Menyongsong keketuaan Indonesia di G20

id Presiden Jokowi menerima presidensi G20, Presidensi G20

Menyongsong keketuaan Indonesia  di G20

Presiden Joko Widodo (duduk kiri) menerima keketuaan atau Presidensi KTT G20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kedua kanan) pada sesi penutupan KTT G20 di Roma, Italia, Minggu (31/10/2021). Presidensi KTT G20 ini merupakan yang pertama bagi Indonesia dan akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. ANTARA FOTO/Biro Pers Media Kepresidenan/Laily Rachev/Handout/rwa.

Jakarta (ANTARA) - Indonesia secara resmi telah menerima estafet keketuaan atau Presidensi KTT G20 pada 31 Oktober 2021 lalu, di Roma, Italia.

Indonesia untuk pertama kalinya akan menjadi ketua G20 yang merupakan forum global beranggotakan negara-negara penyumbang 80 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, mulai 1 Desember 2021 hingga November 2022.

Presiden RI Joko Widodo menjelaskan bahwa keketuaan Indonesia dalam G20 akan mendorong upaya bersama bagi pemulihan ekonomi dunia dengan tema besar Recover Together, Recover Stronger.

Pertumbuhan yang inklusif, people-centered, serta ramah lingkungan dan berkelanjutan, menjadi komitmen utama kepemimpinan Indonesia dalam G20.

Presiden Jokowi mengemukakan upaya tersebut harus dilakukan dengan cara luar biasa, terutama melalui kolaborasi dunia yang lebih kokoh, dan inovasi yang tiada henti.

Menurut Presiden Jokowi, G20 harus menjadi motor pengembangan ekosistem yang mendorong kolaborasi dan inovasi ini, sehingga hal tersebut harus terus diperdalam pada pertemuan-pertemuan ke depan.

Indonesia sebagai negara berkembang pertama yang menjadi Presidensi G20, tentu memiliki posisi strategis. Posisi tersebut harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan nasional.

Sebagaimana telah diutarakan Presiden Jokowi, dengan menjadi Presidensi G20, Indonesia akan duduk setara dengan negara-negara maju. Indonesia harus berupaya mendongkrak dan memanfaatkan posisi tersebut untuk kepentingan nasional.

Presiden Jokowi menyampaikan selama sepekan dari akhir Oktober hingga awal November 2021 dirinya menghadiri KTT G20 di Roma, kemudian menghadiri KTT perubahan iklim COP26 di Glasgow, dan bertandang ke UEA untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara sahabat, banyak sekali permintaan bilateral dari pemimpin negara-negara sahabat, dan banyak di antaranya adalah negara-negara besar.



Hal tersebut menunjukkan bahwa keketuaan G20 oleh Indonesia sangat dihargai sekaligus menjadi perhatian negara-negara lain.

Presiden Jokowi mengatakan sebuah kehormatan Indonesia untuk menjadi presidensi atau keketuaan G20. Dia mengatakan penyelenggaraan KTT G20 di bawah presidensi Indonesia akan dilakukan di Pulau Bali, dan juga di kota-kota lain selain Bali.

Selama keketuaan Indonesia di G20, sedikitnya akan ada kurang lebih 150-an pertemuan-pertemuan baik urusan keuangan, urusan iklim, urusan digital ekonomi yang semuanya diselenggarakan di Indonesia.

Pemerintah memperkirakan beberapa manfaat langsung yang dapat dicapai jika pertemuan KTT G20 dilaksanakan secara fisik, yakni peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp7,4 triliun, pelibatan UMKM dan penyerapan 33 ribu tenaga kerja di berbagai sektor.

Presiden Jokowi menekankan Indonesia sebagai negara besar dengan sejarah besar, ingin betul-betul memanfaatkan momentum keketuaan G20 untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan dunia dalam rangka apapun.

Presiden Jokowi mengatakan Indonesia akan memanfaatkan peran sebagai Presidensi G20 untuk berkontribusi pada upaya pemerataan kemakmuran dunia, yang lebih merata, lebih adil, dan lebih inklusif.

Presiden Jokowi juga mengatakan kemakmuran dunia harus lebih adil dan inklusif. G20 harus berperan untuk membentuk dunia yang tangguh terhadap krisis serta kuat menghadapi dampak-dampak perubahan iklim.

Selain itu, kata Presiden Jokowi, sebagai negara Muslim terbesar di dunia dengan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia mampu menjadi rujukan bagi dunia, mengenai Islam yang berkemajuan, dan Islam yang wasathiyah yang diperjuangkan perserikatan Muhammadiyah.

Indonesia dapat belajar kepada negara-negara pendahulu yang memegang presidensi G20, termasuk kepada Italia yang baru saja melepas keketuaannya, mengenai manfaat apa saja yang dapat dioptimalkan negara-negara tersebut dalam posisinya memegang keketuaan G20.



Komitmen Indonesia
Presiden Jokowi menjelaskan Indonesia berkomitmen untuk bekerja bagi kepentingan masyarakat global saat memegang kepemimpinan G20.

Indonesia akan berupaya agar G20 bekerja untuk kepentingan semua, baik untuk negara maju dan berkembang, negara di belahan utara dan selatan, negara besar dan kecil, negara kecil di Pasifik, serta kelompok rentan yang harus diprioritaskan.

Presiden Jokowi mengungkapkan selain inklusivitas, Indonesia juga menaruh perhatian pada ekonomi hijau dan berkelanjutan.

Sebagaimana diketahui Indonesia memiliki posisi strategis dalam isu perubahan iklim. Sepanjang 2020 Indonesia telah berhasil menurunkan kebakaran hutan 82 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Laju deforestasi juga turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir.

Indonesia juga akan menyampaikan harapan dan dukungan terhadap multilateralisme yang efektif dengan kerja dan hasil yang konkret.

Guna memastikan seluruh pertemuan G20 berlangsung lancar berkesinambungan, presidensi tahun berjalan beserta presidensi tahun sebelum dan presidensi selanjutnya (Indonesia, Italia dan Saudi Arabia), yang disebut "Troika" akan berkoordinasi secara intensif terhadap seluruh agenda prioritas G20.

Di sisi lain KTT G20 di Indonesia pada 2022 dapat menjadi sarana unjuk diri mengenai kemampuan bangsa dalam berbagai hal, salah satunya dalam upaya mengendalikan pandemi COVID-19 dan memulihkan ekonomi.

Presiden Jokowi, seusai meninjau lokasi KTT G20 2022 di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu mengatakan Indonesia harus memberi pelayanan dan penampilan yang terbaik sebagai pemegang Presidensi G20 pada 2022.

Presiden Jokowi menjelaskan Indonesia juga akan menampilkan berbagai kemajuan yang telah dicapai, dalam rangkaian perhelatan KTT G20 pada 2022.

Selain itu, sebagai negara majemuk, Indonesia juga akan menampilkan langgam kekayaan budaya bangsa.


Peran lintas sektor
Keketuaan Indonesia di G20 memerlukan peran serta berbagai pihak dari berbagai sektor, baik itu pemerintah pusat dan daerah, partai politik, pihak swasta, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan rakyat.

Dari sisi birokrasi, koordinasi pemerintah pusat dan daerah mutlak diperlukan guna menjamin kesuksesan keketuaan Indonesia di G20. Semua daerah berhak mengambil peluang atas Presidensi Indonesia di G20, namun tetap harus terkoordinasi dalam komando pemerintah pusat.

Di sisi politis, dukungan dan peran partai politik diperlukan untuk membantu pemerintah mengoptimalkan keketuaan G20 demi kepentingan nasional. Partai politik dapat berkoordinasi dengan pemerintah terkait hal-hal yang dapat dilakukan, atau minimum menjaga setiap kadernya agar tidak membuat gaduh pemberitaan selama keketuaan Indonesia di G20.

Sedangkan perusahaan swasta dan BUMN, bisa ikut mengambil peluang dari posisi Indonesia di G20, baik peluang investasi, peluang kerja sama dan lain sebagainya. Semua peluang itu harus sudah diukur sejak dini, sehingga pada Desember 2021 nanti ketika agenda G20 mulai dilaksanakan, semuanya sudah dapat mulai bekerja menyasar peluang tersebut.

Adapun Menteri BUMN Erick Thohir telah menyampaikan dirinya bersama perusahaan-perusahaan BUMN akan membuat kegiatan dalam perhelatan G20 tahun depan.

Kegiatan itu digelar sebagai upaya melakukan tolok ukur dengan negara lain, guna mengetahui kelemahan dan kekuatan BUMN.

Terakhir, seluruh rakyat Indonesia juga dapat berkontribusi dalam hal apapun atau justru turut mengambil peluang dalam keketuaan Indonesia di G20, dari sisi ekonomi, hingga seni dan budaya. Pemerintah juga perlu terus menjelaskan kepada masyarakat melalui berbagai saluran yang ada, tentang betapa penting dan strategisnya posisi keketuaan Indonesia di KTT G20.