"Panen sayur hidroponik kami tidak hanya dikonsumsi sendiri, tetapi juga dijual keluar Lapas, karena masyarakat berminat," kata Kepala Lapas Kelas IIA Palu Gunawan di Palu, Sabtu.
Ia menjelaskan, sayuran diproduksi WBP berupa selada dan pakcoy, yang mana penanaman sayuran melalui wadah hidroponik merupakan salah satu program pembinaan kemandirian bagi WBP yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam bidang pertanian.
Setelah panen, WBP akan menanam kembali sayuran di wadah tersebut untuk keberlanjutan program.
"Pembinaan ini supaya mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan bisa lebih mandiri untuk menjalankan usaha," ujarnya.
Menurut dia, pemanfaatan lahan sempit untuk bercocok tanam memberikan manfaat positif bagi kelangsungan WBP, karena sayuran yang mereka tanam memiliki nilai ekonomis.
Kemudian, pada sisi lain hasil produksi WBP juga dijamin bebas dari pestisida, sehingga masyarakat berminat membelinya.
"Ini menjadi nilai tambah, selada dan pakcoy yang diproduksi tidak mengandung bahan kimia -pestisida-, semuanya ditanam secara alami tidak menggunakan obat-obatan untuk menyuburkan tanaman," kata Gunawan menuturkan.
Hendra, salah satu pembeli sayur-sayuran hasil produksi WBP mengaku puas dengan kualitas tanaman hidoonik itu.
"Sayurnya segar dan tidak terkontaminasi dengan pestisida. Saya berharap mereka memproduksi kembali jenis sayuran ini," katanya.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sulteng Hermansyah Siregar mengapresiasi model pembinaan yang dilakukan otoritas Lapas Kelas IIA Palu tersebut.
Pemberdayaan dilakukan terhadap WBP menghasilkan nilai ekonomis bagi mereka untuk dimanfaatkan sebagai kebutuhan masyarakat sehari-hari.
"Saya berharap pihak Lapas terus meningkatkan keterampilan WBP, dengan harapan setelah mereka keluar dari Lapas bisa membantu meningkatkan ekonomi keluarga bermodal keterampilan yang sudah didapat selama masa pembinaan," katanya.