Komnas-HAM RI pantau implementasi pemenuhan HAM di Sulteng

id Komnas HAM, Antike Sigiro, pelanggaran HAM, PHB, Sulteng, Dedi Askary

Komnas-HAM RI pantau implementasi pemenuhan HAM di Sulteng

Ketua Komnas HAM RI Antike Nova Sigiro (ketiga kanan) didampingi Kepala Kantor Komnas HAM Sulteng Dedi Askary (ketiga kiri) berdiskusi bersama pegiat HAM dan para korban/keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, di Kota Palu, Jumat (6/9/2024). ANTARA/HO-Komnas HAM Sulteng

Palu (ANTARA) -
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia Atnike Nova Sigiro memantau implementasi pemenuhan hak-hak bagi korban atau keluarga korban pelanggaran HAM yang berat (PHB) masa lalu di Sulawesi Tengah.

"Kami ingin melihat lebih dekat pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM yang berat di Sulteng," kata Antike Nova Sigiro dalam kegiatan diskusi bersama korban/keluarga korban PHB, di Palu, Jumat.



Pada diskusi tersebut, Atnike menjelaskan tentang tanggung jawab Komnas HAM, yaitu melakukan penyelidikan terhadap peristiwa PHB, kemudian hasil penyelidikan tersebut dikaji oleh tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat pada tahun 2022.

Meskipun sejumlah kasus PHB belum dapat dipastikan melalui Pengadilan HAM, kata dia, namun dengan dibentuknya Inpres tersebut Komnas HAM berharap negara dapat memberikan pemulihan bagi para korban.

"Pemerintah telah melakukan upaya untuk mewujudkan kepedulian terhadap korban PHB pada 14 Desember 2023. Dari laporan kami terima Pemerintah Sulawesi Tengah dan Tim PKP HAM telah memulai pelaksanaan program pemenuhan hak-hak korban terhadap 454 orang," ujarnya.

Di tempat yang sama, Kepala Kantor Komnas HAM Sulawesi Tengah Dedi Askary mengemukakan dalam pengimplementasian Inpres tersebut masih ditemukan sejumlah hambatan pemenuhan hak-hak korban.

Dia menyebutkan hambatan tersebut, antara lain pelaksanaan pelayanan Kartu Indonesia Sehat (KIS) prioritas di Rumah Sakit (RS) kabupaten/kota belum maksimal terlaksana, kemudian akomodasi dalam Program Keluarga Harapan (PKH) prioritas yang tidak merata, dan pelaksanaan verifikasi keluarga korban oleh PUPR yang belum ditindaklanjuti.

Selain itu, juga adanya ketidaksesuaian bentuk bantuan bagi korban dan anak korban, pembangunan irigasi pertanian yang belum terlaksana, dan pelatihan ketrampilan ketenagakerjaan dijanjikan pemerintah, belum terealisasi.

"Melalui proses konsultasi ini, akan memperkuat rekomendasi bagi pemerintah dalam pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Dedi Askary.