Jakarta (ANTARA) - Dokter dari Rumah Sakit Prof. Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar, Bali, dr Pande Ketut Kurniari mengatakan, untuk mengendalikan kondisi autoimun, seseorang perlu berdamai dengan kondisinya, salah satunya adalah dengan mengendalikan stres.
"Karena sekali kita stres, maka tubuh kita ini akan merespons dengan jalan memanggil sistem imun kita. Nah sistem imun kita dipanggil, celakanya dia tidak mengenali bahwa sesungguhnya stres itu dibuat oleh diri kita sendiri," kata Pande dalam "Bersahabat dengan Autoimun dengan Pola Hidup Sehat, Bisa!" yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Jumat.
Pande menjelaskan, autoimun adalah kondisi di mana sistem imun pribadi menyerang diri sendiri. Dokter itu mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan penyakit autoimun, pertama yaitu karakteristik genetik yang dibawa sejak lahir, kedua adalah faktor yang menyebabkan autoimun tersebut aktif, semisal lingkungan atau infeksi.
Adapun faktor-faktor yang membuat autoimun aktif, katanya, banyak hal, misalnya stressor atau hal-hal yang membuat seseorang stres, makanan, sinar matahari, dan lingkungan.
"Seringkali pasien itu stres hanya memikirkan, misalkan makanan apa yang boleh, makanan apa yang tidak boleh, olahraga apa yang boleh, Olahraga apa yang tidak boleh ya. Sebetulnya dibawa santai saja, sederhana saja," dia mengatakan.
Menurutnya, autoimun tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan. Oleh karena itu, terminologi atau nama yang dipakai untuk kondisi penanganan tersebut adalah remisi, bukan penyembuhan.
Dia mengatakan, untuk mengatasi penyakit autoimun, cukup dengan menjadikan pola hidup sehat sebagai pedoman, misalnya dengan pola makan sehat yang mengandung karbohidrat, protein, serta mineral.
"Itu sudah sangat baik sekali, nah kecuali pada beberapa autoimun yang memang sudah mengenai organ-organ tertentu, misalkan kena ginjal, yang perlu kita lakukan pembatasan terhadap komponen-komponen tersebut," ujarnya.
Selain itu, ujarnya, perlu membatasi makanan-makanan yang mengandung tambahan seperti pengawet atau pewarna. Menurutnya, makanan dengan tambahan seperti itu berisiko mengaktifkan autoimun.
Dia menurutkan, olahraga teratur juga penting, karena banyak pasien penyakit autoimun mengeluhkan rasa lemah dan letih akibat masalah muskuloskeletal. Dan yang terpenting, ujarnya, adalah olahraga yang sesuai dengan kemampuan dan tidak memaksakan diri.
Yang terakhir, ujarnya, adalah dengan mengendalikan stres. Dia mencontohkan, apabila memiliki 10 pekerjaan kemudian menjadi stres, maka pekerjaan tersebut harus dikurangi, kemudian beristirahat. Setelah dirasa cukup, maka dapat melanjutkan sisa pekerjaannya.
"Oleh sebab itu, pasien autoimun itu harus selalu memahami dirinya sendiri. Sejauh mana saya mampu, batas tubuh kita mampu mengompensasi stresnya, itu sangat penting sekali," katanya.
Menurutnya, dengan melakukan ketiga hal tersebut, 90 persen kondisi autoimun dapat dikendalikan.
"Nah hal-hal lain itu tergantung dari masing-masing jenis autoimun. Misalkan kalau pesan lupus, hindari berjemur di sinar matahari, betul," Pande menambahkan.
Berita Terkait
Basmi jentik nyamuk hingga halau stress, ini manfaat pelihara ikan hias
Senin, 3 Agustus 2020 12:20 Wib
Psikolog: orang tua tak perlu memaksakan diri menjadi guru
Rabu, 10 Juni 2020 6:28 Wib
Remaja penusuk ibu kandung diduga alami stress
Minggu, 9 Februari 2020 7:27 Wib
Psikolog: caleg stres karena spekulasi terlalu tinggi
Kamis, 18 April 2019 18:15 Wib
Stres bisa kurangi kewaspadaan
Kamis, 5 Oktober 2017 11:13 Wib
Optimisme ternyata bisa sebabkan depresi
Selasa, 30 Mei 2017 8:54 Wib
Kenapa di Meksiko rawan stress massal dan gangguan jantung?
Rabu, 2 November 2016 21:35 Wib
Notifikasi Surel Bisa Jadi Pemicu Stres
Senin, 4 Januari 2016 5:03 Wib