New Normal, antara penguatan ekonomi dan perbaikan kesehatan

id Hasanuddin Atjo

New Normal, antara penguatan ekonomi dan perbaikan kesehatan

Dr Ir H hasanuddin Atjo, MP (ANTARA/HO-Dokumen HA)

pemimpin daerah harus inovatif, adaptif dan update serta melek dengan teknologi digital agar bisa visioner
Palu (ANTARA) - Akibat Covid-19 maka perjalanan Batulicin-Makassar harus melalui Banjarmasin, sebelumnya ada flight langsung Batulicin-Makassar. Perjalanan Batulicin-Banjarmasin sejauh 250 km ditempuh melalui darat selama lima jam. Waktu luang ini seperti biasa diisi dengan menulis artikel.

Pemerintah telah mengambil satu regulasi yang dikenal dengan istilah New Normal, yaitu bagaimana tata kelola Pemerintahan maupun Pembangunan di era Pandemic Covid-19 . Salah satu pertanyaan yang paling sering mencuat ke permukaan mengapa New Normal atau melonggarkan pembatasan sosial harus diambil. Sementara social distancing atau menjaga jarak, membatasi kontak, bekerja dari rumah, pakai masker disiplin dan seterusnya merupakan prinsip meredam laju penularan Covid-19.

Saat ini, setidaknya dua variabel yang selalu menjadi perhatian dan pembahasan hampir semua orang, bahkan menggeser isu Pilkada yang akan dihelat di 9 Desember 2020. Pertama bagaimana laju penularan Covid-19 yang terus bergerak yang setiap hari di update dan bisa diakses dari sejumlah media. Kedua bagaimana dampak Covid-19 terhadap kondisi ekonomi regional, nasional dan global.

Sejak 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo menyatakan secara resmi Indonesia telah tertular Covid-19. Dan saat itu mulai dipikirkan serta dirancang kebijakan seperti apa yang akan diambil untuk meredam laju penularan virus ini yang telah menjadi pandemi dan membuat semua Negara kalang kabut karena laju penularannya begitu cepat dan korban jiwa yang begitu tinggi.

Tanggal 15 Maret 2020 terkait laju penularan Covid-19, Presiden Joko Widodo menyerukan menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Yaitu pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Kebijakan ini sempat menimbulkan pandangan pro dan kontra dari masyarakat. Bahkan ada yang ngotot untuk menerapkan kebijakan “Lock Down” atau tertutup sama sekali, namun Pemerintah tetap konsisten mempertahan kebijakan itu.

Baca juga: Skenario membangun ekonomi Sulteng di era 'new normal'

Sampai tanggal 20 Juni 2020, jumlah warga Indonesia yang telah diperiksa secara swab sebanyak 376.518 orang dan yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 45.029 orang, sembuh 17.883 orang dan meninggal 2.429 orang. Laju terkonfirmasi positif saat ini telah melewati angka 1000 orang per hari dan khusus per tanggal 20 Juni 2020 sebanyak 1.226 orang.

Data menunjukkan bahwa regulasi PSBB pada satu sisi bisa meredam laju penularan Covid-19 di sejumlah daerah. Namun pada sisi lain telah berdampak bertambahnya jumlah orang yang kehilangan pekerjaan dan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Secara formal jumlah warga yang kehilangan pekerjaan di Indonesia sekitar 3,5 juta orang dan ditambah dengan potensi kembalinya tenaga kerja Indonesia sekitar 140 ribu orang. Diprediksi total warga yang telah kehilangan pekerjaan formal dan non formal mencapai 9 juta orang.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan pertama (Januari -Maret) hanya sebesar 2,97 persen dari target 4 persen. Dan yang lebih mengkuatirkan lagi di triwulan dua (April- Juni) diperkirakan tumbuh negatif. Selain itu juga sejumlah kalangan menilai bahwa Indonesia tahun 2020 akan kehilangan PDB, Produk Dimestik Bruto sekitar 2000 - 3000 triliun rupiah. Untung saja Indonesia tidak memilih regulasi lock down.

Agar perekonomian tidak semakin terpuruk, maka Pemerintah telah memutuskan penerapan regulasi New Normal yaitu melonggarkan penerapan PSBB. Masyarakat diperkenankan bekerja kembali dengan cara baru antara lain tetap mengindahkan protokol kesehatan seperti memakai masker, sering cuci tangan, tidak bergerombol, disiplin, menjaga kebersihan serta meningkatkan imun melalui olah raga dan makanan bergizi. Saat ini terlihat di masyarakat telah mulai menyesuaikan dan diantaranya kebiasaan pakai masker, cuci tangan dan membawa bekal.

Belum bisa diprediksi secara pasti kapan pandemi Covid-19 bisa berakhir. Boleh jadi saatnya nanti akan ditemukan vaksin penangkal seperti virus lainnya. Boleh jadi penangkal tidak akan ditemukan seperti kasus HIV Aids yang sangat ditakuti. Seyogyanya masyarakat tidak perlu terperangkap dengan opini ini. Pemimpin di daerah harus mampu membuat desain/skenario bagaimana penyebaran Covid-19 terkendali dan ekonomi tumbuh.

Baca juga: Sulteng hebat bukan karena tambang, pangan pariwisata dan jasa diharap berperan

Pilkada tahun 2020 yang akan melahirkan pemimpin daerah lima tahun ke depan (2021-2025) menjadi sangat strategis untuk membawa Indonesia menjadi hebat dan maju di tahun 2045. Saat itu PDB Indonesia mendekati US$ 6 trilliun dan pendapatan perkapita sekitar US$ 23.000 atau meningkat hampir enam kali lipat dari tahun 2019.

Karena itu pemimpin daerah harus inovatif, adaptif dan update serta melek dengan teknologi digital agar bisa visioner. Budaya politik transaksional saatnya dikurangi, karena cara seperti ini kurang mengedukasi dan terperangkap dengan kondisi yang tidak produktif serta membuat ketergantungan.

Khusus Sulawesi Tengah, kriteria figur yang akan ikut berkontestasi baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota tentunya akan lebih berat lagi, karena daerah ini menghadapi dua persoalan besar. Pertama adalah bencana alam multidampak 28 September 2018 yang membawa korban jiwa dan kerugian materi yang sangat besar dan saat ini masih dalam taraf recovery. Kedua bencana non alam pandemic Covid-19 yang kurang lebih sama dampaknya dengan bencana alam multidampak.

Bila kriteria ini belum terakomodir dalam Pilkada kali ini, maka kecil kemungkinan Sulawesi Tengah bisa menjadi bagian dari Indonesua hebat, Indonesia maju tahun 2045. Angka kemiskinan akan sulit turun, ketimpangan akan makin lebar. Si kaya makin kaya dan Si miskin makin miskin.

Namun tentunya semua berharap kiranya pemilik hak suara dan hak usung (faktor penentu)memiliki visi yang sama untuk melahirkan pemimpin yang bisa membawa perubahan. Peran Super Ego dari masing-masing faktor penentu harus dibangun. Semoga.

Baca juga: Ini kata Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP soal keputusannya menjadi bakal calon gubernur