Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, Sulawesi Tengah, tetap memprioritaskan penanganan stunting tahun 2025 di daerah guna memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) generasi bangsa.
"Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus berkolaborasi lintas sektor dalam percepatan penanganan stunting di daerah," kata Wakil Wali Kota Palu Reny A Lamadjido di Palu, Rabu.
Ia menyampaikan keberhasilan dalam menangani stunting tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi memerlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, serta sektor lainnya.
“Menurunkan angka stunting adalah tanggung jawab bersama. Ini bukan hanya pekerjaan pemerintah, tapi juga melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu harus terjalin kerja sama yang kuat untuk memastikan tumbuh kembangan anak yang sehat," ucapnya.
Secara regulasi, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) merupakan instansi utama sebagai motor penggerak, namun kerja-kerja tersebut harus ditunjang dengan dukungan instansi lainnya sesuai tugas pokok masing-masing.
Sebab stunting, lanjutnya, merupakan masalah serius yang harus cepat dicegah, sebab bila hal ini diabaikan akan mempengaruhi kualitas generasi penerus.
"Secara kelembagaan, Pemkot Palu memiliki komitmen yang kuat terhadap persiapan stunting. Saya berharap tim percepatan penanganan stunting lebih memperluas kerja sama dengan melibatkan organisasi/lembaga di daerah ini," ujar Reny.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tren stunting di ibu kota Sulawesi Tengah tiga tahun terakhir sangat positif, dari 23,9 persen tahun 2021 naik menjadi 24,7 persen tahun 2022, kemudian turun menjadi 22,1 persen tahun 2023.
Kemudian menurut data elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) 2024, angka stunting di Kota Palu dari tahun ke tahun di angka 7,9 persen tahun 2021, kemudian turun 6,19 persen pada tahun 2022 hingga 2023, dan tahun lalu turun menjadi 6,16 persen.
"Stunting bukan hanya masalah kesehatan, banyak faktor mempengaruhi, baik itu dari segi kesehatan, ekonomi, maupun sosial, dan budaya. Mengubah paradigma masyarakat menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) butuh waktu, dibutuhkan gotong-royong dalam penanganannya," tutur Reny.