Melihat secara dekat "kota hantu" Aghdam

id aghdam,azerbaijan,perang karabakh,kota hantu,armenia

Melihat secara dekat "kota hantu" Aghdam

Reruntuhan bangunan di salah satu sudut distrik Aghdam, Azerbaijan, Sabtu (4/3/2023). Perang Karabakh Pertama yang terjadi pada 1988-1994 memaksa ratusan ribu penduduk Aghdam mengungsi ke wilayah yang lebih aman. ANTARA/ Azis Kurmala)

Baku (ANTARA) - Jauh dari hiruk-pikuk suasana Ibu Kota Azerbaijan, Baku, puing-puing bangunan di Aghdam ringkih berdiri, letih menjadi saksi sejarah dari konflik antara Azerbaijan dan Armenia.

Dinding-dinding bangunan banyak yang bolong-bolong, tak beratap, bahkan nyaris runtuh serta terlihat kusam dimakan usia.

Deretan bangkai mobil tua yang hancur, onggokan reruntuhan dinding, dan tumpukan pasir dapat ditemukan di berbagai sudut kota yang dulu dikenal sebagai salah satu distrik terbesar dan terindah di Azerbaijan.

Akibat konflik, keindahan kota bernama Aghdam yang berarti istana kecil dalam Bahasa Turki kuno tak berbekas.

Distrik yang memiliki luas kurang lebih 1.154 km2 itu kini tidak berpenghuni, sepi, dan sunyi.

Distrik tersebut terpaksa ditinggalkan penghuninya karena agresi militer yang dilakukan Armenia setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991.

Sebelum pendudukan oleh Armenia, industri berat, makanan ringan, serta pertanian dikembangkan di Aghdam.

Aghdam terlibat dalam perang Karabakh pertama yang pecah pada 1988, menurut Penasihat Senior pada Perwakilan Khusus Presiden Azerbaijan di bagian Wilayah Ekonomi Karabakh yang dibebaskan Araz N. Imanov saat ditemui ANTARA di Aghdam, Azerbaijan, beberapa waktu lalu.

Perang berdarah itu berlangsung hingga gencatan senjata pada tahun 1994 dan membuat Armenia menduduki 20 persen wilayah Azerbaijan. Lebih dari 30.000 orang Azerbaijan terbunuh, satu juta lainnya diusir dari tanah tersebut.

Pasukan Armenia menduduki sebagian besar distrik Aghdam, termasuk kota dan 89 desa, yang mencakup sekitar 73 persen wilayah distrik tersebut, pada 23 Juli 1993.

Area pendudukan diratakan dengan tanah. Sejumlah kecil desa di Distrik Aghdam tetap berada di bawah kendali Azerbaijan setelah pendudukan Armenia, ujar Imanov.

Selama 5 tahun pertempuran berdarah untuk mempertahankan Aghdam, sebanyak 5.897 orang tewas, 3.531 menjadi cacat, dan 1.871 anak menjadi yatim piatu.

Ribuan orang menjadi cacat fisik, lebih dari 126 ribu (1993) warga Aghdam mengungsi dari tanah airnya.

Pada 29 Juli 1993, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi 853, berdasarkan laporan Mario Rafaelli, mantan Ketua OSCE Minsk Group.

Resolusi itu mengutuk pendudukan Aghdam, menyerukan penarikan pasukan pendudukan segera, lengkap, dan tanpa syarat dari daerah tersebut dan untuk kembalinya pengungsi ke rumah mereka

Imanov mengatakan sebagian besar monumen yang ditinggalkan di wilayah pendudukan ini telah hancur seluruhnya atau sebagian

Museum telah dijarah, monumen dan artefak dicuri dan diangkut ke tempat lain.

Beberapa museum yang hancur, antara lain, Museum Roti, Museum Sejarah dan Geografi, Museum Pemain tar terkenal Gurban Pirimov, dan Galeri Seni.

Masjid Juma, lanjut Imanov, sebuah monumen arsitektur dan keagamaan kuno di pusat kota Aghdam–satu-satunya masjid di distrik ini– juga mengalami kerusakan parah.

Ia mengatakan langit-langit hancur dan prasasti dinding terhapus seluruhnya di Masjid Juma.

Karena vandalisme Armenia pada tahun 2008, majalah Lonely Planet menyebut Aghdam sebagai "Hiroshima Kaukasus", kata dia.

Imanov juga mengatakan bahwa puluhan kuburan di distrik Aghdam tak luput dari kehancuran. Batu nisan dihancurkan dengan palu atau benda serupa lainnya. Kuburan digali untuk mencari gigi emas dari jasad-jasad yang sudah dikubur.

Sambil berjalan melewati salah satu kuburan di Aghdam, ia mengungkapkan seluruh kuburan dibakar sebelum mereka (orang Armenia) pergi.

Mereka menggali di dalam kuburan, mengambil tulang-tulangnya. Ini adalah nisan lain di sini, hancur total. Inilah yang mereka lakukan. Mereka membakarnya sebelum pergi. Mereka membakar seluruh kuburan. Mereka juga membakar hutan dan bangunan. Ini adalah contoh dari apa yang telah mereka lakukan terhadap semua kuburan Azerbaijan di wilayah Karabakh, ujar Imanov.

Batu nisan bahkan digunakan untuk membangun tangga rumah orang Armenia.

Tak hanya di Aghdam, puluhan kuburan di distrik Fuzuli, Zangilan, Kalbajar, dan Jabrayil juga dihancurkan oleh separatis Armenia.

Sambil menahan air mata, Imanov bercerita bahwa kuburan kakeknya yang berada di distrik Fuzuli dibakar, dirusak, dan digali. Tak ada tulang-tulang mendiang kakeknya yang tersisa. Semuanya hancur tak berbekas.

Ia mengatakan penghancuran kuburan Azerbaijan dikonfirmasi oleh ribuan foto yang diambil oleh foto jurnalis atau pengamat asing.

Petugas sedang membersihkan sekitar jalanan Aghdam, Azerbaijan, dari ranjau, Sabtu (4/3/2023). Setelah Perang Karabakh Kedua berakhir, pemerintah Azerbaijan memulai operasi pembersihan kawasan dari ranjau secara ekstensif di tanah yang pernah diduduki. ANTARA/Azis Kurmala

Kembali ke pangkuan Azerbaijan

Setelah puluhan tahun Aghdam diduduki oleh Armenia, kota yang memiliki makna "rumah putih" itu akhirnya kembali ke pangkuan Azerbaijan.

Pendudukan Aghdam berakhir setelah 27 tahun sebagai akibat dari perang selama 6 minggu antara Armenia dan Azerbaijan pada tahun 2020.

Pada 27 September 2020, konflik puluhan tahun antara kedua negara meningkat setelah pasukan Armenia yang dikerahkan di tanah Azerbaijan yang diduduki menembaki posisi militer dan permukiman sipil Azerbaijan.

Imanov mengatakan selama operasi serangan balik yang berlangsung selama 44 hari, pasukan Azerbaijan membebaskan lebih dari 300 permukiman, termasuk kota Jabrayil, Fuzuli, Zangilan, Gubadli, dan Shusha, dari pendudukan ilegal Armenia selama hampir 30 tahun.

Perang Karabakh Kedua berakhir dengan perjanjian perdamaian trilateral antara Rusia, Azerbaijan, dan Armenia yang ditandatangani pada 10 November 2020,

Berdasarkan perjanjian tersebut, Armenia juga mengembalikan distrik Aghdam, Kalbajar, dan Lachin yang diduduki ke Azerbaijan. Aghdam adalah distrik Azerbaijan pertama yang dibebaskan pascaperang yang ditetapkan oleh dokumen tersebut.

Tak lama setelah perang, Imanov mengatakan pemerintah Azerbaijan memulai operasi pembersihan kawasan dari ranjau secara ekstensif di tanah yang pernah diduduki.

Operasi ranjau, bagaimanapun, menghadapi banyak tantangan karena penolakan Armenia untuk menyerahkan peta wilayah di mana ranjau darat berada.

Awal 2021, Armenia menyerahkan beberapa peta ladang ranjau dari distrik Aghdam, Fuzuli, dan Zangilan yang pernah diduduki.

Peta tersebut diharapkan membantu mengidentifikasi koordinat dari total 189.000 ranjau anti-tank dan anti-personel.

Imanov mengatakan Azerbaijan saat ini masih membersihkan kawasan dari ranjau darat yang ditanam oleh Armenia.

Setelah semua ranjau darat berhasil diangkat maka rakyat Azerbaijan, yang dulunya terusir dari tanah kelahiran mereka akibat agresi militer Armenia, dapat kembali pulang.

Saat ini mereka yang terusir dari tanah kelahiran mereka akibat Perang Karabakh Pertama tinggal di sekitar kota Baku, Ganja, maupun Sumqayit.

Ia mengatakan pihaknya membutuhkan bantuan, baik itu keuangan maupun teknologi dari semua pihak, baik itu negara maupun lembaga internasional untuk mendukung program pembersihan ratusan ribu ranjau darat.

Pembangunan

Imanov mengatakan pemerintah saat ini sedang melakukan pekerjaan rekonstruksi dan restorasi skala besar di distrik Aghdam, Fuzuli, Shusha, dan lainnya.

Presiden Aliyev melakukan terobosan untuk membangun jalan raya baru dan bangunan tempat tinggal “pintar” yang pertama.

Sebanyak 1.750 rumah dan 23.000 apartemen kabarnya akan dibangun di Aghdam. Tujuh puluh persen penduduk kota akan tinggal di gedung apartemen, dan 30 persen sisanya di rumah pribadi.

Museum Roti Aghdam, yang terkenal di dunia dan sekolah tertua di wilayah Karabakh, diluncurkan pada tahun 1883 dan dihancurkan selama pendudukan, juga akan dihidupkan kembali.

Pusat kota akan dibangun kembali sejalan dengan arsitektur tradisional Kota Karabakh.

Juga akan ada stadion sepak bola, gedung kota, teater, gedung konser, dan Universitas Karabakh.

Sebuah taman dengan museum peringatan untuk menghormati kemenangan dalam Perang Patriotik dan ruang konser terbuka juga akan beroperasi di kota.

Imanov mengatakan saat ini sudah berdiri megah Aghdam Conference Center yang dibangun hanya dalam waktu kurang dari 2 bulan.

Pusat Konferensi Ahdam adalah sentral konferensi pertama dan satu-satunya di Karabakh, yang memiliki luas 1.400 m2.

Pusat Konferensi Ahdam menawarkan berbagai pilihan untuk konferensi, seminar, pertemuan bisnis, konser, dan beberapa acara lainnya.

Di Fuzuli, lanjut dia, juga sudah berdiri Bandara Bandara Internasional Fuzuli.

Bandara Internasional Fuzuli adalah bandara pertama di wilayah Karabakh Azerbaijan dan dibuka pada Oktober 2021.

Bandara Internasional Fuzuli adalah bandara pertama di wilayah Karabakh, yang baru saja dibebaskan dari pendudukan Armenia.

Bandara ini akan melayani rute udara internasional baru, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mendapatkan kendali penuh atas sistem navigasi udara dan penerbangan di atas wilayah yang dibebaskan, kata Imanov.

Bandara internasional baru tersebut diresmikan di hadapan Presiden Republik Azerbaijan Ilham Aliyev dan Presiden Republik Turki Recep Tayyip Erdogan, pada Oktober 2021.

Peletakan batu pertama untuk bandara Azerbaijan dilakukan pada Januari 2021. Pesawat penumpang Airbus A340-500 milik maskapai penerbangan bendera Azerbaijan Airlines mendarat di bandara tersebut pada September 2021, menandai selesainya uji terbang antara Baku dan Fuzuli, dalam waktu kurang lebih 35 menit.

Dibangun dalam waktu 8 bulan, Bandara Internasional Fuzuli menjadi pintu gerbang Karabakh ke dunia.

Pembangunan kembali pusat kota di distrik-distrik yang sebelumnya hancur karena perang sedang dilakukan oleh pementah Azerbaijan, ujar Imanov.

Ia tidak mengetahui dengan pasti kapan rekonstruksi dan restorasi tersebut selesai.

Namun, Imanov optimistis bahwa pembangunan kembali distrik-distrik yang sebelumnya hancur karena perang dapat diselesaikan secepatnya.

Optimisme Imanov adalah sebuah cerminan dari harapan rakyat Azerbaijan terutama para pengungsi yang ingin kembali ke tanah kelahiran mereka.

Rumah-rumah mereka boleh hancur, namun memori indah tentang tanah kelahiran mereka tak kan hilang.