Gangguan kesehatan jiwa berdampak pada ekonomi negara
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan penyakit gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berdampak kepada penderita tetapi juga memberi pengaruh yang besar terhadap beban perekonomian negara.
"Gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berdampak pada penderitanya, tetapi juga pada perekonomian negara," kata Kepala Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Y.B Satya Sananugraha dalam acara Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa di Jakarta, Selasa.
Menurut Satya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut gangguan kesehatan jiwa membebani perekonomian negara rata-rata senilai 1 triliun dolar Amerika Serikat (AS) per tahun.
Ia merujuk kepada laporan WHO yang dirilis tahun pertengahan 2023, di mana tercantum besaran nilai tersebut berasal dari pengeluaran negara untuk biaya pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi bagi penderita gangguan kesehatan jiwa.
Kemudian biaya untuk kehilangan produktivitas akibat penderita gangguan kesehatan jiwa tidak dapat bekerja atau bersekolah secara optimal, dan biaya akibat gangguan kesehatan jiwa, seperti biaya kriminalitas, kekerasan, dan kecelakaan.
Kendati demikian, Satya tidak mengungkapkan secara langsung berapa pengeluaran Pemerintah RI untuk kasus gangguan kesehatan jiwa.
Seturut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018, diketahui nilai kerugian ekonomi akibat gangguan kesehatan jiwa di Indonesia saat itu diperkirakan mencapai Rp20 triliun per tahun.
"Apapun itu, kita harus akui untuk mengatasi masalah gangguan kesehatan jiwa ini pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang bersifat inovatif dan komprehensif," kata dia.
Ia mencontohkan, kebijakan yang dimaksud antara lain perluasan dan penguatan upaya promosi kesehatan di sekolah dan kelompok masyarakat, pembangunan residensi kesehatan jiwa sejak usia dini, serta pemanfaatan teknologi untuk mempermudah dan memaksimalkan upaya skrining kesehatan.
Kemenko PMK menilai teknologi penting mengingat Kementerian Kesehatan menargetkan 31 juta masyarakat menjalani proses skrining kesehatan jiwa sampai akhir 2023.
"Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait akan terus berkolaborasi untuk meningkatkan akses layanan kesehatan jiwa yang berkualitas dan terjangkau," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan satu di antara 10 orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil skrining yang dilakukan terhadap 6,8 juta orang dan 406.314 orang di antaranya dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
Dia mengategorikan gangguan kesehatan jiwa itu menjadi tiga jenis, yakni anxiety yang ditandai dengan perasaan resah dan tidak tenang, depresi, dan pada tahap akhir menjadi skizofrenia.
"Gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berdampak pada penderitanya, tetapi juga pada perekonomian negara," kata Kepala Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Y.B Satya Sananugraha dalam acara Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa di Jakarta, Selasa.
Menurut Satya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut gangguan kesehatan jiwa membebani perekonomian negara rata-rata senilai 1 triliun dolar Amerika Serikat (AS) per tahun.
Ia merujuk kepada laporan WHO yang dirilis tahun pertengahan 2023, di mana tercantum besaran nilai tersebut berasal dari pengeluaran negara untuk biaya pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi bagi penderita gangguan kesehatan jiwa.
Kemudian biaya untuk kehilangan produktivitas akibat penderita gangguan kesehatan jiwa tidak dapat bekerja atau bersekolah secara optimal, dan biaya akibat gangguan kesehatan jiwa, seperti biaya kriminalitas, kekerasan, dan kecelakaan.
Kendati demikian, Satya tidak mengungkapkan secara langsung berapa pengeluaran Pemerintah RI untuk kasus gangguan kesehatan jiwa.
Seturut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018, diketahui nilai kerugian ekonomi akibat gangguan kesehatan jiwa di Indonesia saat itu diperkirakan mencapai Rp20 triliun per tahun.
"Apapun itu, kita harus akui untuk mengatasi masalah gangguan kesehatan jiwa ini pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang bersifat inovatif dan komprehensif," kata dia.
Ia mencontohkan, kebijakan yang dimaksud antara lain perluasan dan penguatan upaya promosi kesehatan di sekolah dan kelompok masyarakat, pembangunan residensi kesehatan jiwa sejak usia dini, serta pemanfaatan teknologi untuk mempermudah dan memaksimalkan upaya skrining kesehatan.
Kemenko PMK menilai teknologi penting mengingat Kementerian Kesehatan menargetkan 31 juta masyarakat menjalani proses skrining kesehatan jiwa sampai akhir 2023.
"Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait akan terus berkolaborasi untuk meningkatkan akses layanan kesehatan jiwa yang berkualitas dan terjangkau," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan satu di antara 10 orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil skrining yang dilakukan terhadap 6,8 juta orang dan 406.314 orang di antaranya dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
Dia mengategorikan gangguan kesehatan jiwa itu menjadi tiga jenis, yakni anxiety yang ditandai dengan perasaan resah dan tidak tenang, depresi, dan pada tahap akhir menjadi skizofrenia.