Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama sejumlah perguruan tinggi siap mengembangkan kembali sistem informasi peringatan dini bencana tanah longsor skala besar yang mencakup seluruh wilayah rawan nasional.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa dalam prosesnya saat ini instansinya sedang melakukan studi berbasis ilmiah bersama para ahli teknologi inovasi, iklim, dan geologi dalam negeri.
Studi tersebut dilakukan BNPB untuk menentukan seperti apa mekanisme peringatan dini tanah longsor yang memenuhi standar keakuratan tinggi, cepat, terintegrasi, dan mudah diakses oleh publik.
Setidaknya ada tiga mekanisme yang umum diadopsi dalam pembuatan sistem peringatan dini tersebut. Abdul mencontohkan, sistem peringatan dini berbasis citra satelit time-series untuk memantau perubahan tata lahan dan pergerakan mahkota longsor untuk menghasilkan peringatan dini bagi masyarakat yang berisiko tinggi.
Peringatan dini berbasis sensor; setiap daerah rawan longsor dipasangkan alat sensor untuk memantau pergerakan tanah, curah hujan dan parameter lain. Data ini kemudian diolah untuk menghasilkan peringatan dini bagi masyarakat.
Selanjutnya, sistem peringatan yang berbasiskan masyarakat, yang mana sistem ini melibatkan masyarakat dalam proses pemantauan dan pelaporan tanda-tanda awal tanah longsor.
“Tapi kami masih mengkaji opsi terbaik untuk mekanisme tanah longsor nasional ini,” ujarnya.
Dia mengaku pembuatan sistem peringatan dini tanah longsor berskala nasional ini merupakan hasil tindak lanjut setelah kalangan peneliti Indonesia yang berhasil mengembangkan sistem bencana serupa di 35 daerah sepuluh tahun lalu. Namun, sistem buatan peneliti yang salah satunya dari Universitas Gadjah Mada bersama tim BNPB itu kapasitas dan wilayah jangkauannya masih tergolong lokal yang mencakup 200 desa lebih.
“Karena yang kita miliki masih sangat lokal, sehingga selama ini kita masih cenderung mengandalkan sistem informasi prakiraan cuaca yang belum spesifik tanah longsor,” kata dia.
Padahal, lanjutnya, secara prinsip seluruh masyarakat Indonesia membutuhkan informasi peringatan dini tanah longsor ini, sama pentingnya seperti peringatan gempa bumi dan tsunami nasional yang lebih dulu dikembangkan untuk mengantisipasi besarnya dampak kerusakan yang ditimbulkan dan korban jiwa.
Berdasarkan data yang dihimpun dari BNPB pada awal tahun ini, terhitung sejak Januari-Maret telah terjadi beberapa kali bencana banjir disertai tanah longsor yang menyebabkan lebih dari ratusan ribu warga terdampak, puluhan ribu rumah warga sekaligus fasilitas umum mengalami kerusakan.
Bahkan, bencana hidrometeorologi basah itu memakan korban jiwa dan hingga saat ini jasadnya masih dinyatakan hilang. Misal, tanah longsor di Pesisir Selatan, Sumatera Barat (empat korban belum ditemukan), di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua (lima korban belum ditemukan), dan terakhir tanah longsor di Cipongkor Bandung Barat, Jawa Barat (tiga korban belum ditemukan).
"Ya, ini masih menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama yang perlu kita telaah lebih lanjut untuk dikembangkan," ujarnya.