Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sekitar 5,75 persen dari total 14.376 pasien penyakit kusta di Indonesia mengalami kecacatan akibat gangguan pada sistem saraf.
"Permasalahan kusta tidak hanya sebatas tingginya prevalensi, namun juga masih tingginya proporsi pasien baru dengan disabilitas tingkat 2 sebesar 5,75 persen," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi dalam agenda Peringatan Hari Penyakit Tropis Terabaikan (NTDs) 2024 diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu.
Data terbaru Kemenkes mengungkapkan bahwa sepanjang 2023 terdapat 14.376 kasus baru kusta yang dilaporkan dari 38 provinsi.
Sebanyak 90 persen kasus kusta adalah tipe multibasiler dengan gejala rasa baal dan menyerang banyak cabang saraf. Sedangkan 8,20 persen di antaranya menyerang anak-anak.
Ia mengatakan data tersebut mencerminkan bahwa penularan kusta masih terjadi di lingkungan yang belum tertangani dengan baik.
Kemenkes juga melaporkan sekitar 5,7 persen penderita kusta telah mengalami disabilitas atau kecacatan grade dua akibat kerusakan saraf, kondisi itu menandakan bahwa penyakit ini telah mencapai tahap lanjut pada sebagian penderitanya.
Menurut Maria Endang Kusta memiliki target eliminasi kurang dari satu per 10.000 penduduk, tapi hingga 2023 masih dilaporkan 14.376 kasus baru dengan 11 provinsi dan 124 kabupaten/kota masih memiliki prevalensi di atas satu per 10.000 penduduk.
Kemenkes memfokuskan upayanya untuk menemukan penderita kusta sebelum mengalami disabilitas.
Pada 2022, Indonesia pernah menempati posisi ketiga dunia dengan 12.612 kasus baru kusta. Namun, upaya pencegahan dan penanganan terus dilakukan untuk mencapai eliminasi kusta secara nasional.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kusta merupakan salah satu dari 21 penyakit tropis terabaikan di dunia yang perlu dieliminasi.
Salah satu upayanya adalah dengan menjaga lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Menurut Menkes Budi berbagai penyakit tropis terabaikan dapat dieliminasi jika masyarakat dapat menjaga lingkungan sehingga berbagai hewan dan binatang yang ada di lingkungan tidak membawa virus, bakteri, atau patogen penyakit.
“Memang, cara yang paling bagus dan paling benar, walaupun susah, adalah jaga lingkungannya. Kalau lingkungannya nggak banyak nyamuk, segala penyakit yang dibawa nyamuk pasti menurun,” ujarnya.
Menkes Budi juga menyampaikan, upaya eradikasi dan eliminasi penyakit tropis terabaikan merupakan program kesehatan berkelanjutan yang tidak dapat selesai dalam satu atau dua tahun.
Upaya mengeliminasi penyakit-penyakit tersebut membutuhkan komitmen bersama untuk menjaga kesehatan lingkungan.