'Isi kepala', 'isi kantong', 'isi perut' dan Pilkada

id Hasanuddin Atjo

'Isi kepala', 'isi kantong', 'isi perut' dan Pilkada

Dr Ir H hasanuddin Atjo, MP (ANTARA/Rolex Malaha)

Figur pemimpin tersebut harus inovatif, adaptif dan update agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan perubahan.
Palu (ANTARA) - Satu ketika di minggu sore bertepatan dengan lebaran ketupat, saya dan beberapa rekan terlibat dalam sebuah dialog terbatas, tentang kriteria figur pemimpin daerah Provinsi Sulawesi Tengah priode lima tahun ke depan 2021-2026.

Salah satu yang paling senior di antara peserta dialog memberi arahan mari bersama-sama kita diskusikan kriteria yang harus dipenuhi oleh figur yang akan ikut bersaing dalam pesta demokrasi, Pilkada tahun 2020.

Sang senior mengungkap bahwa daerah ini dalam dua tahun terakhir diterpa musibah besar. Pertama, bencana alam tanggal 28 September 2018, berupa gempa bumi, tsunami dan liquefaksi yang menelan ribuan korban jiwa manusia, kerusakan infrastruktur dan hancurnya sejumlah sektor usaha.

Belum selesai upaya kita memulihkan perekonomian masyarakat akibat bencana alam itu, daerah ini kembali diterpa bencana non alam berupa Pandemic Corona Virus Desease, Covid-19 yang lebih memperparah perekonomian masyarakat dan daerah ini.

Satu persatu peserta dialog mulai berpendapat dengan argumen masing-masing, dan membuat suasana diskusi menjadi semakin menarik. Saya kemudian mendapat giliran kesekian untuk mengemukakan pendapat atau mendebat pendapat dari peserta diskusi. Kemudian saya mulai berbicara semi orasi.

Baca juga: Ketimpangan, kemiskinan dan kondisi fiskal tangangan pemimpin Sulteng 2021-2026

Bencana alam multidampak dan bencana non alam pandemic Covid-19, benar benar memperparah kondisi perekonomian daerah ini. Daerah ini diperhadapkan kepada tiga persoalan besar yaitu (1) ketimpangan yang lebar dan ditandai ketimpangan pendapatan individu dan antar wilayah yang cenderung naik, (2) angka kemiskinan yang masih tinggi dan diperparah oleh kedalaman maupun keparahan jemiskinan yang semakin meningkat. Dan (3) kondisi maupun kebijakan fiskal kita yang belum begitu baik.

PAD daerah ini di tahun 2019 sekitar 1 triliun rupiah, tetapi gaji dan tunjangan pegawai mendekati 1,4 triliun rupiah. Untung saja daerah kira ini memperoleh bagi hasil dari pemerintah pusat sekitar 3 triliun rupiah.

Belum lagi alokasi belanja langsung lebih besar dari pada belanja tak langsung. Idealnya keduanya minimal seimbang dan lebih baik lagi belanja tidak langsung mendapat porsi yang kebih besar.

Selanjutnya saya katakan dalam forum dialog itu, bahwa kriteria figur yang dapat membawa keluar daerah ini dari perangkap tiga permasalahan yang telah disebutkan adalah figur yang memiliki “Isi Kepala dan isi Kantong”.

Sang senior dan peserta dialog tertawa lepas,karena agak lucu, namun memiliki nilai kebenaran. Dan tiba-tiba ada yang menimpali bahwa setuju syarat atau kriteria figur harus memiliki “Isi Kepala dan Isi Kantung” agar masyarakat memiliki “Isi perut”. Peserta dialog kembali tertawa lepas yang maknanya setuju.

Baca juga: Keluar dari bayang-bayang kemajuan, suatu tantangan menuju kemajuan

Saya memberi penjelasan lanjutan bahwa pada era digitalisasi, era disrupsi ditambah lagi dengan era kenornalan baru atau tatanan baru dalam kehidupan dampak Covid-19 menuntut figur yang memiliki “Isi Kepala”. Figur yang “mampu menerobos batas, mampu melihat di balik bukit, dan mampu memanfaatkan ruang tembak yang sempit untuk menciptakan goal.

Karena itu figur pemimpin tersebut harus inovatif, adaptif dan update agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan perubahan. Saya melanjutkan lagi bahwa 'Isi Kantong itu tidak kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan keterpilihan dan menjadi pemenang dalam sebuah pesta demokrasi.

Pendapatan masyarakat menjadi salah satu sebab belum tingginya kualitas berdemokrasi di negeri ini. Pemilih tradisional lebih cenderung menggadaikan hak demokrasinya, karena persoalan pendapatan dan tuntutan “Isi Perut”.

Terkait dengan pernyataan di atas, penelitian Budiono, mantan wakil Presiden era Presiden SBY, menunjukkan bahwa sebuah demokrasi akan berkualitas dalam penyelenggaraan pesta demokrasi bila pendapatan perkapita pertahun minimal 6.000 dolar US. Saat ini (tahun 2018) pendapatan perkapita baru tembus di angka 4.000 dolar US.

Dikarenakan waktu sudah menjelang magrib, maka dialog terbatas tentang kriteria figur pemimpin daerah disudahi dan ditutup oleh sang senior, dengan catatan diperlukan figur yang miliki “Isi Kepala dan Isi Kantung” agar “Isi Perut masyarakat terisi” SEMOGA (* Kepala Bappeda Sulteng)

Baca juga: Desa sebagai mesin pangan dan tenaga kerja bagi ibukota baru