Palu (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) meminta Pemprov Sulteng, memberikan akses kepada petani untuk mengelola lahan bekas izin usaha perkebunan yang telah dicabut pemerintah.

"Terkait izin empat perusahaan yang dicabut oleh pemerintah, hemat kami ini sesuatu yang luar biasa," kata Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary, di Palu, Senin.

Pemerintah Pusat telah mencabut izin usaha empat perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan kehutanan di Provinsi Sulteng. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Pasuruan Furnindo Industri dengan luas izin Hak Penguasaan Hutan (HPH) 47.915 hektare, dan PT Riu Mamba Karya Sentosa dengan luas HPH 34.610 hektare. Lokasi lahan izin usaha dua perusahaan yang dicabut oleh pemerintah pusat terletak di Kabupaten Poso.

Kemudian PT Kawisan Sentral Asia dengan luas lahan 3.444 hektare dan PT Tamako Graha Krida dengan luas lahan 7.895 hektare. Dua perusahaan ini bergerak pada sektor perkebunan sawit terletak di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.

Komnas HAM Sulteng, kata Dedi, menilai bahwa kebijakan pencabutan izin usaha empat perusahaan tersebut, merupakan satu bentuk komitmen pemerintah dalam memperbaiki tata kelola perizinan.

Di sisi lain, hal itu sebagai peluang bagi masyarakat, agar dapat mengelola dan memanfaatkan lahan-lahan tersebut, untuk kepentingan kesejahteraan.

"Bagaimana agar masyarakat dapat memanfaatkan lahan-lahan tersebut, maka Pemprov Sulteng harus bersinergi dengan pemda kabupaten terkait, dengan mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, agar lahan tersebut dikelola oleh masyarakat petani," ungkapnya.

Pemerintah daerah berkewajiban membangun kesejahteraan masyarakat, dengan menempuh berbagai skema yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

"Harus ada perencanaan yang dilakukan oleh pemda, salah satunya membuat program yang kreatif, untuk pemanfaatan lahan bekas areal perkebunan milik perusahaan, untuk segera diusulkan demi kepentingan dan kemaslahatan masyarakat setempat," sebutnya.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) mengupayakan masyarakat di daerah itu, agar dapat memiliki dan mengelola lahan dan hutan, melalui skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

"Perusahaan yang berinvestasi di sektor kehutanan dan perkebunan, yang izinnya telah dicabut oleh Pemerintah Pusat, maka akan diupayakan agar lahan dan hutan itu dapat dikelola oleh masyarakat, melalui skema TORA," kata Tenaga Ahli Gubernur Sulteng M Ridha Saleh.

Pemerintah Sulteng, sebut Ridha Saleh, masih menunggu kebijakan dan arahan langsung dari Pemerintah Pusat terkait dengan lahan eks-empat perusahaan itu.

"Lahan ini apakah kembali ke Pemerintah Pusat atau kembali ke Pemprov Sulteng, itu yang dilihat dulu. Nah, kalau ini sudah terang, maka salah satu skema yang ditempuh yaitu TORA, agar masyarakat dapat mengelola lahan eks empat perusahaan itu," ungkap dia.

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024