Sigi (ANTARA) - Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Kepala Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) Palu mengingatkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
"Jadi SPPG sekarang wajib memiliki SLHS sehingga dengan adanya prosedur demikian dapat meminimalisir dan mencegah, termasuk melakukan mitigasi, dari kejadian-kejadian tidak diinginkan terjadi di lapangan ke depan," kata Kepala KPPG Palu Yudhi Riandy saat ditemui awak media di Kabupaten Sigi, Jumat.
Pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan lintas sektor dalam penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah tersebut.
"Terkait pencegahan, pihak BGN melalui KPPG Palu dengan wilayah kerja Sulteng dan Sulbar terus melakukan koordinasi terutama dengan Satgas, Dinkes, dan BPOM setempat," ucapnya.
Menurut dia, kabupaten kota di Sulawesi Tengah sudah mengikuti pelatihan penjamah makanan guna meningkatkan kompetensi dalam menangani makanan secara aman dan higienis.
"Untuk mengantisipasi kejadian keracunan dan hal lainnya, BGN pusat sudah memberikan pelatihan penjamah makanan di Sulawesi Tengah," sebutnya.
Ia menuturkan per 31 Oktober 2025 di Sulawesi Tengah sudah ada 93 SPPG yang beroperasi.
"Jadi pengolahan makanan di masing-masing SPPG, dimulai dari persiapan, pengolahan, sampai pemorsian, serta distribusi ke sekolah-sekolah, itu semua sudah diatur dalam juknis BGN secara rinci, seperti memasak makanan itu diatur mulai di atas pukul 00.00 WITA," katanya.
Sementara itu untuk distribusi dari dapur ke sekolah-sekolah waktunya bervariasi mulai pukul 06.00 dan 06.30 WITA.
"Radius jarak dari dapur ke sekolah-sekolah itu maksimal 30 menit, sedangkan penerima manfaat satu dapur SPPG bervariasi berdasarkan juknis terbaru bahwa maksimal 2.500 untuk anak sekolah dan 500 untuk non-peserta didik, seperti balita, busui (ibu menyusui), dan bumil (ibu hamil)," ujarnya.
Yudhi menyebutkan jika SPPG memiliki koki bersertifikat maka maksimal 3.000 makanan setiap harinya.
"Kalau belum memiliki chef bersertifikat, maka dapur itu dibatasi 2.500 makanan setiap harinya dengan rincian 2.000 peserta didik dan 500 untuk non-peserta didik," tuturnya.
