Debat Calon Gubernur Yang Berbuah Petaka

id debat

Debat Calon Gubernur Yang Berbuah Petaka

Dua pasangan calon gubernur Sulawesi Tengah, urut 1, H Rusdi Mastura Ihwan Datu Adam, urut 2, H Longki Djanggola-Sudarto saat Debat Publik di Swissbel Convention Hall, Selasa malam (13/10/2015). (kabarselebes.com)

Palu, (antarasulteng.com) - Penghentian jalannya Debat Publik Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah putaran kedua kedengarannya sepele, tetapi justru itulah menjadi petaka bagi dua anggota Komisi Pemilihan Umum di daerah itu.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah menindaklanjuti peristiwa pertama dalam sejarah debat kandidat di Indonesia tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada tanggal 10 November 2015.

Bawaslu melaporkan dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tengah Sahran Raden dan Divisi Sosialisasi Nisbah dengan dalil melanggar etika jabatan dan profesionalisme penyelanggara.

Bawaslu menilai keduanya memiliki peran penting dalam proses debat calon gubernur/wakil gubernur pada tanggal 4 November 2015. Ketua sebagai penanggung jawab utama dan divisi sosialisasi sebagai penanggung jawab teknis.

"Ada tindakan lalai sehingga debat publik tidak sempurna. Hal ini berakibat juga pada masyarakat. Masyarakat tidak mendengarkan dan melihat visi dan misi calon gubernur secara sempurna," kata Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah Ratna Dewi Pettalolo.

Tiga ancaman hukuman menanti dua anggota KPU tersebut, yakni sanksi rehabilitasi, surat teguran, dan paling berat adalah sanksi pemecatan.

"Semuanya nanti akan diputuskan oleh DKPP. Kami hanya menyampaikan alasan sesuai dengan klarifikasi dari KPU dan tim pakar debat publik," kata Ratna.

Terhentinya debat publik terjadi di depan mata para anggota Bawaslu. Mereka melihat fakta yang berimplikasi munculnya reaksi protes dari para tim sukses pasangan calon gubernur/wakil gubernur.

Dari aksi yang mereka lakukan di forum debat, terpancar amarah yang menyudutkan penyelanggara pemilihan kepala daerah.

Ada yang berteriak: "KPU tidak profesional, KPU memihak, periksa KPU, soal bocor."

Dalam sekejap, debat yang disiarkan langsung TVRI dan RRI itu ricuh. Aparat kepolisian dengan sigap langsung masuk ke dalam ruangan menjaga kemungkinan terjadinya bentrok antarpendukung calon gubernur/wakil gubernur. Bahkan, anggota KPU dievakuasi menggunakan mobil antiteror Polda Sulawesi Tengah menuju kantor KPU.

Beruntung tidak ada bentrok fisik hingga tempat acara sunyi senyap dari hiruk pikuk pendukung pasangan calon gubernur nomor urut 1 Rusdy Mastura dan nomor urut 2 Longki Djanggola/Sudarto.

Para tim sukses menuduh KPU selaku penyelenggara tidak profesional dalam melaksanakan debat, bahkan KPU dituding membocorkan soal yang hendak diajukan kepada kedua pasangan calon gubernur/wakil gubernur meski belakangan tudingan soal bocor tersebut sulit dibuktikan.

Bawaslu menilai akibat tidak cermatnya KPU dalam mempersiapkan debat publik berimplikasi buruk terhadap jalannya debat publik sebagai bagian dari tahapan kampanye pemilihan kepala daerah serentak.

Keputusan Bawaslu telah melalui mekanisme dengan menghadirkan anggota KPU dan tim pakar untuk dimintai keterangannya terkait dengan tidak sempurnanya pelaksanaan debat calon gubernur tersebut.

Bawaslu juga telah mengundang tim dari sentra gakkumdu (penegakan hukum terpadu) untuk mengkaji sisi pidana dari terhentinya debat publik tersebut.

Hasilnya tidak ada indikasi pidana dalam peristiwa itu karena tidak ada pihak yang diuntungkan dari tragedi tersebut. Selain itu, tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan sehingga acara itu tidak terlaksana sempurna.

"Keputusan ini kami tempuh setelah melalui kajian," kata Ratna.

Kedepankan Kejujuran


Para anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah jujur mengakui peristiwa pertama kali terjadi dalam sejarah debat publik itu menampar wajah mereka sendiri.

Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tengah Sahran Raden tidak mampu menahan kegundahannya. Matanya berkaca-kaca dan merah. Sesekali ia menyeka matanya dengan tisu.

Menghadapi todongan kamera dan alat rekam wartawan, Sahran dengan jujur mengakui bahwa peristiwa itu akibat kelalaian yang sama sekali tidak disengaja.

"Ini kekeliruan kami yang sama sekali tidak ada unsur kesengajaan," jawabnya pendek.

Saat para pendukung dan pasangan calon gubernur meninggalkan ruangan debat, lima anggota KPU saling bertatap-tatapan. Mereka tidak banyak bicara. Sesekali berbicara dengan tim pakar dari perguruan tinggi. Tim pakar salah satu tugasnya adalah membuat pertanyaan berdasarkan kondisi daerah dan isu-isu kekinian kepada calon gubernur/wakil gubernur.

Justru pertanyaan yang hendak dibacakan moderator itulah penyebab kericuhan. Sejumlah pertanyaan yang telah disediakan dalam amplop tertinggal di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Tengah, sementara debat publik sudah berlangsung. Moderator akhirnya kelabakan sebab segmen kedua, yakni pendalaman visi dan misi serta pertanyaan tidak bisa dilanjutkan karena pertanyaan tidak tersedia.

Anggota tim pakar dari Universitas Tadulako Selamet Riyadi mengatakan bahwa KPU maupun tim pakar sama sekali tidak ada unsur kesengajaan menyebabkan rusaknya debat publik tersebut.

"KPU sendiri ingin acara ini sukses," katanya.

Selamet bahkan menjamin tidak ada soal bocor seperti yang dituduhkan tim sukses pasangan calon gubenur dan calon wakil gubernur.

"Apalagi, kami ini dari akademisi. Kami independen. Kami tidak punya kepentingan terhadap salah satu calon," katanya.

Hormati Hukum

Anggota KPU memandang keputusan Bawaslu men-DKPP-kan dua anggota adalah keputusan hukum yang harus dijunjung tinggi.

"Saya pada prinsipnya menghargai keputusan itu. Sebagai terlapor saya harus menerima konsekuensinya," kata terlapor Nisbah.

Ia berharap sidang DKPP akan berlangsung secara objektif dan memberikan kesempatan kepada terlapor untuk memberikan klarifikasi atas pelaksanaan debat publik yang terhenti pada segmen kedua tersebut.

Nisbah mempertanyakan tuduhan pelanggaran kode etik dan profesionalisme yang ditujukan kepada dirinya dan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tengah.

"Katanya kami melanggar profesionalisme. Profesionalisme mana yang kami langgar?" katanya.

Nisbah kepada wartawan menjelaskan panjang lebar ihwal tertinggal dokumen pertanyaan di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Tengah. Waktu itu kejadiannya sore jelang magrib bersamaan dengan padamnya lampu di KPU.

Dari penuturannya, Nisbah berkesimpulan bahwa sama sekali tidak ada unsur kesengajaan sehingga pertanyaan yang sudah disiapkan tim pakar tersebut abai dibawa ke tempat debat.

Lagi pula, kata dia, tidak ada aturan baku baik undang-undang maupun peraturan KPU terhadap mekanisme pembuatan pertanyaan yang disiapkan tim pakar.

"Apakah ada dalam aturan mengenai mekanismenya tata cara penyimpanan dan pencetakan soal. Apakah dicetak atau dalam bentuk file. Kan tidak ada aturannya," katanya.

Nisbah mengatakan bahwa yang diatur hanyalah kewenangan membuat pertanyaan adalah kewenangan tim pakar. Namun, apakah dalam bentuk cetakan maupun file, tidak ada aturan yang menetapkannya.

"Kalau ada tim pakar yang pegang `soft copy`-nya kan wajar. Karena memang itu kewenangan mereka. Apakah ada larangan soal disimpan di "tablet" kan tidak ada," katanya.

Hal ini dijelaskan Nisbah karena salah seorang tim pakar sempat menyodorkan "soft copy" pertanyaan yang disediakan tim pakar kepada moderator. Langkah antisipatif agar debat tetap berlangsung tersebut justru mendapat protes keras dari para tim sukses dan calon gubernur.

Inisiatif di luar agenda acara itu diduga pertanyaan sudah bocor kepada salah satu kandidat gubernur/wakil gubernur.

Akademisi dari Universitas Tadulako Palu Dr. Aminuddin Kasim tidak terjebak pada tersedia atau tidaknya pertanyaan. Namun, secara umum dia menilai penghentian jalannya debat calon gubernur telah

melanggar asas profesionalitas penyelenggara pemilihan kepala daerah.

"Peristiwa itu menunjukkan profesionalitas penyelenggara tercederai," katanya.

Menurut Tim Asistensi Badan Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Tengah itu, akibat penghentian debat pada sesi dua tersebut juga berimplikasi terhadap efisiensi penyelenggaraan pemilihan kepala

daerah.

"Dua asas yang dilanggar. Asas profesionalisme dan asas efisiensi," katanya.

Aminuddin khawatir akibat peristiwa tersebut integritas pemilihan kepala daerah terganggu. Pasalanya, integritas tersebut tidak hanya pada hasil, tetapi juga pada penyelenggaraannya, hasil, dan integritas penyelenggaranya.

"Dari penyelenggaraannya, sudah tercederai," katanya.

(L.A055*R007/B/D007/D007)