Palu (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah mengatakan satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) merupakan bentuk keseriusan mencegah tindakan kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kampus.
"Kekerasan seksual merupakan tindakan yang tercela, maka lingkungan kampus harus terjamin dari bentuk kekerasan seperti itu," kata Rektor UIN Datokarama Palu Prof Lukman Thahir di Palu, Kamis.
Ia menjelaskan satgas PPKS hadir untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan, guna memastikan lingkungan kampus yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademik.
Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
"Setiap civitas akademik, baik mahasiswa, dosen maupun pegawai harus menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai kemanusiaan, karena kekerasan seperti itu adalah bentuk tindakan pidana," ujarnya.
Sementara itu Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Datokarama Palu Sahran Raden memaparkan, berdasarkan catatan hasil survei Kementerian Kemendikbudristek, korban kekerasan seksual Tahun 2022 mencapai 21.221orang, dan per Juli 2023 menunjukkan adanya 65 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Sedangkan data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 2015 -2022 bahwa, perguruan tinggi menempati urutan pertama sebagai lembaga pendidikan dengan korban kekerasan seksual tertinggi sebanyak 35 persen.
Berdasarkan penelitian yang sama, sebagian besar kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi disebabkan oleh relasi kuasa antara pelaku dan korban.
"Satgas yang telah dibentuk akan bertugas melakukan upaya pencegahan melalui sosialisasi, edukasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan seksual dan dampaknya bagi seluruh komunitas kampus," tutur Sahran.
Ia menambahkan, interpretasi bentuk-bentuk kekerasan seksual yakni melakukan percobaan pemerkosaan, mengirim pesan, lelucon, gambar, foto, audio, atau video yang bernuansa seksual kepada korban termasuk mengambil, merekam mengunggah, mengedarkan foto, video maupun audio memberikan kesan seksual.
"Bahkan menyampaikan ucapan memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang ditujukan kepada seseorang dengan tujuan seksual, termasuk sebagai bentuk kekerasan seksual, oleh sebab itu warga kampus harus menjaga lisan maupun sikap dalam berinteraksi supaya tidak menimbulkan nuansa asusila," kata dia.
