Pengadilan Inggris akan tentukan sikap soal penangkapan Netanyahu

id Inggris, Pengadilan, Surat penangkapan, ICC, Netanyahu

Pengadilan Inggris akan tentukan sikap soal penangkapan Netanyahu

Arsip Foto - Pembalap Mercedes asal Inggris George Russell mengikuti sesi kualifikasi jelang Grand Prix Formula Satu Inggris di sirkuit balap motor Silverstone di Silverstone, Inggris tengah, Sabtu (6/7/2024). ANTARA/AFP/Benjamin Cremel/am.

Birmingham (ANTARA) - Pertanyaan terkait pelaksanaan surat perintah penangkapan internasional untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya akan ditentukan melalui proses di pengadilan, kata seorang pejabat tinggi Inggris pada Senin (25/11).

Mantan Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel telah menanyakan tanggapan pemerintah soal surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Netanyahu serta mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza.

"Pemerintah akan mematuhi kewajiban internasional kami," kata wakil menteri luar negeri untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Hamish Falconer, dalam tanggapannya.

"Ada proses hukum dan domestik di dalam pengadilan independen kita yang menentukan apakah akan mendukung surat perintah penangkapan oleh ICC," ujarnya.

Dia juga mengatakan, "Proses ini belum pernah diuji karena Inggris belum pernah dikunjungi oleh terdakwa ICC."

Falconer menyebutkan bahwa parlemen menganggap supremasi hukum internasional sebagai "komitmen penting."

"Mahkamah Pidana Internasional merupakan badan utama yang penting dalam menegakkan norma-norma ini dan isu-isu terkait yurisdiksi dan komplementaritas telah disidangkan oleh Kamar Pra Peradilan. Tiga hakim telah mengeluarkan temuan mereka, dan menurut saya kita harus menghormatinya."

Semua tindakan pemerintah saat ini akan "dipandu" oleh hukum internasional, katanya.

ICC pekan lalu mengumumkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant "atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024" di Jalur Gaza.

Serangan genosida Israel di Gaza terus berlanjut -- sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dan telah menewaskan lebih dari 44 ribu orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

Gempuran Israel telah menyebabkan hampir seluruh penduduk daerah kantong itu mengungsi. Blokade yang disengaja telah menyebabkan kelangkaan parah pada bahan makanan, air bersih dan obat-obatan hingga mendorong penduduk ke ambang kelaparan.


Sumber: Anadolu