dosen, karyawan swasta Calvin Pratama, wiraswasta Yoga Dwi Hartiar, dan dua PNS Panji Widagdo dan Sudrajad Dimyati.

Diketahui, saksi Rahmat sebelumnya pernah diperiksa KPK pada hari Rabu (4/3) sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS). Saat itu, Rahmat dicecar soal aliran uang yang diterima Nurhadi dalam kasus tersebut.

KPK juga sempat menggeledah kantor advokat Rahmat Santoso and Partner di Surabaya, Selasa (25/2). Kala itu, tim KPK mengamankan beberapa dokumen dan alat komunikasi yang terkait dengan kasus tersebut.

KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait dengan kasus tersebut pada tanggal 16 Desember 2019.

Selain Nurhadi dan Hiendra, KPK juga telah menetapkan Rezky Herbiyono (RHE), menantu Nurhadi atau swasta sebagai tersangka.

Diketahui, tiga tersangka tersebut telah dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020.

Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky, telah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6). Sementara itu, tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar.

Dengan demikian, akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.