Jakarta, (antarasulteng.com) - Pemekaran wilayah merupakan pilihan kebijakan yang memungkinkan terjadinya percepatan kesejahteraan di wilayah Papua,apalagi jika melihat cakupan luas wilayah dengan topografi bergunung-gunung, berbukit dan berlembah.
Tentu, pilihan pemekaran sebagai salah satu solusi penting dikedepankan dan tetap dilakukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab, sebaik apa pun program dan afirmasi terhadap Papua akan sia-sia karena tidak mencapai sasaran akibat kondisi dan wilayah luas terisolasi. Apalagi masyarakat Papua hidup terpencar di gunung, di lembah dan pantai.
Karena itu, dengan pembentukan provinsi baru, secara perlahan akan mendorong pengembangan wilayah kabupaten-kota, distrik dan kampung. Jika ini yang terjadi, maka pelayanan publik akan semakin dekat dan menyentuh masyarakat terpencil.
Kondisi saat ini, dimana di Papua hanya ada dua provinsi, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat sangat idak ideal jika dibandingkan dengan luas wilayah, topografi dan tuntutan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, memicu inefisiensi yang sangat besar. Sebab, akses masyarakat dari distrik ke ibu kota kabupaten harus ditempuh dengan pesawat terbang. Apalagi ke ibu kota provinsi.
Luas Papua sama dengan 3,5 kali Pulau Jawa atau seluas 404.669 kilometer persegi (km2) dengan geografis bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Pulau Jawa memiliki enam provinsi, sementara di Tanah Papua baru memiliki dua provinsi dengan kondisi wilayah yang sulit dan luas.
Dengan demikian, sangat tidak masuk akal kalau masyarakat menolak pemekaran wilayah, yang justru menjadi harapan yang sangat diidamkan daerah lain di Indonesia.
Jadi, menolak pemekaran wilayah Papua sebenarnya merupakan cara lain untuk melanggengkan ketertinggalan jika dibanding dengan daerah lain di kawasan Indonesia timur. Pembentukan daerah baru selalu dihadang kendala klasik, seperti kesiapan sumber daya manusia, keterbatasan infrastruktur, keterbatasan pembiayaan dan sebagainya.
Di sisi lain, keterbatasan sdm, infrastruktur dan pembiayaan itu sering menjadi motif pemekaran wilayah di berbagai daerah. Sebab, dengan pemekaran wilayah, otomatis daerah baru akan mendapatkan dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan sebagainya, seperti yang diperoleh daerah lain.
Selain itu, daerah baru akan lebih mudah mengembangkan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan karena memiliki sumber pembiayaan sendiri serta berusaha memnuhi tuntutan untuk membuka isolasi wilayah. Ilustrasinya, ketika terjadi pembentukan daerah otonom baru (dob), dengan sendirinya membutuhkan pusat pemerintahan baru, pusat ekonomi baru dan memungkinkan terjadinya pemngembangan wilayah kecamatan, desa dan kelurahan sebagai keharusan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Bagi masyarakat sangat sederhana, pemekaran wilayah memang pasti memunculkan masalah, tetapi hal itu lebih baik dibandingkan masalah yang muncul jika tidak dilakukan pemekaran.
Saat ini ada beberapa usulan wacana pembentukan provinsi di Tanah Papua, seperti Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan dan Provinsi Papua Barat Daya yang meliputi wilayah kepala burung Pulau Papua. Khusus untuk Provinsi Papua Barat Daya sudah memperoleh dukungan politik dari DPR Papua Barat sebagai syarat administrasi.
Perjuangan pembentukan Provinsi Papua Barat Daya sudah berlangsung lama. Namun ketika itu belum memungkinkan karena syarat usia daerah induk. Yang jelas, aspirasi untuk provinsi baru sangat kuat dan memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah Sorong Raya ini.
Cakupan wilayah provinsi Papua Barat Daya meliputi Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Raja Ampat dan Kabupaten Tambrauw. Namun cakupan wilayah ini bisa bertambah jika pemerintah dan DPR juga menyetujui pembentukan Kabupaten Malamoi di wilayah Kabupaten Sorong, Kabupaten Imekko Raya di Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat Sau (Aifat Raya) di Kabupaten Maybrat, Kabupaten Raja Ampat Selatan di wilayah Raja Ampat dan Kabupaten Raja Ampat Utara di Kabupaten Raja Ampat.
Wajar
Keinginan untuk provinsi baru ini sangat wajar dan sisi geografis, pelayanan publik dan pengendalian pemerintahan. Sebab, jarak tempuh daerah Manokwari sebagai ibu kota cukup memakan waktu, energi dan dana yang tidak kecil.
Bahkan bukan cuma Papua Barat Daya, ke depan perlu dipertimbangkan provinsi kepulauan yang meliputi seluruh wilayah Kepulauan Raja Ampat mengingat tingkat kesulitan dan tantangan pelayanan publik dan pemerintahan di kabupaten ini.
Saat ini, pembentukan provinsi baru ini sangat memungkinkan karena Provinsi Papua Barat sebagai wilayah induk telah memenuhi persyaratan untuk melakukan pemekaran wilayah karena telah berusia 10 tahun sejak keluarnya Instruksi Presiden Megawati Soekarnoputri pada 27 Januari 2003. Bahkan sudah berusia 13 tahun jika dihitung sejak keluarnya UU Nomor 45 Tahun 1999 yang merupakan dasar pembentukan Provinsi Papua Barat.
Apalagi, DPR Papua Barat sudah merekomendasikan pembentukan Provinsi Papua Barat Daya. Namun, proses yang sedang berlangsung perlu mendapat pengawalan dan dorong di level pemerintah pusat dan DPR RI. Sebab, terbentuk-tidaknya Provinsi Papua Barat Daya sangat tergentung dari niat anggota DPR RI periode 2009-2014. Artinya, komposisi wakil rakyat hasil Pemilu 2014 sangat menentukan realisasi Provinsi Papua Barat Daya.
Kesadaran mengenai provinsi baru ini juga menjadi kesadaran bersama komponen masyarakat di wilayah kepala burung Pulau Papua.
Kalau pemekaran dilakukan untuk kepentingan kelompok, jabatan dan sebagainya, maka motif seperti itu yang seringkali menjadi batu sandungan pembentukan daerah baru. Sebaliknya, kalau semua berangkat dari niat tulus untuk memperbaiki kesejahteraan dan kemajuan di Tanah Papua,maka tidak cukup alasan untuk mengganjal pemekaran hanya karena persoalan yang tidak mendasar. Sebab, kepentingan rakyat tidak boleh dikalahkan oleh ambisi pribadi dan kepentingan sesaat.
Pemekaran wilayah juga tidak perlu dimaknai kalau Tanah Papua mau dipecah-belah. Sebab, pemekaran ini harus dimaknai sebagai upaya untuk mempercepat kemajuan di Tanah Papua. Saya beberapa kali memberikan contoh mengenai pulau lain di Indonesia yang jauh lebih kecil membentuk beberapa provinsi.
Sedangkan, Papua dengan wilayah yang sangat luas hanya memiliki dua provinsi. Tak terbayangkan betapa susahnya rakyat di kampung-kampung, di gunung, di lembah, di pantai dan pulau-pulau terluar yang jauh sehingga jarang tersentuh untuk sekadar mengakses ke pusat pemerintahan, pendidikan maupun kesehatan.
Strategi yang tepat untuk mempercepat kesejahteraan dan pembangunan di Papua melalui pemekaran dalam kerangka otonomi khusus (otsus) Papua.
Otsus sebagai bagian dari kompromi di Tanah Papua adalah sesuatu yang patut diapresiasi. Namun setelah mengamati 12 tahun otsus Papua, ternyata belum juga memberikan hasil yang signifikan bagi perbaikan kesejahteraan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya keluhan masyarakat tentang gagalnya pelaksanaan otsus di Papua. Ini dapat dimaklumi karena luas wilayah dan topografi yang penuh tantangan.
Jadi, pemekaran wilayah dan provinsi menjadi relevan dan patut dipertimbangkan unbtuk mengefektifkan implementasi otsus sehingga lebih banyak dan cepat menyentuh masyarakat. Sebab, keberadaan otsus berkedudukan di provinsi yang sudah tentu penganggaran dan alokasi anggaran merujuk kepada jumlah provinsi, bukan pada jumlah kabupaten-kota.
Selain itu, dengan mempertimbangkan jangka waktu dukungan anggaran untuk otsus Papua hanya tersisa sekitar 13 tahun lagi. Jadi sangat disayangkan kalau peluang ini tidak diberikan kepada rakyat Papua melalui pembentukan provinsi baru. Apalagi peluang pembentukan provinsi di tanah Papua masih sangat terbuka untuk memiliki tujuh sampai delapan provinsi di masa mendatang.
Untuk itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk mendorong lahirnya provinsi baru di Papua. Sebab, tanpa provinsi baru, maka dapat dibayangkan kondisi Papua tidak berbeda jauh dengan kondisi 12 tahun belakangan ini.
Soal nama provinsi, sebaiknya diingatt, "apalah arti sebuah nama". "What's a mean of a name?" Demikian ungkapan yang dikemukakan oleh seorang pujangga tersohor Willian Shakespeare. Sebab bunga mawar tetap mawar meskipun dinamai apapun. Dulu Provinsi Papua Barat bernama Irian Jaya Barat, toh bisa diubah menjadi Papua Barat. Yang penting provinsi terwujud terlebih dahulu, kalau soal nama, sebaiknya diserahkan kepada masyarakat luas. Yang prioritas itu bukan nama, tapi provinsi baru.
Siapa pun yang menolak pemekaran sebaiknya melihat kenyataan Provinsi Papua Barat saat ini. Siapa menjamin berbagai perubahan di Papua Barat bisa terjadi jika tidak ada provinsi baru. Kemudian, siapa pula yang menjamin akan ada perjuangan Provinsi Papua Barat Daya, jika tidak diawali dengan Provinsi Papua Barat. Atau siapa yang menjamin sejumlah daerah baru (kabupaten-kota) akan terbentuk di wilayah Papua Barat. Data statistik dan secara kasat mata, semua akan melihat perubahan yang terjadi di wilayah Papua Barat, jauh lebih cepat sebelum terjadi pembentukan provinsi di wilayah ini. (skd)