Komisi X DPR RI mengapresiasi keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang membatalkan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN).
"Kami memberikan apresiasi atas keputusan pemerintah yang membatalkan kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri," kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan Komisi X berharap keputusan tersebut diikuti dengan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan yang komprehensif, bukan sekadar bersifat jangka pendek atau instan, seperti skema study loan atau pinjaman biaya pendidikan.
Menurut Huda, harus diakui bahwa kenaikan UKT di sejumlah PTN terlalu tinggi dan dipastikan akan memberatkan peserta didik.
“Kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri rata-rata naik 100 persen hingga 300 persen, meskipun kenaikan itu didasarkan pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Perubahan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN,” ujar dia.
Ia menilai langkah pemerintah dengan mendorong PTN menjadi badan hukum dengan harapan bisa menggalang dana pihak ketiga merupakan langkah ideal. Meskipun begitu, hal tersebut dapat menjadi bumerang apabila otoritas menggalang dana dari pihak ketiga itu dimaknai pengelola PTN sebagai legitimasi untuk mencari dana dari orang tua mahasiswa melalui skema UKT.
“Objektifikasi PTNBH bisa mencari dana dari pihak ketiga harusnya diikuti dengan langkah menciptakan ekosistem usaha yang bagus bagi PTN. Misalnya, mengharuskan perusahaan-perusahaan di Indonesia bekerja sama dengan PTN sebagai mitra dalam penelitian dan riset pengembangan usaha. Jika ekosistem ini tidak terbentuk, pengelola PTN ujungnya menjadikan mahasiswa sebagai objek usaha,” jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengaku ikut cemas melihat angka-angka kenaikan uang kuliah tunggal di berbagai perguruan tinggi negeri.
“Saya melihat beberapa angka-angkanya dan itu juga buat saya pun cukup mencemaskan,” kata Nadiem usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5).
Berangkat dari kekhawatiran tersebut serta setelah menampung aspirasi berbagai lapisan masyarakat, terutama mahasiswa dan para orangtua siswa, Nadiem memutuskan untuk membatalkan aturan kenaikan UKT tahun ini.
“Jadi, saya mendengar aspirasi dari berbagai macam mahasiswa, keluarga, dan masyarakat mengenai kepedulian mereka mengenai adanya peningkatan UKT yang terjadi di PTN-PTN,” ujar dia.
Menyusul pembatalan kenaikan UKT, Kemendikbudristek akan mengevaluasi kembali semua permintaan peningkatan UKT dari PTN agar sesuai dengan asas kewajaran dan keadilan. Namun, Nadiem memastikan bahwa kebijakan kenaikan UKT baru akan berlaku tahun depan.
Ia menyampaikan Komisi X berharap keputusan tersebut diikuti dengan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan yang komprehensif, bukan sekadar bersifat jangka pendek atau instan, seperti skema study loan atau pinjaman biaya pendidikan.
Menurut Huda, harus diakui bahwa kenaikan UKT di sejumlah PTN terlalu tinggi dan dipastikan akan memberatkan peserta didik.
“Kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri rata-rata naik 100 persen hingga 300 persen, meskipun kenaikan itu didasarkan pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Perubahan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN,” ujar dia.
Ia menilai langkah pemerintah dengan mendorong PTN menjadi badan hukum dengan harapan bisa menggalang dana pihak ketiga merupakan langkah ideal. Meskipun begitu, hal tersebut dapat menjadi bumerang apabila otoritas menggalang dana dari pihak ketiga itu dimaknai pengelola PTN sebagai legitimasi untuk mencari dana dari orang tua mahasiswa melalui skema UKT.
“Objektifikasi PTNBH bisa mencari dana dari pihak ketiga harusnya diikuti dengan langkah menciptakan ekosistem usaha yang bagus bagi PTN. Misalnya, mengharuskan perusahaan-perusahaan di Indonesia bekerja sama dengan PTN sebagai mitra dalam penelitian dan riset pengembangan usaha. Jika ekosistem ini tidak terbentuk, pengelola PTN ujungnya menjadikan mahasiswa sebagai objek usaha,” jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengaku ikut cemas melihat angka-angka kenaikan uang kuliah tunggal di berbagai perguruan tinggi negeri.
“Saya melihat beberapa angka-angkanya dan itu juga buat saya pun cukup mencemaskan,” kata Nadiem usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5).
Berangkat dari kekhawatiran tersebut serta setelah menampung aspirasi berbagai lapisan masyarakat, terutama mahasiswa dan para orangtua siswa, Nadiem memutuskan untuk membatalkan aturan kenaikan UKT tahun ini.
“Jadi, saya mendengar aspirasi dari berbagai macam mahasiswa, keluarga, dan masyarakat mengenai kepedulian mereka mengenai adanya peningkatan UKT yang terjadi di PTN-PTN,” ujar dia.
Menyusul pembatalan kenaikan UKT, Kemendikbudristek akan mengevaluasi kembali semua permintaan peningkatan UKT dari PTN agar sesuai dengan asas kewajaran dan keadilan. Namun, Nadiem memastikan bahwa kebijakan kenaikan UKT baru akan berlaku tahun depan.