Jakarta (ANTARA) - Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan vonis bebas atas Fatia Maulidiyanti-Haris Azhar memperkuat prinsip bahwa tidak ada seorang pun boleh dihukum karena berpendapat dan berekspresi sesuai dengan pikiran dan hati nurani.
"Putusan ini menjadi preseden baik dan dapat menjadi acuan agar tidak lagi terjadi kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM, khususnya dengan menggunakan UU ITE, mengingat Pasal 27 ayat (3), Pasal 45 ayat (3) UU ITE seperti yang didakwakan kepada Haris dan Fatia rentan digunakan kepada pembela HAM dan korban kekerasan lainnya.," kata Siti Aminah Tardi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Siti Aminah Tardi menambahkan jika terdapat dugaan pelanggaran UU ITE, seharusnya dikedepankan pendekatan keadilan restoratif seperti diatur dalam Surat Edaran Kapolri No.SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, yang dalam kasus ini telah diupayakan, namun tidak berhasil.
"Komnas Perempuan menghormati upaya hukum kasasi yang ditempuh oleh jaksa penuntut umum dan merekomendasikan agar majelis hakim kasasi memperkuat keputusan tingkat pertama dan menjadi penjaga hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia," katanya.
Kasus Fatia-Haris menyita perhatian publik sejak Maret 2021, berawal dari saluran YouTube Haris Azhar dengan narasumber Fatia Maulidiyanti, yang menyampaikan hasil penelitian situasi ekonomi dan politik Papua.
Selanjutnya, Fatia dilaporkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi atas tuduhan pencemaran nama baik.
"Putusan ini menjadi preseden baik dan dapat menjadi acuan agar tidak lagi terjadi kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM, khususnya dengan menggunakan UU ITE, mengingat Pasal 27 ayat (3), Pasal 45 ayat (3) UU ITE seperti yang didakwakan kepada Haris dan Fatia rentan digunakan kepada pembela HAM dan korban kekerasan lainnya.," kata Siti Aminah Tardi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Siti Aminah Tardi menambahkan jika terdapat dugaan pelanggaran UU ITE, seharusnya dikedepankan pendekatan keadilan restoratif seperti diatur dalam Surat Edaran Kapolri No.SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, yang dalam kasus ini telah diupayakan, namun tidak berhasil.
"Komnas Perempuan menghormati upaya hukum kasasi yang ditempuh oleh jaksa penuntut umum dan merekomendasikan agar majelis hakim kasasi memperkuat keputusan tingkat pertama dan menjadi penjaga hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia," katanya.
Kasus Fatia-Haris menyita perhatian publik sejak Maret 2021, berawal dari saluran YouTube Haris Azhar dengan narasumber Fatia Maulidiyanti, yang menyampaikan hasil penelitian situasi ekonomi dan politik Papua.
Selanjutnya, Fatia dilaporkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi atas tuduhan pencemaran nama baik.