GAPKI: Perusahaan Sawit Wajib Miliki Sertipikat ISPO

id ISPO, SAWIT,

GAPKI: Perusahaan Sawit Wajib Miliki Sertipikat ISPO

Kelapa sawit (FOTO ANTARA/Septianda Perdana)

Itu merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah perkebunan kelapa sawit
Palu, (antarasulteng.com) - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Sulawesi Muchtar Tanong menyatakan bahwa perusahaan perkebunan sawit wajib memiliki sertifikat Indonesian Sustainability Palm Oil (ISPO).

"Itu merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah perkebunan kelapa sawit," katanya saat dihubungi di Palu, Jumat, terkait banyaknya perusahaan kelapa sawit di Sulteng dan Sulbar yang belum memiliki ISPO.

Jika tidak memiliki sertifikat ISPO, maka itu akan menjadikan hambatan nantinya dalam penjualan hasil komoditi sawit ke pasar glonal.

Pada dasarnya, kata Muchtar, semua perusahaan itu mendaftar untuk mendapatkan sertipikat, cuman karena ada mekanisme dan prosedurnya, sehingga ada antrean panjang menanti terbitnya ISPO, namun begitu, ada kebijakan khusus yakni yang penting mendaftar saja dulu.

"Tinggal menunggu saja, kapan konsultannya datang untuk menilai layak atau tidaknya sebuah perusahaan memperoleh ISPO," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian soal perkembangan ISPO di Indonesia, dari jumlah luas areal sawit 1,7 juta hektare dan total produksi 7,2 juta ton, hingga Juni 2017, telah ada 266 sertifkat ISPO yang dikeluarkan.

Sertifikat itu diberikan kepada 264 perusahaan, satu pekebunan plasma dan satu pekebun swadaya. Sementara perusahaan yang sudah mendaftar untuk mendapatkan sertifikat sebanyak 527 perusahaan.

Khusus sertifikasi ISPO di Sulawesi, di Provinsi Sulawesi Barat telah ada enam perusahaan yang mendapatkan sertifikat yakni PT Letawa, PT Unggul Widya Teknologi Lestari, PT Pasangkayu, PT Manakarra Unggul Lestari, PT Surya Raya Lestari dan PT Mamuang.

Sedangkan di Sulawesi Tengah, ada dua perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi ISPO yakni PT Lestari Tani Teladan dan Tamaco Graha Krida.

Dari lima anak perusahaan Agro Astra Lestari (AAL) di Sulteng, tersisa empat perusahaan yang belum mendapatkan sertifikat ISPO yakni PT Agro Nusa Abadi, PT Sawit Jaya Abadi, PT Cipta Agro Nusantara dan PT Rimbun Alam Sentosa.

Terkait masih banyaknya perusahaan yang belum mendapatkan sertipikat ISPO di Sulteng, menurut Muchtar Tanong, itu disebabkan hubungan komunikasi antara pihaknya dengan Dinas Perkebunan Sulteng masih kurang intensif.

"Saya sudah berapa kali meminta data perusahaan sawit di Sulteng kepada Dinas Perkebunan setempat, namun sampai sekarang belum diberikan. Termasuk data, nama perusahaannya, luas kebun hingga berapa kebun plasma yang dimiliki masyarakat," ungkap Muchtar.

Sehingga, kata dia, jika data tersebut ada, maka pihaknya tinggal mengkoordinasikan dan menyiapkan satu konsultan untuk membimbing perusahaan tersebut hingga mendapatkan sertipikat ISPO.

Sedangkan guru besar perkebunan Universitas Hasanuddin Makassar Prof Dr Laode Asrul mengatakan kalau ada perusahaan pekebunan yang belum memiliki ISPO, belum tentu hal itu sebagai kesalahan perusahaan.

"Untuk mendapatkan ISPO, ada tujuh parameter penting yang harus dipenuhi, salah satunya terkait legalitas lahan. Nah cukup banyak pemohon ISPO yang tidak bisa memenuhi aspek ini karena pemerintah daerah setempat belum memiliki rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang sah," ujarnya.

Ia berharap seluruh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten, tertama yang potensial untuk sektor perkebunan, segera menyelesaikan penyusunan RTRW karena masalah ini sering menimbulkan persoalan bagi para investor sehingga menghambat aktivitas investasi mereka. (FZI)