Adalah Ambo Rappe, salah seorang anggota tim pencalonan yang mewakili Hasanuddin Atjo untuk mendaftarkan Hasanuddin Atjo di Sekretariat DPD PDIP Sulteng Jl. Ahmad Yani, Kota Palu.
Ambo Rappe yang menggunakan peci haji berwarna putih itu diterima Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD PDIP Sulteng Lasnardi Lahi dan sejumlah staf di sekretariat, sekaligus menyerahkan formulir pendaftaran yang harus diisi dan dilengkapi persyaratannya untuk dikembalikan paling telat 18 September 2019.
Dalam perbincangan di Hotel Santika Palu satu jam setelah pendaftaran tersebut, Hasanuddin Atjo yang dipercaya Gubernur Longki Djanggola memimpin Bappeda Sulteng ini memberikan penjelasan mengapa akhirnya ia memilih ikut berkompetisi dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada pilkada 2020.
"Semua orang punya kesempatan yang sama dalam berkontribusi membangun negeri. Ini pertimbangan pertama dan penting," ujar mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan selama sekitar 12 tahun itu.
Doktor perikanan lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu menyebutkan; 'kalau kita sebagai warga negara yang baik dan punya kemampuan melakukan perubahan, maka salah kalau tidak ikut berjuang. Dalam agama pun juga begitu. Agama mengamanatkan kalau anda mampu membuat perubahan bagi kemaslahatan ummat namun tidak mau berbuat, itu dosa.'
Ketua Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Sulteng ini mengutip analisis Price Waterhouse Cooper (PwC) yang menyebutkan bahwa Indonesia berpeluang menjadi negara dengan pendapatan domestik regional bruto (DRB) terbesar keempat di dunia setelah Amerika Serikat, China dan India pada 2050 dengan PDRB 10 triliun Dolar AS.
"Saat ini baru sekitar 1 triliun Dolar AS. Memang masih jauh, tapi itu bisa dicapai, namun semuanya tergantung pada pemimpinnya," kata birokrat yang meniti karier dari tingkat penyuluh perikanan tersebut.
Baca juga: Opini - Menjadi Indonesia Hebat 2050, butuh pemimpin perubahan
Baca juga: Opini - Pilkada 2020 dan 2022 menjadi kereta terakhir
Treepot concept untuk pemimpin berkualitas
Nah, kalau bicara pilkada, kata putra berdarah Mandar kelahiran Poso 59 tahun lalu itu, ada tiga pilar yang menentukan seseorang menjadi pemimpin atau kepala daerah.
Pilar pertama adalah pemilik suara yakni masyarakat, pilar kedua adalah partai pengusung dan pilar ketiga adalah lembaga penyelenggara pilkada seperti KPU.
"Kalau ingin membuat perubahan mendasar dal;am memilih pemimpin berkualitas, maka dalam proses rekruitmen pemimpin, ketiga pilar itu harus berubah paradigma juga, terutama rakyat yang memilih," ujarnya.
Memang, kata Atjo, tidak bisa dihindari yang namanya cost politik. Cuma masalahnya selama ini, cost politik didudukan lebih tinggi dari kualitas calon.
"Seyogianya ke depan nanti, cost politik didudukan sejajar dengan kualitas calon sehingga dihasilkan pasangan yang betul-betul bisa diharapkan unggul dan membuat perubahan yang mendasar untuk kemajuan daereah dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Menyinggung soal calon pemimpin yang berkualitas, Hasanuddin Atjo yang dikenal sebagai penemu teknologi budidaya udang supra intensif Indonesia itu mengatakan bahwa pemimpin Sulteng ke depan harus menganut konsep segitiga (treepot concept) atau harus berdiri di atas tiga kaki, yang walupun dibolak balik, ya bentuknya tetap segiti tiga.
Tiga kaki itu adalah bahwa pemimpin Sulteng ke depan harus berasal dari unsur politisi, birokrat dan enterpreneur alias pengusaha. Tiga kaki ini harus ada di dalam diri gubernur dan wakil gubernur sehingga bisa melakukan perubahan, mampu melihat dibalik bukit dan merupakan penerobos batas.
Hasanuddin Atjo kembali menegaskan bahwa keputusannya untuk mendaftar sebagai bakal calon gubernur merupakan bagian dari upaya atau perjuangan untuk memasuki arena dimana ia bisa berkontribusi lebih besar lagi dalam pembangunan daerah dan bangsa.
"Ibarat seseorang mau dapat mangga, ya mangga itu harus dilempar supaya jatuh. Kalau tidak dilempar, jangan harap dapat mangga. Dilempar pun belum tentu jatuh, dan kalau tidak jatuh, tidak usah kecewa dan persoalkan. Kita berproses saja, karena semua sudah ditentukan jalan-jalannya namun kita harus masuk ke jalan-jalan itu, soal sampai ke tujuan, kan bukan kita punya urusan, sudah ada (yang di atas) yang mengatur," ujarnya.
Baca juga: Intercept Generation dan perannya dalam transisi kepemimpinan era milenial
Baca juga: Sang Penerobos Batas di Era Milenial