Benang kusut penanganan Pandemi COVID-19

id Kanwil Perbendaharaan SUlteng,Hermawan,Opini

Benang kusut penanganan Pandemi COVID-19

Hermawan Sukoasih, Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah Kementerian Keuangan RI)  (ANTARA/HO-Dokumen pribadi)

Penanganan Pandemi COVID-19 sangatlah kompleks. Keuangan Negara pun kedodoran.
Palu (ANTARA) - Pelaksanaan anggaran dimasa pandemi COVID-19 membuat sebagian pejabat pusing tujuh keliling. Kuasa Pengguna Anggaran/Kepala Satker diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian kepatutan dan kewajaran atas biaya/belanja yang dapat dibebankan pada DIPA selama masa darurat.

Khusus untuk biaya paket telepon/paket data internet, besaran biayanya hanya memperhatikan aspek efisiensi, efektifitas, serta kepatutan/kewajaran. Dan setelah berjalan beberapa bulan baru ada penetapan besarnya biaya/belanja untuk biaya paket telepon/paket data internet untuk setiap pegawai masing-masing untuk Pejabat Setingkat Eselon I dan II sebesar Rp400.000,- per orang/bulan dan untuk pejabat setingkat eselon III ke bawah sebesar Rp200.000,- per orang/bulan. 

Alokasi anggaran untuk COVID-19 pun sebenarnya tidak ada dalam DIPA, mengingat bencana non alam ini datang tidak diundang secara tiba-tiba dari Wuhan, Tiongkok. 

Alokasi untuk penanganan COVID-19 pun sebelumnya tidak ada dalam APBN, lantas bagaimana pemerintah mengalokasikan penanganan pandemi COVID-19 sampai mencapai Rp695,2 trilliun? Bahkan dalam sebuah forum pertemuan dengan mitra kerja dan beberapa pimpinan daerah di Kanwil DJPb Sulteng beberapa waktu lalu, ada yang mempertanyakan mana alokasi dari pemerintah pusat untuk penanganan COVID-19 untuk daerah yang notabene disebut-sebut ada alokasi Rp695,2 trilliun untuk penanganan COVID-19 ini. 

Baca juga: Sulteng terima dana BOS Rp743,5 miliar pada tahun 2020

Untuk itulah penulis akan mencoba mengurai benang kusut penanganan pandemi COVID-19 ini.

Benang kusut pandemi

Pengalokasian anggaran untuk penanganan COVID-19 pada satker dilakukan dengan pergeseran anggaran. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 menyebutkan bahwa pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarfungsi, dan/atau antarprogram dapat berasal dari keluaran (output) prioritas nasional sepanjang anggaran keluaran (output) non-prioritas nasional kurang/tidak mencukupi, dan/atau keluaran (output) prioritas nasional dimaksud terhambat pelaksanaannya sebagai akibat pandemi COVID-19, sehingga pelaksanaannya dapat ditunda ke tahun berikutnya, atau diperpanjang waktu penyelesaiannya. 

Sederhananya Kementerian/Lembaga diminta melakukan penggeseran belanja dari yang tidak dapat dieksekusi karena adanya bencana virus corona seperti perjalanan dinas dan pertemuan-pertemuan yang mengumpulkan banyak orang agar kegiatannya dialihkan untuk penanganan COVID-19. Begitu juga dalam APBN secara keseluruhan dan tentunya juga APBD seluruh daerah di Indonesia. Namun peraturan yang mengatur pergeseran ini beberapa kali diterbitkan dengan perubahan untuk penyempurnaan.

Selanjutnya Kemenkeu menegaskan anggaran penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp695,2 triliun (Kompas.com-20/06/2020). Tetapi perlu dipahami bahwa dana sebesar Rp695,2 triliun itu bukan berarti semua merupakan alokasi anggaran baru, melainkan itu pergeseran atau hasil revisi dari berbagai kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan karena bencana COVID-19. 

Baca juga: OPINI - APBN 2020 Untuk Kesejahteraan Masyarakat Sulteng

Betapa rumitnya penanganan COVID-19 ini, sementara penerimaan dari pajak pun jauh dari target sehingga Kemenkeu pun berjibaku mencari duit seperti yang bersumber dari: SAL, dana abadi dan Akumulasi Dana Abadi Pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, dana yang dikelola oleh BLU, dan dana yang berasal dari pengurangan PMN pada BUMN. 

Disamping itu, kebijakan deficit anggaran pun terjadi perubahan yang tidak lazim. Pertama melampaui 3 persen dari PDB selama masa penanganan COVID-19 dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya tahun 2022;

Kedua, mulai tahun 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3 persen dari PDB; Selanjutnya penyesuaian besaran 'mandatory spending' dan juga penerbitan SUN/SBSN dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi COVID-19 untuk dapat dibeli oleh BI, BUMN, investor korporasi, dan/atau investor ritel. 

Ketiga, Kemenkeu juga menetapkan sumber-sumber anggaran yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri dan juga pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), penyesuaian alokasi, dan/atau pemotongan/penundaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dengan kriteria tertentu.

Untuk itu kiranya para pejabat perbendaharaan pada setiap satker dapat mengoptimalkan pengelolaan anggaran yang ada dengan melakukan pergeseran anggaran sehingga kebutuhan anggaran untuk penanganan COVID-19 pun dapat terpenuhi. 

Baca juga: Terbaik kelola DAK khusus, Pemkab Morut dapat penghargaan Menkeu

Pandemi COVID-19 ini jangan dianggap enteng, sampai dengan 18 September 2020 di Indonesia yang terkonfirmasi kasus positif telah mencapai lebih dari 232 ribu orang dan yang sembuh mencapai lebih dari 166 ribu serta 9.221 orang meninggal dunia. 

Oleh karena itu ASN dan Anggota TNI/Polri dianjurkan untuk bekerja dari rumah (WFH-work from home). Di sisi lain COVID-19 ini belum ada antivirusnya dan satu-satunya solusi untuk itu adalah memperkuat daya tahan tubuh untuk mencegah dan melawan virus tersebut. 

Jadi satker harus membantu pegawai dengan mengalokasikan anggaran untuk Penambah Daya Tahan Tubuh (PDTT). Untuk itu lakukan revisi anggaran dan belanjakan PDTT untuk diberikan kepada para pegawai selain untuk masker, hand sanitizer, dll.

Selanjutnya biaya/belanja yang timbul selama ASN dan Anggota TNI/Polri WFH selama masa darurat COVID-19 dapat dibebankan pada DIPA. Termasuk yang melaksanakan WFH diberikan biaya komunikasi dalam bentuk pulsa telpon/paket data internet yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. 

Baca juga: Raih opini WTP lima tahun berturut-turut, Gubernur Sulteng terima penghargaan Menkeu

Masalah kompleks

Penanganan Pandemi Covid-19 sangatlah kompleks. Keuangan Negara pun kedodoran dan mengambil langkah-langkah yang begitu kompleks dan tidak lazim mulai dari pengambilan kebijakan defisit APBN di atas 3 persen, penggunaan SAL, dana BLU, penerbitan SUN/SBSN serta pergeseran anggaran diseluruh KL dan pemda.

Memperhatikan begitu kompleksnya permasalahan penanganan COVID-19, maka para Pejabat Perbendaharaan dalam masa pandemi COVID-19 ini harus memahami betul segala peraturan terkait pelaksanaan anggaran yang diterbitkan oleh Kemenkeu dan mengelolanya dengan 'prudent' dan transparan dengan tetap menjaga 'good government'.

Pemerintah sudah bersungguh-sungguh ingin mengatasi pandemi COVID-19 ini, baik dari sisi dampak kehidupan/kesehatan yang ditimbulkan dan juga dari sisi dampak perekonomian yang sangat mengancam berbagai lini kehidupan yang terbukti dengan diambilnya berbagai kebijakan yang tidak lazim dan cukup mencengangkan yang sebagian orang akan melihat seperti benang kusut.

Oleh karena itu masyarakat hendaknya juga mematuhi protokol kesehatan agar pandemi ini dapat direm dan tidak semakin merajalela. Gunakan masker, sering mencuci tangan dengan sabun, dan selalu membawa handsanitizer, serta jaga jarak minimal 2 meter., karena pemerintah sudah bersungguh-sungguh menangani pandemic ini sampai seperti benang kusut. (Penulis adalah Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Propinsi Sulawesi Tengah Kementerian Keuangan RI.)

Baca juga: Sulteng terima Rp17,2 triliun dari APBN selama 2019