Upaya Sulteng kurangi kasus nikah dini

id pernikahan dini,pernikahan usia anak,forum anak sulteng

Upaya Sulteng  kurangi kasus nikah dini

ilustrasi - Prosesi pernikahan (ANTARA)

Palu (ANTARA) - Menikah menjadi satu kebutuhan dan dambaan setiap individu manusia yang ada di muka bumi ini, untuk membangun keluarga dan rumah tangga sekaligus untuk melahirkan keturunan sebagai generasi berikut di masa mendatang.

Hal itu dianggap ideal bila pasangan laki-laki dan perempuan sama-sama telah dewasa, dari sisi usia, pola pikir, tanggung jawab dan memiliki kemampuan secara ekonomi.

Karena itu, pemerintah dan berbagai pihak tidak menganjurkan pernikahan di usia belia.

Pernikahan dini, diyakini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus penyumbang kematian ibu saat melahirkan.

Pemerintah meyakini menikah di usia dini menjadi salah satu penyumbang kematian ibu, dikarenakan alat reproduksi bagi perempuan atau remaja belum mapan sehingga belum bisa berfungsi maksimal untuk melahirkan.

Selain itu, nikah dini dianggap oleh pemerintah menjadi salah satu penyumbang kasus kekerdilan (stunting) pada anak. Pernikahan dini juga dianggap rawan terjadinya perceraian.

Berdasarkan data Pemprov Sulteng angka usia kawin pertama (UKP) pada wanita di Sulteng kurang dari 20 tahun sebesar 58,97 persen dari seluruh perkawinan yang ada.

Menurut BKKBN Sulteng, provinsi ini masuk dalam 10 besar kasus pernikahan dini. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mencatat angka perkawinan usia anak atau pernikahan dini di Provinsi Sulawesi Tengah masih di atas rata-rata nasional yakni 15,8 persen.

Masalah perkawinan usia anak atau pernikahan dini masih menjadi pekerjaan rumah, yang harus diselesaikan dan bukan hanya menjadi tanggung jawab satu sektor, sehingga perlu pendekatan secara komprehensif dan keterlibatan semua pihak.

Apalagi situasi setelah gempa bumi, tsunami dan likuefaksi, risiko terjadinya pernikahan anak semakin besar jika tidak dilakukan penanganan secara sigap dan tepat.

Gubernur Sulteng Rusdy Mastura menyatakan pernikahan dini, sangat merugikan anak sebagai generasi muda.

Gubernur Rusdy meminta OPD terkait dan semua pihak agar memotivasi anak-anak/generasi muda, agar fokus untuk mengembangkan potensi diri dengan mengenyam pendidikan, serta menunda menikah di usia dini.

Gubernur juga meminta kepada semua pihak, untuk menyosialisasikan kepada generasi muda bahwa usia ideal menikah adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Keputusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 mengenai revisi UU Nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan, khususnya pada pasal 7 ayat (1) terkait batas usia minimal pernikahan 19 tahun.



Program pencegahan

Penanggulangan pernikahan usia anak atau nikah dini, dilakukan oleh pemerintah dengan pendekatan yang berbeda. Sebab, faktor budaya dan ekonomi, cenderung menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan dini.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tengah berupaya mengoptimalkan pencegahan pernikahan usia anak atau pernikahan dini, demi melindungi tumbuh kembang anak dengan baik.

Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Sulteng Tenny C Soriton mengemukakan salah satu program yang dilaksanakan untuk pencegahan pernikahan usia anak atau pernikahan dini ialah mengenai optimalisasi pembinaan generasi berencana.

Program generasi berencana, kata dia, dilaksanakan di sekolah dan di masyarakat umum dengan melibatkan para pihak, yang salah satu muatannya tentang pencegahan pernikahan dini.

Lewat program tersebut, BKKBN Provinsi Sulteng bersama 372 kelompok yang telah dibentuk di 12 kabupaten dan satu kota di Sulteng membantu menyosialisasikan tentang dampak buruk pernikahan dini.

Selain itu, BKKBN Sulteng menggandeng Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulteng untuk memberikan penyuluhan tentang pernikahan kepada setiap calon pengantin.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulteng Ihsan Basir mengedepankan strategi pemenuhan hak anak di bidang pendidikan dan tumbuhkembangnya.

"Kita tentunya tidak ingin suatu pernikahan berakhir dengan perceraian serta mendapat keturunan yang tidak sehat dan tidak berkualitas," kata dia.

Oleh karena itu, DP3A berupaya mendorong peran keluarga dan rumah tangga serta lingkungan sekitar agar menikahkan anak di usia yang telah mapan atau 19 tahun ke atas.

"Batas usia 19 tahun sebagai batas usia minimal pernikahan perempuan, merupakan batas umur di mana anak dinilai telah matang jiwa dan raga untuk melangsungkan perkawinan secara baik," katanya.

Salah satu komponen yang harus terlibat dalam akhiri pernikahan dini atau stop pernikahan anak usia dini, yaitu para tokoh agama di semua agama.

Pendekatan agama dianggap ampuh untuk membina mental generasi mudah. Misalnya, memberikan pemahaman tentang bahaya buruk pergaulan bebas dan dampak buruk dari nikah dini.

Menyadari pentingnya peran tokoh agama, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Prof Dr KH Zainal Abidin mengajak para tokoh lintas agama dan adat untuk ikut meminimalisasi terjadinya pernikahan dini.

"Mencermati faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia anak, tampak jelas bahwa faktor sosial-budaya lebih dominan, sehingga peran tokoh agama dan tokoh adat sangat dibutuhkan untuk mengubah paradigma berpikir masyarakat, serta menciptakan iklim sosial yang sehat," ucapnya.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng ini menyatakan tokoh agama perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak buruk dari pernikahan usia anak.

Peran tokoh lintas agama dan adat di Sulteng, sebut di, membantu pemerintah mewujudkan solidaritas sosial dalam memerangi kemiskinan sehingga tak ada lagi pernikahan usia anak karena pertimbangan ekonomi.

Para tokoh agama dan adat, ujar dia, perlu mengubah paradigma berpikir masyarakat dalam melihat makna suci pernikahan. Menikah di usia dewasa bukanlah aib, sebaliknya menciptakan keluarga berantakan karena ketidakdewasaan, adalah aib besar bagi keluarga.

"Perlu menekankan pentingnya fungsi keluarga dan mengawal generasi muda supaya terhindar dari pergaulan bebas dan penyalahgunaan obat-obat terlarang yang kesemuanya itu dapat menggiring pada kehamilan di luar nikah dan akhirnya terpaksa menikah (married by accident)," kata Prof Zainal yang merupakan Guru Besar Pemikiran Islam Modern itu.



Tolak nikah dini

Forum Anak Sulawesi Tengah sebagai wadah atau organisasi para anak di wilayah Sulteng, menyatakan penolakan terhadap nikah di usia dini.

Forum Anak Sulteng menilai bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa, oleh karenanya hak-hak mereka harus dilindungi dan dipenuhi, agar dapat tumbuh kembang dengan baik, mampu berkreasi, berinovasi dan berdaya saing serta cinta tanah air.

Forum anak itu juga menilai, semua pihak harus sepakat bahwa perkawinan anak usia dini menghalangi anak untuk menikmati hak-haknya sebagai anak.

Perkawinan usia anak, adalah kekerasan dan diskriminasi terhadap anak. Perkawinan anak usia dini, merenggut masa bahagia anak untuk bermain, belajar dan berkreasi.

Perkawinan anak usia dini, menambah anak-anak dan perempuan hidup dalam lingkaran kemiskinan dan meningkatkan kerentanan, sekaligus merintangi terwujudnya ketahanan keluarga dan ketahanan bangsa serta negara.

Kepala DP3A Provinsi Sulawesi Tengah Ihsan Basir mendukung Forum Anak Sulteng berperan mengoptimalkan pencegahan pernikahan dini, untuk menjamin tumbuh kembang anak.

Ia menyebut Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor harus dibantu secara optimal agar hal itu bisa terimplementasi dengan baik.

Ia menjelaskan Forum Anak Sulteng memiliki peran strategis dalam pencegahan pernikahan dini, namun tetap harus dibantu oleh berbagai pihak terkait agar bisa melaksanakan peranannya secara optimal.

Ihsan Basir menyebut Forum Anak menjadi pelopor, antara lain untuk mengampanyekan kepada sahabat dan kerabatnya di lingkungan sekolah dan lingkungan pergaulannya, bahkan di lingkungan rumah tangga bahwa pernikahan usia anak merugikan anak itu sendiri.

Ketua Komisi Kesejahteraan Rakyat dan Pemerintahan DPRD Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Mutmainah menyatakan Pemkot Palu harus memenuhi kebutuhan anak secara maksimal, sebagai salah satu langkah mencegah terjadinya pernikahan dini atau pernikahan usia anak.*