Palu (ANTARA) - Wakil Wali Kota Palu Imelda Liliana Muhidin mengungkapkan kondisi jalan nasional di sekitar area tambang pasir dan batuan kepada Komisi V DPR RI.
"Kami minta penambang untuk memperbaiki jalan dengan rigit beton. Tapi pekerjaannya sangat lambat," katanya saat rapat bersama di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kamis.
Dia menjelaskan, Pemerintah Kota Palu dan pihak pengusaha telah menandatangani komitmen bersama sejak Februari 2024. Tetapi, pengerjaan baru berlangsung sekitar dua hingga tiga bulan terakhir.
"Progres sangat lambat, padahal targetnya harus rampung Juli 2025," tegasnya.
Menurutnya, meskipun jalan tersebut berstatus jalan nasional yang menjadi kewenangan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN), masyarakat tetap menyampaikan keluhan langsung ke Pemkot Palu.
Jalan nasional itu, dilalui kendaraan perusahaan dari area penambangan, menuju pelabuhan pengangkutan yang ada di sepanjang Teluk Palu.
“Masyarakat tidak peduli itu jalan nasional atau bukan, yang mereka datangi tetap kami di pemerintah kota,” jelasnya.
Imelda juga menyoroti minimnya kontribusi perusahaan tambang dalam menjaga kenyamanan masyarakat sekitar.
Bahkan, Pemkot menyarankan agar perusahaan membangun jalur khusus seperti conveyor belt, agar tidak membebani jalan umum.
"Kalau penambang tidak mau lewat jalan umum, harusnya mereka bangun conveyor sendiri. Tapi ini tidak dilakukan," keluhnya.
Kata Imelda, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan tambang sangat terdampak oleh debu dan banyak yang mengeluhkan kondisi kesehatan.
"Kami minta BPJN ikut mengawasi, karena saat ini baru beberapa perusahaan saja yang aktif mengerjakan,” harapnya.
Selain persoalan tambang pasir dan batuan, Imelda juga menyampaikan keluhan lain soal infrastruktur yang belum rampung, seperti jalan dua jalur menuju kawasan hunian tetap (huntap) Tondo dan Talise yang hingga kini baru terealisasi satu jalur.
“Untuk jalan ke huntap Tondo-Talise yang direncanakan dua jalur, sampai sekarang baru satu jalur yang selesai,” katanya.
Ia turut menyinggung kondisi Sungai Pondo di Kawatuna yang mengalami sedimentasi berat dan dikhawatirkan dapat mengancam permukiman warga. Sungai tersebut berada di bawah kewenangan Balai Wilayah Sungai.
“Sedimentasinya sudah sangat mengkhawatirkan. Ini berdampak langsung ke warga di Kawatuna hingga ke atas di Poboya,” katanya.