Sigi, Sulteng, (antarasulteng.com) - Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Sudayatna mengatakan perburuan satwa endemik yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, semakin berkurang.
"Masyarakat semakin sadar dan mulai melindungi satwa endemik yang terancam punah," katanya, di Sigi, Minggu.
Ia mengatakan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dimana banyak masyarakat yang memburu satwa endemik, termasuk yang hidup dan berkembangbiak di kawasan Taman Nasional Lore Lindu di Kabupaten Sigi.
Satwa yang banyak diburu masyarakan, antara lain, anoa, babi rusa, rusa, dan burung maleo, terutama telur maleo karena harganya sangat mahal.
Namun, kata dia, dalam beberapa tahun terakhir ini perburuan satwa endemik tersebut kian menurun seiring semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk melestarikan dan bukan sebaliknya memburu demi kebutuhan konsumsi dan diperdagangkan.
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa yang dilindungi undang-undang maka tingkat populasi akan semakin meningkat pula.
Dengan sistem penangkaran yang selama ini dilakukan TNLL khususnya burung maleo, salah satu satwa endemik di kawasan Taman Nasional di wilayah Desa Saluki dan Tuva dipastikan populasi maleo akan semakin bertambah banyak.
Dia mengatakan sejak dibangun penangkaran burung maleo hingga kini telah dilepas sekitar 1.000 ekor anak maleo hasil penangkaran semialami yang dilakukan TNLL.
Dahulu, kata dia, masyarakat di wilayah tersebut banyak memburu burung maupun telur maleo baik untuk kepentingan adat, dikonsumsi sendiri, dan dijual.
Tetapi sekarang ini masyarakat sudah tidak lagi memburunya. Bahkan jika menemukan telur maleo mereka membawa ke tempat penangkaran maleo yang ada di Desa Saluki dan Tuva.
Lokasi penangkaran maelo kini menjadi objek wisata penelitian bagi para penggemar dan peneliti satwa.
Banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung selama beberapa hari di tempat tersebut. Kebanyakan mereka adalah para peneliti burung. Semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung akan memberikan kontribusi bagi pemerintah dan masyarakat sekitar.
"Masyarakat semakin sadar dan mulai melindungi satwa endemik yang terancam punah," katanya, di Sigi, Minggu.
Ia mengatakan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dimana banyak masyarakat yang memburu satwa endemik, termasuk yang hidup dan berkembangbiak di kawasan Taman Nasional Lore Lindu di Kabupaten Sigi.
Satwa yang banyak diburu masyarakan, antara lain, anoa, babi rusa, rusa, dan burung maleo, terutama telur maleo karena harganya sangat mahal.
Namun, kata dia, dalam beberapa tahun terakhir ini perburuan satwa endemik tersebut kian menurun seiring semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk melestarikan dan bukan sebaliknya memburu demi kebutuhan konsumsi dan diperdagangkan.
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa yang dilindungi undang-undang maka tingkat populasi akan semakin meningkat pula.
Dengan sistem penangkaran yang selama ini dilakukan TNLL khususnya burung maleo, salah satu satwa endemik di kawasan Taman Nasional di wilayah Desa Saluki dan Tuva dipastikan populasi maleo akan semakin bertambah banyak.
Dia mengatakan sejak dibangun penangkaran burung maleo hingga kini telah dilepas sekitar 1.000 ekor anak maleo hasil penangkaran semialami yang dilakukan TNLL.
Dahulu, kata dia, masyarakat di wilayah tersebut banyak memburu burung maupun telur maleo baik untuk kepentingan adat, dikonsumsi sendiri, dan dijual.
Tetapi sekarang ini masyarakat sudah tidak lagi memburunya. Bahkan jika menemukan telur maleo mereka membawa ke tempat penangkaran maleo yang ada di Desa Saluki dan Tuva.
Lokasi penangkaran maelo kini menjadi objek wisata penelitian bagi para penggemar dan peneliti satwa.
Banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung selama beberapa hari di tempat tersebut. Kebanyakan mereka adalah para peneliti burung. Semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung akan memberikan kontribusi bagi pemerintah dan masyarakat sekitar.