Refleksi Hari Kelautan, memandang laut sebagai sumber hara bangsa

id Hari kelautan,2 juli,ketahanan pangan,ekosistem pangan,sumber hara laut,ekonomi biru,blue economy,perikanan,kelautan

Refleksi Hari Kelautan, memandang laut sebagai sumber hara bangsa

Pembudi daya rumput laut di Perairan Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, melakukan panen. (ANTARA/HO-BBPBAP Jepara.)

Jakarta (ANTARA) - Refleksi Hari Kelautan menghadirkan momentum penting untuk meninjau kembali bagaimana laut diposisikan dalam pembangunan nasional.

Dalam beberapa tahun terakhir, orientasi kebijakan kelautan cenderung lebih ditekankan pada aspek pertahanan dan geopolitik.

Sementara itu, fungsi laut sebagai ruang ekologis dan penyedia hara alami masih belum mendapatkan tempat strategis dalam perumusan kebijakan ketahanan pangan nasional.

Secara ilmiah, laut memiliki peran yang sangat vital sebagai sumber hara. Setiap tetes air hujan yang jatuh ke bumi membawa mineral dari dataran tinggi ke muara dan akhirnya ke laut. Air sungai yang mengikis batuan dari hulu hingga hilir dan hempasan ombak yang menghancurkan batuan melarutkan garam-garam dalam batuan.

Proses itu menghasilkan akumulasi unsur-unsur penting seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium dalam perairan laut termasuk pada tubuh makhluk hidup yang menjadi penghuni kehidupan laut.

Maksudnya adalah di dalam laut, unsur-unsur tersebut tidak hanya terkandung dalam air, tetapi juga dalam makhluk hidup, seperti ikan, rumput laut, dan organisme laut lainnya yang mengalami siklus dekomposisi dan menjadi bagian dari sistem nutrien alami.

Limbah ikan, sisa pengolahan rumput laut, hingga kotoran burung laut merupakan sumber pupuk organik yang sangat kaya nutrisi. Sejumlah riset, termasuk dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menunjukkan bahwa limbah perikanan mengandung kandungan nitrogen yang tinggi dan dapat diolah menjadi pupuk ramah lingkungan.

Di beberapa negara maju, sistem pertanian berbasis laut sudah diterapkan secara sistematis, menjadikan hasil sampingan kegiatan kelautan sebagai bagian dari ekosistem pertanian nasional.

Di dalam negeri, pendekatan serupa sudah mulai dikenali dalam skala kecil oleh komunitas pesisir, yang memanfaatkan limbah rumput laut dan kotoran burung sebagai bahan baku pupuk organik.

Namun inisiatif lokal ini masih berjalan secara terbatas, belum sepenuhnya terfasilitasi oleh kerangka riset terpadu atau dukungan kebijakan yang berkelanjutan untuk pengembangan.

Di sinilah pentingnya peran lembaga riset seperti BRIN dalam memperkuat fondasi ilmiah dan mengintegrasikannya ke dalam kebijakan pembangunan.

Dalam beberapa tahun terakhir, BRIN telah mengambil langkah positif melalui program seperti Hari Layar yang membuka akses riset multidisiplin kelautan. Kolaborasi dengan institusi nasional dan internasional, seperti UI, IPB, dan OceanX, telah menghasilkan kemajuan dalam pemetaan biodiversitas laut dalam dan pengembangan teknologi pemantauan.

Namun agar potensi riset ini dapat terhubung langsung ke sektor produksi pangan dan pertanian, diperlukan sinergi kelembagaan yang lebih kuat, termasuk dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Pertanian.

Secara umum, pendekatan ekonomi biru yang mencakup pemanfaatan laut secara berkelanjutan perlu diperluas cakupannya agar tidak hanya berfokus pada penangkapan ikan atau pariwisata laut, melainkan juga pada dimensi pertanian pesisir dan integrasi hara laut ke dalam sistem pangan nasional.

Negara lain seperti Australia telah menetapkan arah kebijakan yang selaras dengan prinsip ini melalui National Marine Science Plan, yang menghubungkan riset dasar kelautan dengan kebijakan pertanian, pengelolaan sumber daya, dan konservasi.


Ketahanan pangan

Pengembangan pupuk berbasis laut juga sejalan dengan upaya nasional dalam menekan ketergantungan pada pupuk anorganik sintetis, yang sebagian besar masih diimpor.

Dengan memanfaatkan sumber daya lokal dari laut, ketahanan pangan nasional dapat diperkuat, sekaligus menciptakan ekonomi sirkular yang ramah lingkungan.

Laut, dalam hal ini, menjadi sumber kehidupan yang menyuplai bukan hanya protein hewani, tetapi juga unsur-unsur penyubur tanah yang mendukung keberlanjutan pertanian.

Perlu juga diakui bahwa kebijakan kelautan di Indonesia terus disempurnakan, dan sejumlah regulasi baru menunjukkan arah yang konstruktif.

Namun, ruang untuk memperkuat basis ilmiah dan menjadikan hasil riset sebagai dasar kebijakan masih sangat terbuka.

Dengan penguatan koordinasi antarlembaga dan pembiayaan riset yang berorientasi pada pemanfaatan ekologis, potensi laut sebagai penyumbang hara nasional dapat dioptimalkan lebih lanjut.

Pendekatan terintegrasi ini dapat memberikan dampak yang sangat signifikan, tidak hanya bagi kesejahteraan masyarakat pesisir, tetapi juga bagi petani di seluruh nusantara yang selama ini bergantung pada distribusi pupuk dari sistem logistik yang rentan.

Bila hasil samping perikanan dan budidaya laut dapat diolah di wilayah pesisir menjadi pupuk organik, maka rantai distribusi bisa lebih pendek, biaya produksi menurun, dan daya saing produk pertanian meningkat. Ekosistem laut juga dapat menjadi penopang pertanian di pulau-pulau kecil sehingga tidak tergantung pada input dari luar pulau yang berbiaya tinggi.

Hari Kelautan menjadi momen reflektif untuk memandang laut secara lebih menyeluruh. Di tengah tantangan perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan tekanan terhadap sumber daya alam, pendekatan berbasis ekologi dan riset ilmiah dapat menjadi penentu arah kebijakan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Pemahaman bahwa laut adalah sumber hara, penyubur tanah dan kehidupan, dapat mengubah cara pandang terhadap laut dari semata wilayah strategis menjadi sumber daya pangan masa depan.

Langkah-langkah kecil telah dimulai, dan dengan arah kebijakan yang konsisten serta keberpihakan terhadap ilmu pengetahuan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam integrasi kelautan dan pertanian tropis.

Riset yang mendalam, keterlibatan masyarakat pesisir, dan kolaborasi antarsektor menjadi fondasi untuk menciptakan sistem pangan yang tahan krisis dan berpijak pada kekayaan alam sendiri.

Refleksi ini menawarkan arah baru dalam melihat hubungan antara eksploitasi dan pelestarian laut. Bukan dua kutub yang saling meniadakan, melainkan dua aspek yang bisa saling memperkuat.

Eksploitasi yang dilakukan secara bijak dan berbasis data ilmiah justru dapat memperkuat pelestarian, sementara pelestarian yang terukur dapat menciptakan manfaat ekonomi jangka panjang.

Laut telah memberi begitu banyak dalam diam: menampung limpasan hara dari dataran, menyimpan nutrien, memelihara rantai makanan, dan menyediakan bahan penyubur bagi daratan. Kini, saatnya menjadikan fungsi-fungsi itu sebagai landasan pembangunan.

Di Hari Kelautan ini, semangat untuk menjembatani ilmu pengetahuan, kebijakan, dan praktik berkelanjutan menjadi kunci dalam memastikan bahwa laut tetap menjadi pusat kehidupan, bukan hanya perbatasan negara.


*) Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, BRIN.


Pewarta :
Editor : Andilala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.