Trenggono menjelaskan, kemampuan teknologi satelit yang dimiliki KSAT dapat dipakai di berbagai sub-sektor kelautan dan perikanan. Tidak hanya mendeteksi kapal-kapal pelaku praktik ilegal, tapi juga menyediakan layanan pemantauan lingkungan, hingga mampu menganalisis data yang output berupa peringatan dini ancaman polusi laut.
"Satelit ini juga mampu memantau algae bloom dan aquaculture. Jadi kalau teknologi di sini kita sinergikan dengan teknologi yang sudah ada di KKP, tentu hasilnya akan semakin kuat. Ini masih kami jajaki," katanya.
Sementara itu, Executive Vice President Space and Surveillance, Harald Aaro yang menerima langsung kunjungan Menteri Trenggono menjelaskan tentang Stasiun Satelit Kongsberg dan teknologi yang digunakan.
Harald menyebut sedikitnya ada 21 negara yang telah dilayani dengan peruntukan di bidang kelautan dan perikanan meliputi pembangunan satelit nano, stasiun bumi untuk command dan control satelit, pengawasan operasi kapal perikanan, dan oil spill.
"Satelit yang digunakan dapat mendeteksi kapal penangkap ikan yang tidak mengaktifkan AIS dan VMS yang dimiliki, sehingga aktivitas kapal melawan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUUF) bisa terpantau," katanya.
Lima program ekonomi biru yang sudah dicanangkan KKP meliputi perluasan kawasan konservasi laut, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur, pembangunan perikanan budidaya di pesisir, darat, dan laut secara berkelanjutan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanganan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.
Implementasi lima program ekonomi biru ini untuk memastikan keberlanjutan ekologi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah masyarakat dan menambah pemasukan negara.