Kejati Sulteng terapkan keadilan restoratif kasus perlindungan anak
Palu (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Tengah(Sulteng) menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) untuk kasus perlindungan anak.
"Penerapan keadilan restoratif telah melalui pertimbangan matang, termasuk adanya kesepakatan antara pelaku dan korban untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng Bambang Hariyanto di Palu, Selasa.
Lanjut dia, prinsip utama dari restorative justice adalah memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindak pidana, dengan menjaga rasa keadilan bagi semua pihak. Kejati Sulteng kata dia, terus mendorong penerapan keadilan restoratif untuk perkara-perkara yang memungkinkan, sebagai bagian dari reformasi hukum yang lebih progresif dan inklusif.
Dua perkara yang dihentikan penuntutannya yaitu tersangka Santi Novianita alias Santi melanggar Pasal 80 Ayat (2) atau Pasal 80 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU NO.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perpu RI NO. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kemudian, kasus dan Perkara lainnya atas nama Moh. Rifaldi Bin Moh. Ikhsan melanggar pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua kasus itu berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Donggala.
Kata dia, proses penghentian penuntutan sebuah perkara dengan menerapkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Lanjut dia, prosesnya melalui beberapa tahapan dan dilakukan secara berjenjang dari jaksa penuntut umum ke kejaksaan negeri, dilanjutkan ke asisten tindak pidana umum (Aspidum). Selanjutnya Kejati melakukan gelar perkara di hadapan jaksa agung muda tindak pidana umum, hingga akhirnya diputuskan apakah dihentikan atau diteruskan ke persidangan.
"Penerapan keadilan restoratif telah melalui pertimbangan matang, termasuk adanya kesepakatan antara pelaku dan korban untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng Bambang Hariyanto di Palu, Selasa.
Lanjut dia, prinsip utama dari restorative justice adalah memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindak pidana, dengan menjaga rasa keadilan bagi semua pihak. Kejati Sulteng kata dia, terus mendorong penerapan keadilan restoratif untuk perkara-perkara yang memungkinkan, sebagai bagian dari reformasi hukum yang lebih progresif dan inklusif.
Dua perkara yang dihentikan penuntutannya yaitu tersangka Santi Novianita alias Santi melanggar Pasal 80 Ayat (2) atau Pasal 80 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU NO.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perpu RI NO. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kemudian, kasus dan Perkara lainnya atas nama Moh. Rifaldi Bin Moh. Ikhsan melanggar pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua kasus itu berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Donggala.
Kata dia, proses penghentian penuntutan sebuah perkara dengan menerapkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Lanjut dia, prosesnya melalui beberapa tahapan dan dilakukan secara berjenjang dari jaksa penuntut umum ke kejaksaan negeri, dilanjutkan ke asisten tindak pidana umum (Aspidum). Selanjutnya Kejati melakukan gelar perkara di hadapan jaksa agung muda tindak pidana umum, hingga akhirnya diputuskan apakah dihentikan atau diteruskan ke persidangan.