Palu (ANTARA) - Dampak Covid-19 amat sangat dirasakan oleh sejumlah sektor usaha. Catatan perjalanan saya Palu-Makassar-Palu pada tanggal 4 - 12 Juni 2020 dengan pesawat udara dan dilanjutkan dengan angkutan darat, memberi indikasi bahwa kondisi ekonomi memang sudah menguatirkan.

Travel angkutan darat yang biasa beroperasi sudah sangat terbatas. Demikian pula pada sektor UMKM yang berdagang di Bandara juga banyak yang belum buka, kecuali satu dua yang menjual makanan atau minuman. Sejumlah pesawat berbagai ukuran dari berbagai maskapai masih terparkir rapih di pelataran bandara Internasional Hasanuddin. Awak pesawat yang diwawancarai juga hanya terbang sekali dalam sebulan, bahkan sejumlah crew dan pilot kontrak terpaksa di PHK.

Pemberlakuan regulasi 'new normal' dipandang oleh sejumlah orang bukan kebijakan yang keliru. New normal pada satu sisi diharap bisa menghambat laju terpuruknya kondisi ekonomi, meskipun pada sisi lain dinilai bisa menimbulkan resiko meningkatnya laju penularan Covid-19.

Karenanya pelaksanaan regulasi new normal diikuti dengan SOP penerapan protokol Covid-19 yang sangat ketat. Dimulai dari surat keterangan sehat yang dikeluarkan puskesmas atau rumah sakit dan melampirkan hasil rapid test atau hasil uji PCR-Swab; menggunakan masker dan jaga jarak. Dampaknya prosedur terbang bertambah rumit dan ongkos perjalanan semakin membengkak karena kewajiban membayar rapid test dan lebih-lebih swab yang biayanya 2,5-3 juta rupiah.

New Normal adalah regulasi yang sudah melalui serangkaian kajian. Merupakan pilihan terbaik dari sejumlah pilihan yang terjelek yang harus diambil. Siapapun yang jadi pemimpin mulai dari pusat sampai daerah harus sama-sama bahu membahu bertanggung jawab atas resiko yang nantinya ditimbulkan. Dukungan dari stakholder lainnya termasuk rakyat terutama patuh pada protokol Covid-19 menjadi sebuah keharusan.

Baca juga: Sulteng hebat bukan karena tambang, pangan pariwisata dan jasa diharap berperan

Akibat pandemi Covid-19 angka pertumbuhan ekonomi RI pada triwulan pertama (Januari - Maret) 2020 hanya mencapai 2,97 persen dari target 4,0 persen. Dan yang lebih mengkuatirkan lagi bahwa sejumlah pengamat menilai angka pertumbuhan ekonomi di triwulan kedua (April-Juni) tahun 2020 diprediksi tumbuh negatif. Hal ini senada dengan pendapat Kepala Badan Kebijakan fiskal Kementrian Keuangan RI, Febrio Kacaribu.

Karena itu harus ada skenario yang jitu di era penerapan new normal agar pertumbuhan ekonomi tidak lebih parah lagi. Bila dalam enam bulan ke depan laju pertumbuhan ekonomi tetap negatif, maka laju pertumbuhan ekonomi RI bisa-bisa bernilai negatif. Bisa dibayangkan bila kondisi ini terjadi, maka daerah yang sangat bergantung dari dana bagi hasil Pemerintah Pusat sangat riskan dan terganggu untuk bisa membangun daerah melalui DAU, DAK, Hibah dan bagi hasil. Ini juga tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi Sulawesi Tengah yang masih dominan bergantung pada bagi hasil pemerintah pusat. Apalagi daerah ini belum pulih akibat bencana multidampak 28 September 2019.

Tahun 2018 pertumbuhan ekonomi RI sebesar 5,17 persen dengan PDB Produk Domestik Bruto sebesar Rp 14,837triliun rupiah. Selanjutnya 2019 ekonomi tumbuh sekitar 5,02 persen dengan PDB sebesar Rp 15,833 triliun rupiah. Yang berarti ada kenaikan pendapatan sekitar Rp 1000 dari tahun 2018 ke 2019. Kalau diasumsikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 sama dengan nol persen, maka PDB di tahun 2020 sama dengan PDB tahun 2018.

Baca juga: Pemimpin baru Sulteng diharap mampu perbaiki kinerja fiskal daerah

Konsewensi dari tidak naiknya PDB, maka anggaran pembangunan di tahun 2021 termasuk di Sulawesi Tengah tentunya akan menurun, karena sebahagian pendapatan nasional diperuntukkan membayar pinjaman serta penyesuaian karena inflasi. Angka kemiskinan maupun pengangguran semakin meningkat termasuk nilai tukar petani.

APBD Sulawesi Tengah tahun 2019 sekitar 4,149 triliun rupiah yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, PAD sekitar 1,007 triliun rupiah, dan dana bagi hasil dari pusat sekitar 3,142 triliun rupiah. Selanjutnya tahun 2020 APBD Sulteng sekitar sekitar 4,268 triliun rupiah yang terdiri dari PAD sekitar 1,041 triliun rupiah dan dana bagi hasil sekitar 3,227 triliun rupiah. Namun APBD tahun 2020 mengalami Refokusing program dan kegiatan menunjang penanggulan pandemic Covid-19 dan stimulus ekonomi.

Kebijakan fiskal APBD Sulteng di tahun 2021 seyogianya diarahkan; Pertama mendorong pertumbuhan PAD pendapatan asli daerah yang masih sekitar 1 triliun rupiah melalui intensifikasi pajak daerah serta menggali sumber-sumber pajak baru seperti di sektor pangan dan pariwisata.

Baca juga: 'Isi kepala', 'isi kantong', 'isi perut' dan Pilkada

Kedua mengurangi porsi belanja langsung atau belanja pemerintah seperti jumlah perjalanan dinas, pertemuan dan rapat koordinasi yang bisa dikakukan dengan pertemuan secara virtual, belanja pembangunan infrastruktur yang kurang berdampak terhadap ekonomi masyarakat, mendorong penerapan teknologi digitalisasi dalam perencanaan,pelaksanaan dan monev pembangunan.

Dan ketiga menambah volume belanja tidak langsung diluar gaji dan tunjungan pegawai seperti hibah, bantuan sosial, subsidi yang dapat menstimulan pembangunan yang berorientasi desa mengingat hampir 60 persen dari 1.827 desa di Sulteng masih kategori tertinggal.

Di era Covid-19 sektor pangan dinilai tidak terlalu terdampak, terutama pangan yang berorientasi ekspor. Kehadiran Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo di Sulawesi Tengah minggu yang lalu melepas ekspor ikan tuna dari Bandara Mutiara Sis Al Jufrie dan melakukan penebaran perdana serta peletakan batu pertama industri budidaya udang vaname di Kabupaten Parigi Moutong menjadi sinyal bahwa sektor pangan akan menjadi andalan sebagai sumber devisa Negara.

Baca juga: Pemimpin baru Sulteng diharap mampu perbaiki kinerja fiskal daerah

Sulawesi Tengah adalah daerah yang sangat potensial, bukan hanya karena memiliki tambang nikel dan gas. Daerah ini juga memiliki potensi disektor Pangan dan Pariwisata. Merupakan satu-satu nya Provinsi di Indonesia yang memiliki empat kawasan perairan laut yaitu Teluk Tomini, Teluk Tolo, Selat Makassar dan laut Sulawesi.

Karena itu siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin daerah pada Pilkada tahun 2020 diharap bisa memperbaiki kebijakan fiskal daerah ini dan memperioritaskan pengembangan sektor pangan dan pariwisata yang berbasis desa dengan pendekatan industrilisasi dan digitalisasi. SEMOGA.

Baca juga: COVID-19, sebagai motivasi dan referensi re-disain tatakelola (II-habis)

Pewarta : Dr Ir H hasanuddin Atjo, MP
Editor : Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2024