Sigi (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa pihaknya terus melakukan penguatan fungsi kelembagaan dalam penanganan pelanggaran pada pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) mendatang di daerah itu.
"Ke depan itu bagaimana Bawaslu Sigi khususnya melakukan efektivitas pola penanganan pelanggaran pascaputusan Mahkamah Konstitusi nomor 135 dan 104," kata Ketua Bawaslu Sigi Hairil saat membuka kegiatan penguatan fungsi kelembagaan di Kabupaten Sigi, Sabtu.
Ia mengemukakan terdapat 11 pengaduan dari masyarakat yang masuk ke Bawaslu Sigi terkait dugaan pelanggaran pada Pemilu maupun Pilkada 2024.
"Jadi memang pentingnya dilakukan penanganan pelanggaran oleh Bawaslu Kabupaten Sigi terhadap seluruh pelanggaran yang ada pada pemilu maupun pilkada guna meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat kepada lembaga penyelenggara pemilihan umum," ucapnya.
Ia menuturkan pihaknya terus melakukan evaluasi untuk terus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) kepemiluan di daerah tersebut.
"Memang pada prinsipnya putusan MK 135 itu belum ditindaklanjuti oleh pembuat Undang-undang artinya regulasi yang ada saat ini masih menggunakan regulasi yang lama," sebutnya.
Hairil menyebutkan pihaknya memastikan rutin melakukan evaluasi guna meningkatkan kapasitas SDM di Bawaslu Sigi khususnya dalam menghadapi pemilu 2029 mendatang.
"Tentunya tantangan pemilu dan pilkada ke depan pasti jauh lebih berat, jadi mulai dari sekarang kapasitas SDM di Bawaslu Sigi harus terus ditingkatkan," ujarnya.
Sementara itu, akademisi Universitas Tadulako Supriyadi menuturkan bahwa berdasarkan putusan mahkamah konstitusi nomor 135 itu bertujuan pemilihan umum dibagi menjadi dua yakni pemilu secara nasional dan lokal.
"Pemilihan gubernur, walikota/bupati, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota menjadi pemilu lokal serta pemilihan DPD, DPR RI dan Presiden itu masuk kategori Pemilu Nasional," sebutnya.
Menurut dia, terdapat sejumlah konsekuensi dari ditetapkannya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 135 salah satunya memperpanjang masa periode anggota DPRD kabupaten/kota dan provinsi selama 2 tahun.
"Putusan MK 135 itu memuat pemilihan anggota DPRD di provinsi dan kabupaten/kota itu dilakukan dua tahun setelah pelantikan presiden," jelasnya.
Ia menjelaskan untuk putusan MK 104 itu merubah output-nya menjadi putusan yang berkekuatan hukum dan bukan lagi sebatas rekomendasi.
"Jadi kata rekomendasi terkait pilkada saat ini dimaknai sebagai putusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat, serta frasa memeriksa dan memutus diubah menjadi menindaklanjuti guna memberikan kepastian hukum pada tindakan Bawaslu," tuturnya.
