Pengacara: PT ANA bukan perusahaan ilegal

id Morut

Pengacara: PT ANA bukan perusahaan ilegal

Foto Pengacara Davi Aulia Giffari SH, pengacara PT.ANA. ANTARA/HO-RM

Morowali Utara, Sulteng (ANTARA) - Pengacara PT Agro Nusa Abadi (ANA) menyayangkan sikap tidak kesatria dalam kasus klaim lahan perkebunan sawit di Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

 “Tidak benar apa yang disampaikan beberapa pihak bahwa PT ANA ilegal,” kata Davi Aulia Giffari SH, pengacara PT.ANA sekaligus Ketua LBH Keadilan Rakyat dalam pernyataan tertulisnya di Palu, Jumat.

Pernyataan tersebut ia ungkapkan terkait dengan konferensi pers yang diadakan Walhi di Palu, Jumát (17/3), yang dihadiri  Yansen Kundimang SH sebagai kuasa hukum Ambo Endre, salah seorang klaimer (yang mengaku pemilik) lahan dalam areal PT.ANA. 

Davi menegaskan bahwa PT ANA memiliki ijin operasional. Perusahaan kelapa sawit itu mengantongi ijin lokasi, IUP dan Amdal (analisis dampak lingkungan) yang menjadi dasar dalam melakukan usaha perkebunan. 

Proses pengurusan sertifikat HGU juga masih terus berlangsung. Musyawarah dengan masyarakat dan koordinasi dengan otoritas pengambil keputusan juga intensif dilakukan. 

“Perusahaan tidak pasif, tetapi justru aktif mengurus legalitas tersebut,” tegasnya.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kata Davi, sertifikat HGU baru dapat diterbitkan apabila status lahan telah 'clear and clean'. Artinya, HGU baru dapat diberikan jika kepemilikannya jelas, tidak ada lagi pihak yang meng-claim lahan yang tengah diajukan PT ANA. 

Sementara ini, di lapangan ada sejumlah pihak yang mengaku memiliki lahan, termasuk Ambo Endre. Klaim ini berlarut-larut. Pemprov Sulteng turun tangan dan memediasi sehingga keluar surat rekomendasi yang salah satu poinnya adalah kegiatan verifikasi di lapangan. 

“Verifikasi sangat diperlukan karena ternyata lahan tertentu di-klaim oleh lebih dari satu orang,” lanjut Davi sambil mengungkapkan bahwa setelah ditotal, luasan yang di-klaim bahkan lebih luas dua sampai tiga kali lipat dari luasan HGU yang tengah diajukan PT ANA. 

Dasar kepemilikan masyarakat pun, menurut Davi, banyak yang mencurigakan. Itu sebabnya, verifikasi menjadi tahap yang perlu dilakukan. Meskipun, sebelum surat rekomendasi gubernur tersebut pun PT ANA bersama aparat desa pernah melakukannya.

“Semua pernyataan Ambo Endre sangat subyektif dan cenderung menimbulkan kesan bahwa perusahaan, pemerintah, aparat penegak hukum tidak manusiawi dan semena-mena,” ungkap Davi.

Jika timbul perbedaan pandangan, setelah jalur musyawarah  maka pengadilanlah yang menjadi patokan hukum. “Kan kita hidup di negara berdasar hukum,” lanjutnya.

Kehadiran aparat keamanan, menurut Davi, hanya untuk meminimalisir tindakan pencurian yang sangat masif, bahkan sampai mengancam keselamatan karyawan ANA yang bertugas memanen buah di lapangan. Pengamanan tidak pernah digunakan untuk mengintimidasi para klaimer. Padahal, lanjut Davi, sudah jelas para klaimer ini memanen buah dari pohon yang bukan milik mereka.

Putusan MA terhadap Gusman dan Sudirman

Gusman dan Sudirman juga mengaku memiliki lahan di areal perkebunan sawit PT ANA. Kasusnya sempat disinggung dalam konferensi pers oleh Yansen Kundimang SH sebagai kuasa hukum.

 “Mereka tidak kesatria. Sengketa tersebut telah melalui pengadilan dan sudah diputus oleh Mahkamah Agung,” kata Davi.

Mestinya, menurut Davi, mereka legowo dengan keputusan tersebut. Mahkamah Agung sudah menolak kasasi mereka. Menurutnya, tidak hanya mematuhi perintah pengadilan, mereka pun sebaiknya tidak membangun cerita bahwa putusan tersebut menyelipkan sejumlah kejanggalan. 
 
Bupati Morut Delis.J. Hehi (pakai kopiah) makan siang bersama anggota Forkompimda Morut dan pimpinan PT.ANA usai membahas kemelut lahan perusahaan sawit terbesar di Morut itu beberapa waktu lalu. ANTARA/HO-RM

Kata 'kriminaliasi' juga sangat tidak tepat jika dijadikan istilah dalam melihat kasus hukum antara Gusman dan Sudirman berhadapan dengan perusahaan.

Menurut Davi, langkah perusahaan justru dilandasi kesadaran dan komitmen bahwa setiap persoalan hukum harus diserahkan pada penegak hukum.

Gusman dan Sudirman diperkarakan karena keduanya memanen buah kelapa sawit yang ditanam PT ANA. Musyawarah sudah dilakukan. Tapi dengan dalih memiliki lahan, keduanya berulang-ulang tetap melakukan tindakan yang merugikan pihak perusahaan.

Perusahaan pun melapor ke aparat kepolisian. Gusman dan Sudirman lalu ditangkap dan proses hukumnya berlangsung hingga MA. Keputusannya, tindakan keduanya memanen buah sawit PT ANA dinyatakan melanggar hukum. 

Perusahaan, menurut Davi, yakin sekali dengan status lahan yang di-claim Gusman. Tanggal 5 November 2016 terjadi transaksi pembayaran sebagian ganti rugi yang diterima Gusman. Pelibatan Gusman dalam program kemitraan juga dilakukan perusahaan. 

Tetapi, entah mengapa 15 Januari 2021 ia melakukan panen sawit dari pohon yang ditanam PT ANA hingga akhirnya ia ditangkap polisi pada 28 Agustus 2021 setelah berulang-ulang melakukan tindakan yang sama walau diajak musyawarah dan diingatkan perusahaan.