Lombok, NTB (ANTARA) - PT PLN Indonesia Power (PLN IP) memanfaatkan beragam limbah untuk dijadikan bahan baku biomassa sebagai energi primer pembangkit melalui program cofiring (bahan bakar substitusi batu bara) di PLTU Jeranjang Lombok, NTB.
Hal ini dilakukan korporasi sebagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaik melalui pasokan energi bersih sekaligus mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
"Kami memanfaatkan apa saja yang bisa dijadikan bahan baku biomassa untuk menjalankan program cofiring yang bisa meningkatkan porsi energi baru terbarukan pada sektor kelistrikan," kata Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra dalam keterangan pers di Lombok, Jumat.
Penerapan program cofiring ini dilakukan di unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), salah satunya yaitu di PLTU Jeranjang dengan kapasitas 3x25 MW di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Edwin Nugraha Putra mengatakan dalam menjalankan program cofiring di PLTU Jeranjang, PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Jeranjang telah memanfaatkan beragam limbah mulai dari woodchip, serbuk kayu atau sawdust, hasil olahan sampah atau solid recovered fuel (SRF) dan Limbah Racik Uang Kertas (LURK).
"Bahan baku biomassa tersebut kami peroleh dari sekitar PLTU Jeranjang yang sebagian besar tidak dimanfaatkan sebelumnya," tutur Edwin.
Edwin mengungkapkan, program cofiring pada PLTU Jeranjang sudah dilaksanakan sejak 2019 diawali tahapan uji coba bakar SRF kemudian terus berkembang dengan memanfaatkan beragam jenis biomassa. Saat ini porsi konsumsi biomassa pada PLTU Jeranjang telah mencapai lebih dari 3 ribu ton per bulan atau 2,5 persen dari total konsumsi batu bara pembangkit tersebut.
"Secara akumulatif total konsumsi biomassa PLTU Jeranjang sepanjang 2024 sampai dengan Agustus ini mencapai 15.796 ton. Kami berupaya terus meningkatkan penggunaan biomassa untuk mengoptimalkan pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran batu bara," ujar Edwin.
Menurut Edwin, dengan diterapkannya program cofiring tersebut PLTU Jeranjang menjadi salah satu pembangkit penyumbang green energy di NTB. Pasalnya, PLTU Jeranjang merupakan salah satu tulang punggung kelistrikan di wilayah Lombok.
"Dalam sistem kelistrikan Lombok, PLTU Jeranjang memegang peran penting dengan porsi sebesar 20 persen. Jadi kami mengupayakan agar PLTU ini selalu andal dalam memasok listrik ke pelanggan. Di samping itu, penerapan cofiring di pembangkit ini juga dapat menekan emisi karbon yang dihasilkan dari sektor kelistrikan," tambah Edwin.
Selain mendukung program transisi energi untuk mengejar target NZE pada 2060, pemanfaatan biomassa pada PLTU Jeranjang juga berdampak positif pada sosial dan lingkungan.
Pemanfaatan bahan baku biomassa yang didapat dari sekitar pembangkit dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah. Hal ini otomatis berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat yang terlibat. Selain itu, inisiatif ini juga dapat membantu menyelesaikan permasalahan sampah kota.
Untuk diketahui, kapasitas terpasang sistem kelistrikan Pulau Lombok saat ini mencapai 360 MW, dengan beban puncaknya mencapai 320 MW.
Selain dari PLTU Jeranjang 75 MW, sistem kelistrikan Lombok juga dipasok dari PLTGMU Lombok Peaker 150 MW, PLTU IPP (swasta) 50 MW dan sisanya dari PLTS dan pembangkit diesel.
Hal ini dilakukan korporasi sebagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaik melalui pasokan energi bersih sekaligus mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
"Kami memanfaatkan apa saja yang bisa dijadikan bahan baku biomassa untuk menjalankan program cofiring yang bisa meningkatkan porsi energi baru terbarukan pada sektor kelistrikan," kata Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra dalam keterangan pers di Lombok, Jumat.
Penerapan program cofiring ini dilakukan di unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), salah satunya yaitu di PLTU Jeranjang dengan kapasitas 3x25 MW di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Edwin Nugraha Putra mengatakan dalam menjalankan program cofiring di PLTU Jeranjang, PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Jeranjang telah memanfaatkan beragam limbah mulai dari woodchip, serbuk kayu atau sawdust, hasil olahan sampah atau solid recovered fuel (SRF) dan Limbah Racik Uang Kertas (LURK).
"Bahan baku biomassa tersebut kami peroleh dari sekitar PLTU Jeranjang yang sebagian besar tidak dimanfaatkan sebelumnya," tutur Edwin.
Edwin mengungkapkan, program cofiring pada PLTU Jeranjang sudah dilaksanakan sejak 2019 diawali tahapan uji coba bakar SRF kemudian terus berkembang dengan memanfaatkan beragam jenis biomassa. Saat ini porsi konsumsi biomassa pada PLTU Jeranjang telah mencapai lebih dari 3 ribu ton per bulan atau 2,5 persen dari total konsumsi batu bara pembangkit tersebut.
"Secara akumulatif total konsumsi biomassa PLTU Jeranjang sepanjang 2024 sampai dengan Agustus ini mencapai 15.796 ton. Kami berupaya terus meningkatkan penggunaan biomassa untuk mengoptimalkan pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran batu bara," ujar Edwin.
Menurut Edwin, dengan diterapkannya program cofiring tersebut PLTU Jeranjang menjadi salah satu pembangkit penyumbang green energy di NTB. Pasalnya, PLTU Jeranjang merupakan salah satu tulang punggung kelistrikan di wilayah Lombok.
"Dalam sistem kelistrikan Lombok, PLTU Jeranjang memegang peran penting dengan porsi sebesar 20 persen. Jadi kami mengupayakan agar PLTU ini selalu andal dalam memasok listrik ke pelanggan. Di samping itu, penerapan cofiring di pembangkit ini juga dapat menekan emisi karbon yang dihasilkan dari sektor kelistrikan," tambah Edwin.
Selain mendukung program transisi energi untuk mengejar target NZE pada 2060, pemanfaatan biomassa pada PLTU Jeranjang juga berdampak positif pada sosial dan lingkungan.
Pemanfaatan bahan baku biomassa yang didapat dari sekitar pembangkit dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah. Hal ini otomatis berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat yang terlibat. Selain itu, inisiatif ini juga dapat membantu menyelesaikan permasalahan sampah kota.
Untuk diketahui, kapasitas terpasang sistem kelistrikan Pulau Lombok saat ini mencapai 360 MW, dengan beban puncaknya mencapai 320 MW.
Selain dari PLTU Jeranjang 75 MW, sistem kelistrikan Lombok juga dipasok dari PLTGMU Lombok Peaker 150 MW, PLTU IPP (swasta) 50 MW dan sisanya dari PLTS dan pembangkit diesel.