Sulteng Segera Miliki Sekolah Penderita Autis

id AUTIS

Sulteng Segera Miliki Sekolah Penderita Autis

Ilustrasi (ANTARASulteng/istimewa)

Setiap melakukan aktivitas, penderita autis itu didampingi orangtuanya agar gerakannya teratur.
Palu (antarasulteng.com) - Sulawesi Tengah (Sulteng) segera memiliki sekolah khusus untuk penderita autis sehingga warga berkebutuhan khusus itu bisa mengenyam pendidikan layak.

"Anggarannya sudah ada, tinggal mencari lahan pembangunan gedung sekolah," kata Dewan Pembina Komunitas Peduli Autis Sulawesi Tengah Sofyan Lembah saat peringatan Hari Autis se-Dunia di Kota Palu, Kamis.

Dia mengatakan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut membutuhkan pendidikan secara inklusif.

Penderita autis diharapkan bisa hidup lebih mandiri dengan adanya sekolah tersebut.

Sofyan sendiri belum mengetahui secara persis waktu pembangunan sekolah khusus tersebut. "Yang jelas segera jika sudah ada lahan," katanya.

Di Kota Palu sendiri tercatat sebanyak 52 penderita yang telah mendapatkan perawatan di klinik khusus autis yang terletak di Jalan Maleo Palu.

"Mungkin saja masih ada penderita autis yang belum mendapatkan perawatan," kata Sofyan.

Dia mengatakan Kota Palu merupakan salah satu daerah yang memperhatikan penderita autis, terbukti dengan adanya sebuah klinik.

"Di Makassar saja belum ada, tapi Palu yang termasuk kota kecil sudah memilikinya," katanya.

Sementara itu peringatan Hari Autis se-Dunia di Kota Palu sendiri dilaksanakan dengan menggelar lomba menggambar antaranak TK dan penderita autis.

Dalam kegiatan itu juga diperagakan senam pernafasan otak serta gerak dan lagu yang diperagakan oleh puluhan anak berkebutuhan khusus.

Setiap melakukan aktivitas, penderita autis itu didampingi orangtuanya agar gerakannya teratur.

Sesuai selebaran yang dibagikan Komunitas Autis Sulteng, autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, dan gejalanya sudah terlihat sebelum penderitanya berumur tiga tahun.

Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang tidak memperdulikan lingkungan dan orang di sekitarnya. Mereka seperti menolak berkomunikasi dan berinteraksi, layaknya sedang hidup di duniannya sendiri.  (R026)