Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyatakan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulteng tahun 2020 masih dalam tahap perhitungan kerugian keuangan negara atau audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Belum ada hasil audit sejak penyidik mengajukan permohonan PKKN (penghitungan kerugian keuangan negara) pada Maret 2023 ke BPKP perwakilan Sulteng," kata Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng Abdul Haris Kiay di Palu, Senin.
Ia mengemukakan Kejati Sulteng belum mengetahui kendala penyebab keterlambatan proses audit, padahal semua dokumen yang diminta telah diserahkan dan dipenuhi oleh penyidik.
"Kami belum mengetahui seperti apa dan butuh waktu berapa lama sesuai standar operasional BPKP dalam menghitung kerugian keuangan negara, padahal dokumen yang diminta BPKP telah dipenuhi," ujarnya.
Ia menjelaskan BPKP telah meminta perpanjangan waktu perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi Bawaslu Sulteng senilai Rp56 miliar.
Meskipun hasil perhitungan kerugian negara belum ada, namun pihak Bawaslu Sulteng yang diperiksa sudah mengembalikan uang senilai Rp200 juta dengan cara dicicil.
Ia menegaskan pengembalian uang tersebut tidak menghentikan proses hukum yang sedang berjalan, dalam artian proses penyidikan tetap berlanjut.
Hingga saat ini, penyidik Kejati Sulteng telah memeriksa sebanyak 30 lebih orang saksi terkait dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Sulteng kepada Bawaslu pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2020.
Selain itu, kata dia, pihak kejaksaan juga telah melakukan penggeledahan dan menyita beberapa dokumen berkaitan dengan perkara tersebut di beberapa satuan kerja (Satker), baik kantor Bawaslu provinsi maupun beberapa Bawaslu kabupaten, di Sulteng..
Penggeledahan itu di Kantor Bawaslu Sulteng pada 23 Februari 2023, Bawaslu Kabupaten Donggala 28 Februari 2023, Bawaslu Parigi Moutong 1 Maret 2023 dan Bawaslu Banggai Kepulauan 13 Maret 2023
"Belum ada hasil audit sejak penyidik mengajukan permohonan PKKN (penghitungan kerugian keuangan negara) pada Maret 2023 ke BPKP perwakilan Sulteng," kata Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng Abdul Haris Kiay di Palu, Senin.
Ia mengemukakan Kejati Sulteng belum mengetahui kendala penyebab keterlambatan proses audit, padahal semua dokumen yang diminta telah diserahkan dan dipenuhi oleh penyidik.
"Kami belum mengetahui seperti apa dan butuh waktu berapa lama sesuai standar operasional BPKP dalam menghitung kerugian keuangan negara, padahal dokumen yang diminta BPKP telah dipenuhi," ujarnya.
Ia menjelaskan BPKP telah meminta perpanjangan waktu perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi Bawaslu Sulteng senilai Rp56 miliar.
Meskipun hasil perhitungan kerugian negara belum ada, namun pihak Bawaslu Sulteng yang diperiksa sudah mengembalikan uang senilai Rp200 juta dengan cara dicicil.
Ia menegaskan pengembalian uang tersebut tidak menghentikan proses hukum yang sedang berjalan, dalam artian proses penyidikan tetap berlanjut.
Hingga saat ini, penyidik Kejati Sulteng telah memeriksa sebanyak 30 lebih orang saksi terkait dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Sulteng kepada Bawaslu pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2020.
Selain itu, kata dia, pihak kejaksaan juga telah melakukan penggeledahan dan menyita beberapa dokumen berkaitan dengan perkara tersebut di beberapa satuan kerja (Satker), baik kantor Bawaslu provinsi maupun beberapa Bawaslu kabupaten, di Sulteng..
Penggeledahan itu di Kantor Bawaslu Sulteng pada 23 Februari 2023, Bawaslu Kabupaten Donggala 28 Februari 2023, Bawaslu Parigi Moutong 1 Maret 2023 dan Bawaslu Banggai Kepulauan 13 Maret 2023