Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk memperkuat ekonomi perlu langkah reformasi struktural karena tidak cukup mengandalkan APBN dan kebijakan moneter.
"PR (pekerjaan rumah) terbesar dari ekonomi adalah reformasi struktural karena tidak mungkin mengelola ekonomi hanya tergantung kebijakan makro, fiskal moneter saja," kata Sri Mulyani dalam webinar Simposium Nasional Keuangan Negara (SNKN) di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pemerintah tidak hanya bisa mengandalkan pelebaran defisit fiskal, menaikkan belanja atau memberikan insentif pajak.
Begitu juga, bank sentral yang juga menurunkan suku bunga acuan hingga menambah likuiditas perbankan.
Perbaikan di sektor riil, kata dia, juga perlu dilakukan karena merupakan fondasi dari struktur ekonomi.
Apalagi, lanjut dia, dengan demografi Indonesia yang besar dan penduduk berusia muda yang besar, tapi di sisi lain pencari kerja meningkat apalagi dengan COVID-19 menambah angka pengangguran.
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah harus fokus menciptakan kesempatan kerja sekaligus memastikan lingkungan untuk berusaha juga harus baik.
"Ini tidak berarti kita berpihak kapitalis dan tidak berpihak pada rakyat. Sama-sama, karena sama kebutuhannya, bagaimana lingkungan berusaha sedangkan rakyat bisa berusaha dengan murah, mudah, dan pasti," imbuhnya.
Salah satu langkah yang dilakukan, kata dia, melalui Ominbus Law Cipta Kerja untuk menjawab tantangan ekonomi terutama dalam pemulihan pandemi COVID-19.
Menghadapi situasi serba luar biasa seperti pandemi itu, lanjut dia, pemerintah menggunakan APBN sebagai instrumen untuk mencapai tujuan bernegara yakni masyarakat yang adil, sejahtera dan berkesinambungan.
Namun, APBN juga perlu dijaga kesehatannya bertahap agar tetap menjadi solusi, bukan malah menjadi sumber masalah.
Caranya, kata dia, secara bertahap menurunkan defisit APBN yang timbul akibat pengeluaran pemerintah dalam menangani pandemi.
"Tidak selalu dalam kecepatan yang sifatnya tiba-tiba karena kalau APBN langsung disehatkan maka ekonomi mungkin akan rapuh kembali, inilah yang selalu dicarikan formulasi bagaimana bertahap konsolidasi dan penyehatan, sementara ekonomi diperkuat," katanya.
Berita Terkait
Pengamat: Revisi Permen PLTS Atap kurangi beban fiskal negara
Kamis, 29 Februari 2024 12:26 Wib
Indonesia butuh gebrakan untuk pertumbuhan UMKM
Jumat, 16 Februari 2024 7:33 Wib
Pengamat: Penguatan pertahanan harus sesuai dengan kapasitas fiskal
Senin, 8 Januari 2024 13:55 Wib
DJPb: Sulteng berkontribusi 1,71 persen terhadap ekonomian nasional
Rabu, 6 Desember 2023 19:18 Wib
Pemerintah gelontorkan Rp3,7 triliun buat insentif rumah 2023 dan 2024
Jumat, 1 Desember 2023 8:24 Wib
Pemkab Banggai terima insentif fiskal Rp9,9 miliar dari Kemenkeu
Senin, 6 November 2023 15:51 Wib
Rusdy Mastura: Negeri seribu megalit upaya tingkatkan fiskal daerah
Senin, 9 Oktober 2023 18:29 Wib
Pemprov Sulteng pacu peningkatan fiskal daerah
Sabtu, 9 September 2023 15:49 Wib