Palu (ANTARA) - Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Sulawesi Tengah mendesak pihak kepolisian agar menahan oknum Kepala Desa Soulowe, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi berinisial WHM yang statusnya sudah tersangka atas kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sejak Juli 2024 lalu.
"Oknum pelaku ini merupakan Kepala Desa Soulowe berinisial WHM yang sampai hari ini masih aktif bertugas sebagai aparat desa dengan status hukum tersangka," kata Ketua Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Sulawesi Tengah Nurlela Lamasituju di Palu, Kamis.
Ia mengemukakan pihaknya terus berkomitmen dalam memberikan pendampingan kepada korban kasus kekerasan seksual itu dengan korban inisial H berusia 14 tahun.
"Tentunya kami saat ini memberikan pendampingan terhadap korban dan keluarganya serta mendesak agar pelaku ini segera ditahan dan diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala desa Soulowe," ucapnya.
Ia mendorong pemerintah daerah dan kepolisian di wilayah itu untuk segera menuntaskan dan menyelesaikan persoalan kasus kekerasan seksual yang dialami H berusia 14 tahun tersebut.
"Semua pihak termasuk kepolisian dan pemerintah daerah harus memperhatikan isu ini karena kondisi korban mengalami trauma termasuk keluarga mengalami tekanan mental akibat kasus tersebut yang belum selesai," sebutnya.
Senada dengan itu paman korban bernama Kalbus menjelaskan kondisi korban saat ini trauma dan takut untuk bertemu dengan lawan jenisnya.
Ia mengatakan proses hukum yang menjerat kepala desa itu dinilai tidak ada perkembangan dari pihak kepolisian maupun kejaksaan di daerah itu.
"Laporan resmi ke Polres Sigi itu pada tanggal 3 Juli 2024 dan memang kades Soulowe sudah ditetapkan sebagai tersangka hanya pelaku tidak ditahan tapi hanya wajib lapor sejak tanggal 1 Oktober 2024 hingga 20 Januari 2025," katanya.
Ia berharap agar proses hukum tersebut bisa segera selesai dan memberikan keadilan kepada korban kasus kekerasan seksual tersebut.
"Informasinya berkas perkara ini sudah berada di Kejaksaan Negeri Donggala, pihak jaksa juga sudah meminta LPSK agar pelaku membayar restitusi (ganti rugi yang diberikan kepada korban atas kerugian materiil dan immateriil) kepada korban," tuturnya.
Sementara itu Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Sigi Iptu Nuim Hayat menuturkan penyidik Polres Sigi tidak melakukan penahanan karena pasal yang dipersangkakan yaitu pasal 6 huruf a UU nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Itu ancaman hukumannya empat tahun tapi dengan ancaman pidana kurang dari lima tahun tidak dilakukan penahanan, namun kepada pelaku diberlakukan wajib lapor sebagai bentuk kontrol," kata Nuim Hayat.
Menurut dia, berkas perkara kasus kekerasan seksual itu sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Donggala dari Polres Sigi.
"Berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Kejari Donggala tinggal menunggu P21 dari kejaksaan untuk menyerahkan tersangka dan barang bukti, pada intinya kalau P21 maka sudah menjadi kewenangan jaksa," pungkasnya.