Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Albertus Sulaiman menyebutkan bahwa es yang mencair di Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah tidak bisa kembali lagi seperti semula.
"Apakah salju ini akan kembali? Itu bisa terjadi jika suhu global bumi menurun, tetapi es yang tercipta tidak akan sama lagi, karena alam bersifat irreversible (tidak dapat kembali)," katanya dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia menyebutkan peristiwa mencair es di Jayawijaya disebabkan oleh perkembangan perekonomian yang meningkat di negara tropis, yang juga berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan energi, sehingga pemanasan atmosfer semakin meningkat karena emisi gas rumah kaca.
Ia menjelaskan emisi gas rumah kaca beberapa di antaranya diakibatkan oleh sumber energi seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta perubahan lahan dari hutan menjadi pertanian atau perkebunan yang ikut berperan dalam meningkatkan emisi gas rumah kaca.
"Pemanasan global yang dewasa ini meningkat memicu kejadian El Nino menjadi lebih intens, sehingga diperkirakan es di puncak Jayawijaya akan segera habis," ujarnya.
Oleh karena itu, Albertus mengatakan umat manusia saat ini harus bisa menahan laju peningkatan dengan mengubah energi fosil menjadi energi terbarukan seperti air dan panas bumi, juga mengefektifkan lahan pertanian dan perkebunan.
BRIN juga telah melakukan berbagai riset lanjutan dalam hal energi terbarukan, carbon capture, pertanian berkelanjutan, hingga monitoring emisi karbon akibat dekomposisi gambut dalam rangka mendukung program pemerintah terkait Net Zero Emission.
"Jargon yang dapat kita promosikan di mana masyarakat dapat berpartisipasi adalah life with nature (hidup dengan alam) di mana alam kita perlakukan sebagai subjek bukan lagi sebagai objek," kata Albertus Sulaiman.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya terus menyusut secara drastis, hingga saat ini diperkirakan tersisa hanya setebal empat meter.
Ketebalan es yang diperkirakan hanya tinggal empat meter itu didapatkan berdasarkan pengukuran terhadap tongkat/stake ukur yang ditanam di Puncak Sudirman Pegunungan Jayawijaya.
"Terakhir ada 14 stake yang sudah tersingkap artinya ketebalan gletser diperkirakan tinggal empat meter," kata Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG Donaldi Sukma Permana.
Ketebalan es tersebut sudah menyusut signifikan dibandingkan hasil pengukuran BMKG sebelumnya yaitu 32 meter pada 2010, dan 5,6 meter pada medio November 2015-Mei 2016.