Palu (ANTARA) - Komisioner Komnas HAM RI Saurlin P Siagian menyebut bahwa inisiatif pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Provinsi Sulawesi Tengah merupakan yang pertama di Indonesia.
"Tentu ini akan menjadi catatan penting bagi Indonesia, karena baru ini ada provinsi yang membuat sebuah terobosan untuk membentuk Satgas PKA," kata Saurlin Siagian pada kegiatan Lokakarya Penyusunan Peta Jalan Satuan Tugas PKA Provinsi Sulawesi Tengah, di Palu, Kamis.
Ia menilai bahwa langkah ini sangat progresif dan patut dicontoh oleh provinsi lain. Dalam tiga tahun terakhir, Komnas HAM menerima laporan dari masyarakat terkait konflik agraria sebanyak 2.753 konflik.
Ia mengemukakan bahwa yang harus dilakukan adalah melakukan pendekatan berbasis HAM, yang merupakan kerangka konseptual dalam rangka proses pembangunan yang umum dikenal, dan secara normatif berasal dari standar HAM internasional dan nasional yang bertujuan untuk mempromosikan, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia.
"Pendekatan berbasis HAM memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh pemerintah sebagai pengembang utama kebijakan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap hak asasi manusia dan berupaya untuk menghindar pelanggaran hak tersebut," ujarnya.
Penyelesaian konflik agraria berbasis HAM, kata dia, menekankan proses dan tujuan penyelesaian yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Hal ini menekankan pentingnya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak setiap orang dan kelompok, khususnya kelompok rentan, terutama hak atas tanah dan sumber daya alam, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi.
Oleh karena itu, ia juga menekankan beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam pembentukan peta jalan PKA Provinsi Sulteng ini, yakni perlunya pengakuan atas kesalahan masa lalu, baik dari sisi regulasi maupun penetapan batas hutan dan tanah negara.
Selain itu, ia mengatakan perlunya kolaborasi lintas kementerian/lembaga untuk mempercepat terwujudnya target “satu peta”, dan kebutuhan akan data konflik agraria yang lengkap, agar upaya pemulihan (remedy) terhadap korban terdampak dapat dilakukan secara komprehensif dan bermartabat.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid, menegaskan bahwa konflik agraria semakin meningkat seiring dengan terbukanya wilayah Sulteng terhadap arus investasi.
“Satgas ini penting untuk mengidentifikasi masalah dan memberikan rekomendasi kepada saya, agar saya bisa mengambil kebijakan yang adil dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat,” ujarnya.
Ia juga berharap kehadiran Wamenham dan Komnas HAM dapat memberikan pencerahan dan penguatan kepada Satgas PKA agar mampu meminimalisir pelanggaran HAM di lapangan.
Ia menambahkan bahwa konflik agraria tidak boleh ditunda penyelesaiannya, karena investasi harus berjalan tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat.
Berdasarkan data pengaduan Komnas HAM RI terkait isu Agraria Sulawesi Tengah tahun 2022-2024 untuk kategori sebaran wilayah peristiwa, yakni Kabupaten Banggai lima kasus, Donggala dua kasus, Morowali sembilan kasus, Poso enam kasus, Morowali Utara 13 kasus, Buol empat kasus dan Kota Palu lima kasus.
Sementara untuk kategori korban, meliputi individu delapan kasus, kelompok masyarakat 34 kasus, kelompok masyarakat adat dua kasus dan tanpa keterangan korban 1 kasus.
Adapun pihak teradu/yang diadukan, yakni pemerintah pusat lima kasus, pemerintah daerah enam kasus, Polri tiga kasus, Korporasi 29 kasus, BUMN/BUMD satu kasus, dan tanpa keterangan satu kasus.