Komnas-HAM: Rancangan perpres tugas TNI cegah terorisme dibahas terbuka

id Komnas-HAM Sulteng,Komnas-HAM,terorisme,dedi askary,radikalisme,intoleransi,tni

Komnas-HAM:  Rancangan perpres tugas TNI cegah terorisme dibahas terbuka

Ketua Komnas-HAM Sulteng, Dedi Askary (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Palu (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah menyatakan rancangan peraturan Presiden mengenai tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dalam rancangannya akan dilibatkan dalam penanggulangan terorisme harus dibahas secara terbuka.

“Pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam pembahasan rancangan perpres pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme,” ucap Ketua Komnas-HAM RI Perwakilan Sulteng, Dedi Askary, di Palu, Selasa.

Dalam keterangan tertulisnya, Dedi Askary mengemukakan bahwa Komnas-HAM Sulteng merespon pernyataan Menkopolhukam yang berupaya mempercepat pembahasan Rancangan perpres tersebut.

Dedi mengatakan sesuai dengan amanat Pasal 43I ayat 3 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, Komnas HAM-RI secara kelembagaan telah mengirimkan surat kepada Presiden RI melalui surat No. 056/TUA/VI/2020, tertanggal 17 Juni 2020.

Terkait dengan rencana pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme, Komnas-HAM, katanya, meminta agar pembahasan terhadap rancangan perpres dilakukan secara terbuka dan transparan, sebagai bagian dari proses pembentukan hukum yang menghormati hak partisipasi publik, yang diatur dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Agar dalam penyusunan dan pembahasannya, tetap melandaskan penyusunan dan pembahasan Ranperpres pada kerangka criminal justic sytem bukan war model sebagaimana spirit dalam UU Nomor 5 Tahun 2018.,” katanya.

Bagi Komnas-HAM, katanya, peran TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme bersifat bantuan, dan hanya operasi militer selain perang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya pasal 7 ayat 3.

“Sehingga seharusnya bersifat ad hoc, didasarkan pada politik negara, dan anggaran dari APBN,” sebutnya.

Komnas-HAM Sulteng, lanjut dia, juga mendesak kepada pemerintah untuk melakukan harmonisasi dan meletakan kepolisian dan BNPT sebagai instansi utama, dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme, sehingga tidak akan tumpang tindih dalam implementasi dan tata kelola dengan lembaga lain.

“Berdasarkan hal tersebut, penting pemerintah untuk kembali membawa upaya pemberantasan terorisme dalam kerangka penegakan hukum pidana, sebagai perwujudan negara hukum yang menghormati HAM dan demokrasi, dan mengendalikan peran militer pada profesionalisme sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan TAP MPR terkait pemisahan Polri dan TNI,” sebutnya.