Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan bahwa upaya perlindungan korban, khususnya perempuan dan anak korban tindak pidana harus dilakukan secara komprehensif.
"Langkah-langkah yang dilakukan tidak hanya berfokus pada penanganan di ranah hukum ketika menjadi korban tindak pidana saja, tapi harus melakukan penanganan di ranah sosial," kata Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakannya dalam acara Peringatan Hari Ulang Tahun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ke-15.
Menurut dia, hal ini berkaitan dengan upaya rehabilitasi sosial dan pemberdayaan bagi korban tindak pidana agar mereka tidak lagi menjadi korban yang berulang serta memiliki harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan berarti di tengah masyarakat.
Bintang Puspayoga mengatakan dalam mewujudkan perlindungan bagi perempuan dan anak korban tindak pidana, maka tidak dapat dilakukan secara parsial, namun perlu dilakukan bersama-sama melalui kolaborasi antarkementerian/lembaga (K/L) dan masyarakat.
"Pentingnya sinergi dan kolaborasi antarpihak ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa LPSK memberi perlindungan dalam tindak pidana kekerasan seksual dan anak. Perlindungan berupa perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, psikologis, dan fasilitasi restitusi," katanya.
Bintang Puspayoga menambahkan dalam kerja-kerja perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual dan anak yang dilakukan LPSK mereka tidak bergerak sendiri.
Dalam hal ini, katanya, kolaborasi dibangun dengan berbagai elemen masyarakat yang memiliki kepedulian akan isu yang sama, termasuk dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kolaborasi ini menghasilkan banyak karya nyata seperti diundangkan-nya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang berdampak nyata bagi para korban tindak pidana, paparnya.
"Langkah-langkah yang dilakukan tidak hanya berfokus pada penanganan di ranah hukum ketika menjadi korban tindak pidana saja, tapi harus melakukan penanganan di ranah sosial," kata Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakannya dalam acara Peringatan Hari Ulang Tahun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ke-15.
Menurut dia, hal ini berkaitan dengan upaya rehabilitasi sosial dan pemberdayaan bagi korban tindak pidana agar mereka tidak lagi menjadi korban yang berulang serta memiliki harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan berarti di tengah masyarakat.
Bintang Puspayoga mengatakan dalam mewujudkan perlindungan bagi perempuan dan anak korban tindak pidana, maka tidak dapat dilakukan secara parsial, namun perlu dilakukan bersama-sama melalui kolaborasi antarkementerian/lembaga (K/L) dan masyarakat.
"Pentingnya sinergi dan kolaborasi antarpihak ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa LPSK memberi perlindungan dalam tindak pidana kekerasan seksual dan anak. Perlindungan berupa perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, psikologis, dan fasilitasi restitusi," katanya.
Bintang Puspayoga menambahkan dalam kerja-kerja perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual dan anak yang dilakukan LPSK mereka tidak bergerak sendiri.
Dalam hal ini, katanya, kolaborasi dibangun dengan berbagai elemen masyarakat yang memiliki kepedulian akan isu yang sama, termasuk dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kolaborasi ini menghasilkan banyak karya nyata seperti diundangkan-nya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang berdampak nyata bagi para korban tindak pidana, paparnya.